Pages
▼
Monday, September 22, 2014
Kebudayaan Megalitikum Indonesia
Megalit adalah batu besar yg digunakan untuk membangun struktur or monumen. Megalitik adalah struktur yg dibuat oleh batu besar. Megalit berasal dari kata dalam bahasa Yunani megas berarti besar, & lithos berarti batu.
Kebudayaan Megalitikum bukanlah suatu zaman yg berkembang tersendiri, melainkan suatu hasil budaya yg timbul pada zaman Neolitikum & berkembang pesat pada zaman logam. Setiap bangunan yg diciptakan oleh masyarakat tentu memiliki fungsi. Contohnya hasil kebudayaan zaman megalitikum: kapak persegi, kapak lonjong, Menhir , Dolmen, Kubur batu, Waruga, Sarkofagus, Punden Berundak.
Toraja Monolit 1935
Sepertiyg dikutip dari Alam Mengembang Jadi Guru, kepulauan Indonesia adalah tuan rumah budaya megalit Austronesia di masa lalu & sekarang. Budaya megalit yg masih ada dapat ditemukan di Nias, sebuah pulau lepas pantai barat Sumatera Utara, budaya Batak di pedalaman Sumatera Utara, Pulau Sumba di Nusa Tenggara Timur, juga budaya Toraja di pedalaman Sulawesi Selatan. Budaya megalit ini tetap dipertahankan, terisolasi & tidak terganggu sampai akhir abad 19.
Beberapa situs megalit & struktur juga ditemukan di seluruh Indonesia. Menhir, Dolmen, meja batu, patung batu leluhur, & struktur step-piramid yg disebut punden berundak ditemukan di berbagai situs di Jawa, Sumatera, Sulawesi, & Kepulauan Sunda Kecil.
Megalit di sebuah desa di kecamatan Gunung Megang, Muara Enim, Sumatera Selatan (1931)
Punden Berundak & menhir dapat ditemukan di Pagguygan Cisolok & Gunung Pa&g, Jawa Barat. Situs megalit Cipari juga di Jawa Barat menampilkan monolit, teras batu, & sarkofagus. Punden berundak diyakini sebagai pendahulu & kemudian menjadi desain dasar struktur candi Hindu-Buddha di Jawa setelah populasi pribumi mengadopsi Hinduisme & Buddhisme. Borobudur abad ke-8 & Candi Sukuh abad ke-15 juga sebenarnya menampilkan struktur punden berundak, bukan piramid.
Punden Berundak Pugung Raharjo, Lampung Selatan
Situs Gunung Pa&g
Di Indonesia, beberapa etnik seperti nias, mentawai, sumba dll, masih memiliki unsur-unsur megalitik yg dipertahankan hingga sekarang. Dibawah ini beberapa daerah di Indonesia yg terkenal dengan banyaknya situs megalitnya
Pasemah
Megalitik Pasemah adalah peninggalan tradisi budaya megalitik di daerah Pasemah (Sumatera Selatan). Megalitik di wilayah Pasemah muncul dengan bentuk yg unik, langka, & mengandung unsur kemegahan serta keagungan yg terwujud dalam bentuk-bentuk yg sangat monumental. Simbol-simbol yg ingin disampaikan oleh pemahat erat kaitannya dengan pesan-pesan religius.
Budaya megalitik Pasemah mulai diteliti pertama kali & ditulis oleh L. Ullmann dalam artikelnya Hindoe-belden in binnenlanden van Palembang yg dimuat oleh Indich Archief (1850). Dalam tulisan Ullmann tersebut H. Loffs menyimpulkan bahwa arca-arca tersebut merupakan peninggalan dari masa Hindu. namun pendapat ini ditentang oleh Van der Hoop pada tahun 1932, ia menyatakan bahwa peninggalan tersebut dari masa yg lebih tua. Setelah penelitian Van der Hoop, penelitian tentang megalitik Pasemah dilanjutkan oleh peneliti-peneliti arkeologi, seperti R.P. Soejono, Teguh Asmar, Haris Sukendar, Bagyo Prasetyo, peneliti dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional & peneliti dari Balai Arkeologi Palembang secara intensif melakukan penelitian di wilayah Pasemah sampai saat ini.
