Pages

Saturday, August 30, 2014

Kisah Misteri Orang Pendek Sumatra

Kisah Misteri Orang Pendek Sumatra

Selama ratusan tahun, sosok ”orang pendek” telah membuat penasaran penjelajah, ilmuwan, maupun peneliti. Berbagai ekspedisi pun dilakukan untuk melacak sosok misterius ini. Catatan tertulis paling awal mengenai keberadaan ”orang pendek” berasal dari Marco Polo, penjelajah Italia yang datang ke Sumatera pada tahun 1290-an mengisahkan tentang orang pendek. Menurut Marco Polo, orang pendek ini hanya rekayasa dan diciptakan manusia. Menurut catatan Marco Polo, dalam buku The Travel of Marco Polo (1926),”...(mummy) orang pendek atau yang sering dibawa ke India diciptakan di pulau ini (Java Minor atau Sumatera).”


Kemudian tulisan William Marsden di buku The History of Sumatera yang terbit pertama pada 1783. Marsden, pegawai asal Inggris di East India Company yang berbasis di Bengkulu pada 1770-an, menyebut soal orang gugu yang dideskripsikannya dengan tubuh yang ditutupi bulu. Namun, Marsden tidak mendeskripsikan tinggi orang gugu ini.

Pembicaraan mengenai 'orang pendek' menghangat lagi dikalangan ilmuwan sejak awal abad 20. Pada tanggal 21 Agustus 1915, saat Edward Jacobson menemukan sekumpulan jejak misterius di tepi danau Bento, di tenggara gunung Kerinci, Propinsi Jambi. Pemandunya yang bernama Mat Getoep mengatakan bahwa jejak sepanjang 5 inci tersebut adalah milik Orang Pendek.

Pada Desember 1917, seorang manajer perkebunan bernama Oostingh berjumpa dengan Orang Pendek di sebuah hutan dekat Bukit Kaba. Ketika makhluk itu melihatnya, ia bangkit berdiri lalu dengan tenang berjalan beberapa meter dan kemudian naik ke pohon dan menghilang. 

Seorang Belanda yang bernama Van Herwaarden menceritakan bahwa ia melihat Orang Pendek di sebuah pohon di utara Palembang pada Oktober 1923. Pertama, Herwaarden bermaksudmengeksekusi dengan menembaknya namun kemudian ia melihat makhluk itu sangat mirip dengan manusia sehingga ia memutuskan untuk membiarkannya. Menurut dia, bulu di bagian depan tubuh lebih terang dibanding di bagian belakang dengan tinggi badan sekitar 150 sentimeter. Makhluk itu lari dari hadapannya dengan menggunakan kedua kakinya. Pengalamannya dipublikasikan di majalah Tropical Nature no.13 yang terbit tahun 1924.

Pada tahun 1924 juga, museum nasional Bogor menerima cetakan jejak yang dipercaya sebagai milik orang pendek, namun akhirnya museum berhasil mengidentifikasi bahwa jejak tersebut adalah milik beruang Melayu yang diketahui kadang memang berdiri dengan dua kaki. Para ilmuwan yang skeptis kemudian menulis keraguan mereka akan keberadaan Orang pendek.

Beberapa tahun kemudian, Museum kembali menerima bangkai yang dipercaya sebagai Orang Pendek. Penemuan ini sempat menjadi headline selama 2 hari karena adanya hadiah yang ditawarkan untuk penemuan bangkai Orang Pendek. Namun kemudian ketahuan ternyata bangkai tersebut adalah milik seekor kera yang dimodifikasi oleh penduduk lokal yang ingin mendapat hadiah.

Kisah kesaksian tentang ”orang pendek” ini terbanyak dari daerah Gunung Kerinci dan Gunung Tujuh, namun di berbagai tempat lain di Sumatera kisah tentang orang pendek juga terkenal meski dengan berbagai variasi nama yang berbeda. Antropolog Gregory Forth dalam bukunya, Images of the Wildman in Southeast Asia (2008) menyebutkan, di pesisir selatan Sumatera, orang pendek dikenal sebagai sedapa atau sedapak. Di Rokan (Riau) disebut sebagai leco. Di Bengkulu dikenal sebagai gugu, segugu, atau senggugu. Di Rawas (Sumatera Selatan) disebut sebagai atu rimbu atau atu rimbo, sedangkan di perbatasan Bengkulu dan Sumatera Barat disebut sebaba.

