Watak Budaya Sunda
Sunda berasal dari kata Su = Bagus/ Baik,
segala sesuatu yang mengandung unsur kebaikan, orang Sunda diyakini
memiliki etos/ watak/ karakter Kasundaan sebagai jalan menuju keutamaan
hidup. Watak / karakter Sunda yang dimaksud adalah cageur (sehat),
bageur (baik), bener (benar), singer (mawas diri), dan pinter (pandai/
cerdas) yang sudah dijalankan sejak jaman Salaka Nagara sampai ke Pakuan
Pajajaran, telah membawa kemakmuran dan kesejahteraan lebih dari 1000
tahun.
Sunda merupakan kebudayaan masyarakat
yang tinggal di wilayah barat pulau Jawa namun dengan berjalannya waktu
telah tersebar ke berbagai penjuru dunia. Sebagai suatu suku, bangsa
Sunda merupakan cikal bakal berdirinya peradaban di Nusantara, di mulai
dengan berdirinya kerajaan tertua di Indonesia, yakni Kerajaan
Salakanagara dan Tarumanegara. Bahkan menurut Stephen Openheimer dalam
bukunya berjudul Sundaland, Tatar Sunda/ Paparan Sunda (Sundaland)
merupakan pusat peradaban di dunia. Sejak dari awal hingga kini, budaya
Sunda terbentuk sebagai satu budaya luhur di Indonesia. Namun,
modernisasi dan masuknya budaya luar lambat laun mengikis keluhuran
budaya Sunda, yang membentuk etos dan watak manusia Sunda.
Makna kata Sunda sangat luhur, yakni
cahaya, cemerlang, putih, atau bersih. Makna kata Sunda itu tidak hanya
ditampilkan dalam penampilan, tapi juga didalami dalam hati. Karena itu,
orang Sunda yang ‘nyunda’ perlu memiliki hati yang luhur pula. Itulah
yang perlu dipahami bila mencintai, sekaligus bangga terhadap budaya
Sunda yang dimilikinya.
http://gunungtoba2014.blogspot.com
Setiap bangsa memiliki etos, kultur, dan
budaya yang berbeda. Namun tidaklah heran jika ada bangsa yang berhasrat
menanamkan etos budayanya kepada bangsa lain. Karena beranggapan, bahwa
etos dan kultur budaya memiliki kelebihan. Kecenderungan ini terlihat
pada etos dan kultur budaya bangsa kita, karena dalam beberapa dekade
telah terimbas oleh budaya bangsa lain. Arus modernisasi menggempur
budaya nasional yang menjadi jati diri bangsa. Budaya nasional kini
terlihat sangat kuno, bahkan ada generasi muda yang malu mempelajarinya.
Kemampuan menguasai kesenian tradisional dianggap tak bermanfaat. Rasa
bangsa kian terkikis, karena budaya bangsa lain lebih terlihat
menyilaukan. Kondisi memprihatinkan ini juga terjadi pada budaya Sunda,
sehingga orang Sunda kehilangan jati dirinya.
Untuk menghadapi keterpurukan kebudayaan
Sunda, ada baiknya kita melangkah ke belakang dulu. Mempelajari, dan
mengumpulkan pasir mutiara yang berserakan selama ini. Banyak petuah
bijak dan khazanah ucapan nenek moyang jadi berkarat, akibat tidak
pernah tersentuh pemiliknya. Hal ini disebabkan keengganan untuk
mempelajari dengan seksama, bahkan mereka beranggapan ketinggalan zaman.
Bila dipelajari, sebenarnya pancaran etika moral Sunda memiliki
khazanah hikmah yang luar biasa. Hal itu terproyeksikan lewat
tradisinya. Karena itu, marilah kita kenali kembali, dan menguak
beberapa butir peninggalan nenek moyang Sunda yang hampir.
Ada beberapa etos atau watak dalam budaya
Sunda tentang satu jalan menuju keutamaan hidup. Selain itu, etos dan
watak Sunda juga dapat menjadi bekal keselamatan dalam mengarungi
kehidupan di dunia ini. Etos dan watak Sunda itu ada lima, yakni cageur,
bageur, bener, singer, dan pinter yang sudah lahir sekitar jaman
Salakanagara dan Tarumanagara. Ada bentuk lain ucapan sesepuh Sunda yang
lahir pada abad tersebut. Lima kata itu diyakini mampu menghadapi
keterpurukan akibat penjajahan pada zaman itu. Coba kita resapi pelita
kehidupan lewat lima kata itu. Semua ini sebagai dasar utama urang Sunda
yang hidupnya harus ‘nyunda’, termasuk para pemimpin bangsa.
Cara meresapinya dengan memahami artinya.
Cageur, yakni harus sehat jasmani dan rohani, sehat berpikir, sehat
berpendapat, sehat lahir dan batin, sehat moral, sehat berbuat dan
bertindak, sehat berprasangka atau menjauhkan sifat suudzonisme. Bageur
yaitu baik hati, sayang kepada sesama, banyak memberi pendapat dan
kaidah moril terpuji ataupun materi, tidak pelit, tidak emosional, baik
hati, penolong dan ikhlas menjalankan serta mengamalkan, bukan hanya
dibaca atau diucapkan saja. Bener yaitu tidak bohong, tidak asal-asalan
dalam mengerjakan tugas pekerjaan, amanah, lurus menjalankan agama,
benar dalam memimpin, berdagang, tidak memalsu atau mengurangi
timbangan, dan tidak merusak alam. Singer, yaitu penuh mawas diri bukan
was-was, mengerti pada setiap tugas, mendahulukan orang lain sebelum
pribadi, pandai menghargai pendapat yang lain, penuh kasih sayang, tidak
cepat marah jika dikritik tetapi diresapi makna esensinya. Pinter,
yaitu pandai ilmu dunia dan akhirat, mengerti ilmu agama sampai ke
dasarnya, luas jangkauan ilmu dunia dan akhirat walau berbeda keyakinan,
pandai menyesuaikan diri dengan sesama, pandai mengemukakan dan
membereskan masalah pelik dengan bijaksana, dan tidak merasa pintar
sendiri sambil menyudutkan orang lain.
Sumber: http://www.kasundaan.org/id/index.php?option=com_content&view=article&id=53&Itemid=82
No comments:
Post a Comment