Penampilan peninggalan budaya megalitik Pasemah sangat “sophiscated” dengan tampilnya pahatan-pahatan yg begitu maju, & digambarkan alat-alat yg dibuat dari perunggu memberikan tanda bahwa megalitik Pasemah telah berkembang dalam arus globalisasi (pertukaran) budaya yg pesat. Alat-alat perunggu yg dipahat adalah nekara yg merupakan kebudayaan Dongson, Vietnam. Temuan peninggalan megalitik di pasemah begitu banyak variasinya, berdasarkan survei yg dilakukan peneliti Balai Arkeologi Palembang, Budi Wiyana telah menemukan 19 situs megalitik baik yg tersebar secara mengelompok maupun sendiri (1996).
Keadaan lingkungan wilayah Pasemah
Daerah Pasemah yg pernah diteliti oleh Van der Hoop, Tombrink, Westenek, Ullman, & peneliti lainnya, daerah ini mudah dicapai dari kota-kota besar di sekitarnya, baik dari Jambi, Lubuklinggau, Palembang, & lain-lain, karena tersedia jalan besar yg menghubungkan Pasemah dengan kota-kota besar di sekitarnya. Situs-situs megalitik dataran tinggi Pasemah meliputi daerah yg sangat luas mencapai 80 km. Situs-situs megalitik tersebar di dataran tinggi, puncak gunung, lereng, & lembah. Situs Tinggihari, Situs Tanjungsirih, Situs Gunungkaya merupakan situs yg terletak di atas bukit, sementara Situs Belumai, Situs Tanjungarau & Situs Tegurwangi merupakan situs-situs yg terletak di lembah. Dari hasil penelitian Fadlan S. Intan diketahui bahwa daerah Lahat dibagi atas tiga satuan morfologi (bentang alam), yaitu:
1. satuan morfologi pegunungan
2. satuan morfologi bergelombang
3. satuan morfologi dataran
Satuan morfologi pegunungan dengan puncak-puncaknya antara lain Gunung Dempo (3159 mdpl) & pegunungan Dumai (1700 mdpl). Satuan morfologi bergelombang ketinggian puncaknya mencapai 250 mdpl, lereng umumnya landai, dengan sungai berlembah & berkelok-kelok. Satuan morfologi dataran dimanfaatkan sebagai lahan pertanian. Satuan morfologi pegunungan merupakan tempat tersedianya bahan hasil letusan Gunung Dempo yg menyebarkan lahar & lava serta batuan-batuan vulkanis. Daerah Lahat dengan batuan-batuan beku andesitnya telah dipilih menjadi tempat pemukiman. Pemilihan ini tampaknya mempunyai pertimbangan-pertimbangan geografis & tersedianya batuan untuk megalitik. Keadaan lingkungan di Pasemah merupakan daerah yg sangat subur yg memungkinkan penduduk di sana dapat membudidayakan tanaman.
Tidak seberapa jauh dari batas kabupaten, memasuki kota Lahat, di Kecamatan Merapi Barat, terdapat suatu arca peninggalan megalitik, beserta dolmen & menhir. Tinggalan megalitik ini berada di pelataran SMPN 2 Merapi Barat. Arca tersebut dikenal sebagai Batu Putri or secara resmi seperti tertulis di plank: Arca Manusia Tanjungtelang. Arah hadap arca yg berbahan batupasir volkanik ini berada dalam satu garis lurus dengan diagonal dolmen dalam arah barat daya. Dolmen yg juga terbuat dari lapisan batupasir berwarna kuning keputih-putihan, berbentuk seperti meja berukuran 1,5 x 1,5 m. Dolmen ini tergeletak berjarak 20 m dari tempat arca berdiri. Agak terpisah jauh, sebuah menhir dari batu andesit dengan tinggi 80 cm berdiri tegak di halaman depan SMP itu.
Kompleks peninggalan megalitik ini berada di sebelah utara dari sebuah sungai yg menjadi sungai utama di Lahat, yaitu Aek Lematang. Sungai ini di dataran Lahat mulai menunjukkan pola aliran berkelok-kelok or bermeander, dengan teras-teras sungai di bantaran kanan & kirinya. Ada dugaan, teras sungai ini sebagaimana teras-teras sungai besar di peradaban-peradaban kuno merupakan tempat yg paling layak menjadi lantai kehidupan masyarakat purbakala. Di Kabupaten Lahat, tinggalan arca megalitik yg tersebar sangat luas, cenderungan berada di sekitar Aek Lematang, walapun beberapa di antaranya terpisah sangat jauh di perbukitan yg mungkin mempunyai makna lain tersendiri.