Makhluk itu konon memiliki kaki terbalik, telapak kakinya menghadap ke belakang. Meski demikian, ia mampu bergerak lincah di antara lebatnya hutan. Tinggi tubuhnya hanya sekitar satu meter. Sekujur tubuhnya ditutupi bulu pendek. Beberapa kesaksian lain memberi detail tambahan tentang sosok itu tengah menenteng sebatang tombak kayu dengan tangan yang terlihat kekar.

Beberapa peneliti asing mengklaim telah bertemu dengan sosok misterius di dua gunung ini. Mereka mengklaim menemukan jejak kaki, rambut, atau bekas makanan ”orang pendek”. Namun, sampai saat ini tidak ada yang bisa menunjukkan wujud makhluk ini, kerangkanya, atau foto sekalipun.

Semakin penasaran ingin menemukannya, sejumlah pihak mulai melakukan ekspedisi modern. Salah satunya dilakukan oleh National Geographic dengan memasang jebakan kamera di sejumlah tempat di Kerinci Seblat pada tahun 2006. Akan tetapi, hasilnya nihil.

Sejumlah ilmuwan Inggris juga penasaran dengan makhluk ini sehingga beberapa kali melakukan penelitian. Salah satu yang paling terkenal adalah penelitian yang dilakukan ahli primata, Deborah Martyr, pada tahun 1990-an.

Martyr mengklaim menemukan jejak-jejak Orang Pendek di barat daya Sumatera. Jejak-jejak tersebut setara dengan jejak anak kecil berusia 7 tahun. Ia lalu mencetak jejak tersebut dengan gips dan mengirimnya ke badan pemerintahan yang mengurus taman nasional, namun sayang kemudian cetakan itu hilang.

Setelah 5 tahun meneliti, Martyr mengaku melihat sendiri Orang Pendek di wilayah gunung Kerinci pada 30 September 1994. Makhluk itu terlihat sedang berjalan dengan tenang dengan dua kakinya. Setelah jarak beberapa puluh meter, makhluk itu berhenti sebentar, menoleh ke Martyr, lalu menghilang ke dalam hutan. Sejak penampakan itu, Martyr masih menjumpai makhluk itu dua kali. Meski demikian, perjumpaan dan penelitian Martyr tidak cukup untuk mengonfirmasi keberadaan atau jenis makhluk ini sehingga tetap menjadi misteri sampai saat ini. 

Penelitian lain dilakukan oleh Richard Freeman, direktur zoologi dari Centre for Fortean Zoology, Inggris. Seperti dilaporkan The Guardian pada 9 September 2011, ia bersama tim melacak keberadaan orang pendek di hutan Kerinci Seblat.
Menurut Freeman, ini adalah keempat kalinya sejak tahun 2003 ia kembali ke hutan Kerinci untuk melacak makhluk yang disebutnya ”short man.” Ia membagi timnya menjadi dua. Satu tim melacak jejak di kawasan hutan Danau Gunung Tujuh, satu lagi di kawasan perladangan di tepian hutan.

Dari laporan warga sekitar disebutkan, makhluk ini beberapa kali terlihat merusak tanaman warga, terutama tebu. Dari laporan Freeman yang juga dimuat di The Guardian, 7 Oktober 2011, belum ada kesimpulan jelas tentang keberadaan ”orang pendek.”

Ia menyebut, jebakan kamera yang dipasangnya hanya menangkap gambar hujan, serangga, dan burung. Jejak rambut yang ditemukan, katanya, akan diuji DNA. Namun, sampai sekarang belum ada kelanjutan kabar dari Freeman.

Ada tidaknya ”orang pendek” di Kerinci hingga kini tetap menjadi misteri. Banyak yang meyakini keberadaannya, namun banyak pula yang skeptis dengan kisah unik makhluk cryptid ini.

Tidak jelas "orang pendek" ini sejenis primata, sisa manusia purba atau memang manusia. Atau hanya kisah yang sengaja diciptakan untuk melindungi kekayaan hutan di jantung Sumatera. Tidak ada yang tahu dengan pasti jawabannya..

Sumber:
http://www.blog.kedaigadogado.com/2012/05/kisah-misteri-orang-pendek-sumatra.html

No comments:

Post a Comment