Menelisik Jejak Migrasi Purba
Sabtu, 6 Agustus 2011 | 07:04 WIB
KOMPAS.com
- Pulau Sumatera secara geografis terletak di posisi yang sangat
strategis bagi jalur migrasi fauna dan manusia pada zaman Pleistosen.
Namun, di pulau ini jejak manusia purba yang mampu bertahan hidup di
zaman es masih menjadi teka-teki.
Dari Padang Bindu, Kabupaten
Ogan Komering Ulu, Provinsi Sumatera Selatan, desa terakhir yang bisa
dicapai dengan kendaraan, sekelompok ilmuwan dari Pusat Penelitian dan
Pengembangan Arkeologi Nasional berjalan kaki menuju perbukitan karst.
Mereka
harus melalui jembatan gantung menyeberangi Sungai Ogan, menembus hutan
lebat dan mendaki bukit terjal untuk sampai Goa Harimau, situs
purbakala yang digali sejak 2010. Di goa itu, tim peneliti yang
berjumlah 12 orang mencoba mengumpulkan jejak hunian purba sejak masa
60.000-10.000 tahun lalu, hingga masa yang lebih tua, yaitu zaman es.
"Kami terus mencari untuk mengisi kekosongan data di Sumatera," kata
Wahyu Saptomo, salah satu peneliti.
Dibandingkan wilayah Indonesia
lain, jejak hunian manusia purba di Sumatera termasuk paling muda,
rata-rata berusia di bawah 10.000 tahun lalu. Peneliti belum menemukan
jejak hunian manusia modern (Homo sapiens) di Sumatera yang hidup 60.000-10.000 tahun lalu.
Antara 60.000 dan 10.000 tahun lalu, Bumi dihuni manusia dari jenis Homo sapiens alias "manusia modern". Sebelum masa itu, Bumi dihuni oleh manusia dari jenis Pythecantropus erectus atau Homo erectus yang masanya terentang antara 1,5 juta dan 100.000 tahun lalu.
Beberapa
jejak hunian prasejarah yang berusia sekitar 10.000 tahun ditemukan di
pesisir timur Sumatera Utara hingga ke Aceh, Nias, dan Tianko Panjang.
Temuan goa di daerah Padang Bindu, seperti Goa Putri, Goa Silabe, Goa
Pandan, dan Goa Akar, berusia lebih muda, 9.000-2.000 tahun lalu,
menandakan peradaban manusia modern awal.
"Ada garis yang
terputus. Di Sumatera, kita hanya menemukan 'manusia modern kemudian',
tetapi belum menemukan 'manusia modern awal'. Ini menjadi tanda tanya
besar di kalangan peneliti. Apakah pada masa itu Sumatera tidak
berpenghuni?" kata Wahyu.
Goa Harimau menarik perhatian karena
berdekatan dengan sungai. Di pinggir sungai, menurut Wahyu, ditemukan
sejumlah benda pada masa kebudayaan paleolitik, seperti kerakal yang
dipangkas sederhana untuk mendapatkan tajaman, kapak genggam.
Sungai
menjadi bagian vital manusia prasejarah. Pada masa kehidupan tertua,
manusia bergantung pada ketersediaan pangan dari lingkungan sekitarnya.
Tahapan berikutnya, yaitu masa kebudayaan neolitik, manusia mulai
mengolah sumber daya lingkungan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Di
Goa Harimau, peneliti menemukan areal kubur dan berbagai temuan logam
dan tembikar. Didapatkan 35 orang dewasa dan anak-anak yang dikubur
tunggal ataupun bersama- sama. Di goa juga ditemukan lukisan dinding
yang menjadi temuan pertama. Selama ini, Sumatera dianggap tidak
memiliki peninggalan prasejarah berbentuk lukisan goa.
Menurut
Wahyu, temuan di Goa Harimau merupakan jejak manusia modern Austronesia
yang hidup 4.000 tahun lalu. Setelah memindahkan temuan dan membuat
cetakan hasil temuan, para peneliti tetap menggali untuk mencari hunian
tertua pada masa kehidupan Homo erectus.
Spesies penting
Homo erectus menduduki posisi penting dalam evolusi manusia karena merupakan pendahulu langsung dari Homo sapiens (manusia modern) saat ini.
Menurut
Harry Widianto dari Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran,
dalam jalur proses evolusi, Homo erectus dikenal memiliki perkembangan
kebudayaan yang pesat.
Manusia ini merupakan pencipta dan pengguna
alat batu yang andal. Mereka mengembangkan teknologi tertentu, seperti
kapak genggam.
Homo erectus juga memiliki ketangguhan
dalam beradaptasi dengan alam. Mereka merupakan spesies pertama yang
meninggalkan tempat leluhur mereka di Afrika 1,8 juta tahun lalu. Mereka
mampu beradaptasi terhadap perubahan iklim di dunia, mulai dari iklim
dingin di Eropa hingga iklim panas di sepanjang khatulistiwa.
Homo erectus
bermigrasi melalui jembatan darat yang terbentuk karena menyusutnya air
laut. Penyusutan ini menghilangkan Laut China Selatan dan Laut Jawa
sehingga dasar laut menjadi lembah. Lembah itu yang menjadi jalur
migrasi Homo erectus ke Indonesia. "Mereka tidak melalui Pulau
Sumatera dan Kalimantan karena pada masa itu kedua pulau tersebut
merupakan dataran tinggi," kata Harry.
Di Indonesia, Homo erectus
hanya ditemukan di Pulau Jawa. Hal ini disebabkan karena Pulau Jawa
merupakan 'jalan buntu' bagi manusia untuk bermigrasi ke arah timur.
Di sebelah timur, Homo erectus
dihadang oleh palung antara Bali dan Lombok yang dalamnya mencapai
8.000 meter dan masih berupa lautan. Sementara Sumatera masih berupa
dataran tinggi yang sulit didaki. Saat ini, peneliti terus mencari jejak
untuk menemukan hunian tertua manusia itu.
Editor | : Tri Wahono |
Sumber | : |
Sumber:
http://sains.kompas.com/read/2011/08/06/07044566/Menelisik.Jejak.Migrasi.Purba
No comments:
Post a Comment