Arca-arca megalitik ini umumnya menggambarkan raksasa bersama hewan-hewan seperti gajah, harimau, or ular. Arca Batu Putri or Manusia Tanjungtelang misalnya menggambarkan seorang raksasa dengan kepala yg tidak jelas, bahkan hampir seperti menggunakan helmet. Posisi kepalanya lurus, dengan tangan se&g memangku seekor gajah. Kesan masyarakat awam akan melihat seolah-olah arca ini belum selesai dipahat & ditinggalkan begitu saja sebelum detailnya selesai. Ada kesan kemesraan yg tertangkap antara raksasa & gajak di pangkuannya. Seolah-olah gajah itu adalah anak yg diasuhnya.
Batu Macan
Arca yg lain di antaranya apa yg disebut sebagai Batu Macan di Desa Pagaralam, Pagergunung. Arca ini menunjukkan seekor macan yg memeluk mesra dari belakang suatu figur yg kurang begitu jelas, apakah seekor macan yg lain, seekor kera besar, or seorang raksasa. Adapun di Desa Muara&au, di antara perkebunan karet, dijumpai arca batu seorang raksasa yg se&g duduk bersila dengan satu kaki tertekuk dipeluk lengannya yg memegang sesuatu yg mirip pisang. Raksasa ini menindih mahluk mirip manusia yg lebih kecil yg seperti ditikam di punggung dengan pisau yg dipegang tangan kirinya. Arca ini disebut sebagai Batu Buto.
Di Desa Gunungmegang, Kecamatan Jarai, masih di Kabupaten Lahat, berbatasan dengan Kota Pagaralam, beberapa tinggalan magalitiknya lebih bervariasi. Selain arca, dijumpai juga ruang-ruangan yg dindingnya tersusun dari batu, sehingga dikenal sebagai kubur batu or bilik batu. Ahmad Rivai, warga Desa.
Kubur batu Tanjung Aro
Gunungmegang yg diangkat sebagai juru pelihara oleh Balai Pelestarian Peninggalan Prasejarah (BP3) Jambi mengatakan bahwa kubur-kubur batu & arca-arca tersebar luas & sangat banyak di kaki Gunung Dempo. Di Gunung Megang saja sedikitnya terdapat tiga situs yg menjadi tanggunungjawabnya, yaitu Kubur Batu Gunungmegang, Batu Putri, & Batu Orang.
Kubur Batu Pagaralam
Semua arca umumnya dipahat pada batupasir or breksi volkanik, yaitu batu yg terbentuk secara sedimentasi dari hasil letusan gunung api. Batunya memang keras & kompak. Tetapi dengan peralatan logam, bahkan batu lain yg dipipihkan or dibuat runcing, jenis batu arca dapat mudah dikerjakan. Begitulah mengapa arca-arca ini dipilih dari bahan batu itu karena kemudahannya untuk dipahat & diukir. Adapun kubur & bilik batu, umumnya menggunakan batu-batu yg lebih keras seperti andesit. Pada umumnya, batu-batu untuk bangunan ini sedikit sekali mengalami rekayasa, keculai lubang kecil or goresan-goresan &gkal.
Dempo sebagai kiblat
Menariknya, arah kubur batu dengan sangat tepat mengarah ke puncak Gunung Dempo. Hal yg sama terukur dari wajah Batu Orang yg seolah-olah tengadah mengamati puncak Gunung Dempo, sementara ia menindih seekor gajah yg belalainya ia cengkeram dengan kuat. Keganjilan ada di arca Batu Putri yg posisi kepalanya berada pada permukaan tanah, sehingga hampir seluruh ba&nya berada di bawah tanah. Arca Batu Putri seperti dalam posisi meringkuk dengan ba& tertekuk membelakangi Gunung Dempo di arah barat daya, & kepalanya berpaling ke arah utara.
Arca lain di kaki Gunung Dempo disebut sebagai Batu Manusia Dililit Ular. Arca ini berada di tengah-tengah tegalan & sawah yg sangat datar di Desa Tanjungaro, Pagaralam. Arca ini setinggi 1,5 m dengan diameter kira-kira 1 m, menggambarkan dua orang manusia yg se&g bergelut & dililit ular. Anehnya ular-ular yg melilit mereka adalah kepanjangan lengan-lengan mereka sendiri. Di sini, arca ini tidak memiliki orientasi tertentu. Tetapi bersama-sama dengan batu besar lainnya, seluruhnya berjajar dalam satu orientasi yg lurus tepat ke puncak Gunung Dempo.
Sekali lagi pada beberapa arca arah hadapnya berbeda, tetapi secara umum posisi hadap arca-arca ini hampir seluruhnya ke arah barat, or lebih tepatnya lagi arah barat daya (selatan-barat). Sehingga mungkin kita dapat bertanya: mengapa arah barat daya? Wajah arca Manusia Tanjungtelang di Merapi Barat misalnya mengapa tidak dihadapkan ke timur arah Bukit Serelo yg berbentuk jempol yg bermorfologi cukup menonjol & menarik perhatian, serta sangat dekat & jelas terlihat dari tempat arca ini berada? Jika kita mengukur orientasi arca-arca ini dengan teliti, ada perkiraan bahwa semua arca megalitik tersebut dihadapkan ke barat daya karena mengarah ke Gunung Dempo (+ 3159 m). Gunung Dempo adalah satu-satunya gunung api aktif di Sumatera Selatan pada Pegunungan Bukit Barisan.
Seperti telah disebut di atas, hal tersebut semakin pasti ketika kita mengamati arac-arca yg berada pada kaki & lereng Gunung Dempo. Di sekitar Kota Pagaralam yg udaranya sesejuk Kota Bandung waktu dulu, arca-arca tersebar di Kecamatan Pajarbulan & Jarai, juga bilik or kubur batu, dengan pasti terukur melalui kompas, teroreintasi ke Gunung Dempo. Menarik sekali ketika arah poros bilik batu, selain juga arah wajah arca-arca berbentuk raksasa, dengan tepat menghadap ke arah kerucut G. Dempo yg tampak megah menjulang di dataran tinggi di mana Pagaralam berada, or yg lebih dikenal sebagai dataran tinggi Pasemah (sekarang disebut juga Besemah). Selain itu, suatu kumpulan menhir (batu tegak) sebanyak enam buah di Kecamatan Tanjungsakti yg berada di sisi barat daya Gunung Dempo, porosnya mengarah ke timur laut yg tidak lain adalah puncak Gunung Dempo.
Gunung Dempo
Dengan melihat hasil obsevasi ini, ada dugaan Gunung Dempo dijadikan kiblat bangunan suci masyarakat megalitik Besemah. Gunung, terutama gunung api aktif, di wilayah nusantara umumnya selalu menjadi tempat yg sakral or disucikan. Gunung api yg berbentuk kerucut yg puncaknya menjulang tinggi menggapai langit, dipercaya sebagai tempat para dewa, or bahkan perwuju& dari dewa itu sendiri. Sesembahan selalu diberikan pada kawah-kawah gunung api aktif. Misalnya pada masyarakat Hindu Bali. Hingga sekarang, orang-orang bali selalu menempatkan arah pura ke arah gunung besar utama. Misalnya di Pulau bali sendiri ke arah Gunung Agung. Bahkan, orientasi posisi gunung selalu merupakan arah utara (kaja) bagi masyarakat Hindu Bali. Contoh lain, masyarakat Hindu Tengger selalu melemparkan sesajen & hewan-hewan kurban pada Hari Kesodo ke kawah Gunung Bromo yg bergelok & selalu berasap. Di Jawa Barat, di kabupaten Cianjur, sebuah bangunan megalitik yg tersusun dari kalom-kolom batu, juga diarahkan ke puncak Gunung Gede, gunung yg memang dianggap sakral bahkan hingga Kerajaan Sunda & Pajajaran berkuasa di Jawa bagian barat.
Secara geologis, gunung api yg se&g tidak aktif memberi manfaat besar bagi masyarakat yg hidup di kaki-kakinya. Tanahnya umumnya subur karena limpahan dari letusan memberikan unsur-unsur kimia baru yg segar dari perut bumi. Hal ini menjadikan tanah yg terbentuk nantinya kaya akan unsur yg diperlukan bagi pertumbuhan tumbuhan. Selain itu, karena puncaknya yg tinggi, gunung api juga seolah-olah menjadi seperti magnet untuk awan-awan sehingga mendekat & mencurahkan hujan di atasnya. Akibatnya, sumber daya air melimpah ruah dari ba& gunung api. Mata air akan keluar di kaki-kakinya. Sungai-sungai berair bersih mengalir dari lereng-lerengnya. Udara gunung api juga nyaman & sejuk.
Tetapi ketika aktif, letusannya sangat mengerikan & mengancam kehidupan. Ledakannya menggelegar luar biasa, menciutkan nyali para penghuni di bawahnya. Magma, berupa cairan batu pijar bersuhu sekitar 1000 derajat Celcius, ketika diletuskan menciptakan suatu fenomena kembang api yg sesungguhnya indah tapi mengerikan. Aliran magma yg kemudian merayapi lembah-lembah ke arah hilir sebagai aliran lava, masih bisa menghanguskan apa yg dilewatinya dengan suhu masih 700 derajat Celcius. Belum lagi aliran sangat cepat awan panas yg menrejang lereng masih bersuhu 500 derajat Celcius. Tidak akan ada yg dapat selamat dari gunung api yg se&g murka ini. Personifikasi sebagai dewa yg di satu waktu begitu pemurah & di waktu yg lain menunjukkan angkara murkanya, mungkin akhirnya membuat masyarakat megalitik menganggap gunung api sebagai representasi yg maha kuasa, yg selain memberi berkah, juga sekaligus musibah.
Dengan menggunakan analogi seperti itulah, masyarakat megalitik di Nusantara menjadikan gunung api menjadi sesuatu yg patut dihormati. Maka ada dugaan bahwa di Dataran Tinggi Besemah pembangun arca-arca & bangunan-bangunan megalitik mengarahkannya ke Gunung Dempo, karena gunung api itu hingga sekarang masih aktif. Tanggal 25 September 2006, dari kawah aktifnya, Gunung Dempo meletus menghasilkan awan debu setinggi 1 km di atas puncaknya. Di antara ketenangan yg sangat lama, sekali-kali gunung api ini mengingatkan a&ya kekuatan alam yg sangat luar biasa & bisa membinasakan. Beribu-ribu tahun lalu, kondisi itulah yg mungkin dirasakan oleh masyarakat megalitik di sekitar Besemah saat Gunung Dempo kemungkinan lebih aktif daripada kondisi tenang sekarang ini. Pada saat itulah rasa hormat ditunjukkan dengan pembuatan arca-arca yg wajahnya dihadapkan ke Gunung Dempo. Rasa hormat yg sama ketika masyarakat megalitik Cianjur membangun punden berundak Gunung Pa&g dengan mengarahkannya ke Gunung Gede.
Lembah Besoa, Taman Nasional Lore Lindu, Sulawesi Tengah
Karya nyata yg terlahir dari peradaban nenek moyg Lembah Besoa, berupa patung-patung megalit ini masih berdiri kokoh memancarkan kebudayaan tingkat tinggi dari masyarakatnya hingga saat ini. Patung-patung yg berusia ratusan hingga ribuan tahun ini, tersebar di wilayah Bariri, Doda, Hanggira, Lempe & Baliura.
Jika pulau Paskah punya Moai, maka Indonesia punya patung ini
Ukuran & bentuk dari patung-patung megalit sangat beragam, mulai dari tinggi yg berukuran 1,5 m hingga 4 m & ada yg berbentuk patung manusia, jambangan besar (Kalamba), piringan (Tutuna), batu-batu rata/cembung (Batu Dakon), mortir batu & tiang penygga rumah. Sekitar 431 situs ditemukan di Taman Nasional Lore Lindu, konsentrasi obyek yg terbesar terletak di Entovera-dekat Hanggira-, di mana ada 78 obyek, 40 diantaranya Batu Dakon. Lokasinya yg berada di dalam kawasan TNLL membuat hasil karya peninggalan nenek moyg ini nampak harmonis dengan keindahan panorama alam Lembah Besoa. Panorama alam ini tercermin dari kondisi hutan yg masih asri. Hal ini mendukung keberadaan megalit-megalit menjadi kawasan wisata yg memikat. Oleh karenanya TNLL mengupayakan agar patung-patung megalit beserta hutan-hutannya selalu dijaga & dilestarikan. Perpaduan megalit dengan keharmonisan alam Lembah Besoa ternyata menyimpan daya pikat akan misteri kekayaan sejarah nenek moyg.
Alien?
Pra sejarahnya, disebutkan bahwa nenek moyg orang Indonesia berasal dari daratan cina selatan yg bermigrasi dengan perahu ke arah selatan ribuan tahun yg lalu. Gelombang migrasi ini masuk pula ke Sulawesi & mereka menetap dipulau ini hingga ke Sulawesi Tengah. Para pengembara ini masuk dalam rumpun ras austronesia yg menyebar dari madagaskar sampai pasifik. Pada saat itu gelombang kedua orang austronesia datang ke sulawesi dengan membawa kebudayaan zaman besi. Dengan alat-alat dari besi ini mereka bisa membuat berbagai model peninggalan dari batu or dikenal dengan Megalith.
Di sekitar lore lindu terdapat juga peninggalan masa prasejarah Austronesia ini. Pada masanya Sulawesi Tengah diduga menjadi pusat kebudayaan Austronesia ini. Prasasti peninggalan kebudayaan nenek moyg ini berbentuk patung , belanga besar dari batu, lumpang batu & batu berukir lainnya. Di sekitar Taman Nasional lore lindu lebih dari 431 situs yg ditemukan & banyak lagi yg belum terungkap. Diduga orang-orang asli di sekitar situs megalit adalah keturunan langsung dari orang-orang yg datang ribuan tahun lalu.
Lore Lindu & sekitarnya ditetapkan oleh Unesco menjadi cagar biosfer sejak tahun 1977. Meski tempat ini telah menjadi cagar biosfer, namun demikian banyak tangan-tangan yg tidak bertanggung jawab yg mencuri & memperjualbelikan batu-batu bersejarah ini sebagai barang koleksi. Beberapa waktu lalu harian Kompas sempat memuat berita tentang jual beli batu megalith asal Lore Lindu ini.
Tempat yg menjadi pusat keberadaan megalith ini adalah Lembah Behoa,Napu & Bada yg berada di sekitar TN. Lore Lindu. Disini terdapat peninggalan berupa megalith dalam jumlah cukup banyak.
Jika melihat megalit di tempat asalnya dapat menimbulkan pertanyaan tersendiri. Bagaimana batu seberat & sebesar itu dapat ada di tengah hamparan pa&g. Seperti di situs Pokekea di Kecamatan Lore Tengah Poso. Megalit2 berbentuk belanga raksasa yg disebut Kalamba lengkap dengan penutupnya terletak di tempat yg agak tinggi. mengelompok di tengah pa&g luas membentang yg kalau dilihat dari jauh mirip-mirip dengan lapangan golf. Se&gkan disekitarnya tidak dijumpai sumber dari batu-batu besar ini.
Menurut arkeolog yg meneliti situs ini, sebenarnya ada 3 lokasi situs megalit yaitu, industri, pemakaman, pemujaan. Dari lokasi industri, megalith ini batu besar yg sudah dipahat ini ditarik dengan kerbau sampai ke tempat tersebut. Tradisi menarik barang dengan kerbau sampai saat ini masih kita jumpai disekitar kawasan TN Lore Lindu. Di Pulau Sumba model menarik batu dengan kerbau masih dapat dijumpai sampai saat ini.
Lalu apa guna megalit berbentuk belanga raksasa ini? Bila ditilik lebih jauh kalamba ini melambangkan juga perahu roh yg mengacu pada tradisi nenek moyg yg datang dari laut. Kalamba dalam bahasa lore kuno berarti perahu. Perahu arwah. Ada stratifikasi sosial yg membuat perbedaan dalam bentuk kalamba. Ada tutup untuk orang yg berpangkat lengkap dengan hiasan & ukiran. Ada tempat menaruh sesaji didalam kalamba tersebut, sepintas mirip tempat sabun kalau jaman sekarang.
Jika Laos mempunyai guci guci batu, Indonesia juga memilikinya seperti yg anda lihat diatas
Dugaan ini diperkuat oleh penelitian arkeologi tahun 2000 lalu yg menemukan kerangka manusia dalam kalamba. Kerangka itu sempat diidentifikasi & menunjukkan ras mongoloid. Dan dari identifikasi carbon dating menunjukkan umur minimal 1500-3000 tahun yg lalu.
Se&gkan patung dari batu yg banyak & berukuran beragam dari kecil sampai 4 meter itu merupakan personifikasi dari orang yg meninggal tersebut.
Dalam catatan kruytt, sebelum kedatangan belanda tahun 1908 di lore, masih berlaku orang membuat kubur dari batu. Dan masih ada tempat pembuatan kalamba untuk penguburan. Jadi prasati batu ini tidak hanya dari masa prasejarah saja, namun ada yg berasal dari masa yg dekat ratusan tahun saja or megalit muda. Ka&g orang melihat semua peninggalan batu ini berasal dari masa ribuan tahun yg lalu saja.
Berbagai macam prasasti peninggalan orang-orang tua kita dulu masih dapat ditemukan di berbagai tempat di Indonesia. Namun sayg agaknya perhatian kita masih tertuju pada masalah-masalah kebutuhan subsisten primitif. Berbagai situs peninggalan masa lalu hanya dibiarkan saja tanpa perhatian. Tahu-tahu sudah berada di luar negeri.
Nah, melihat megalit-megalit dari lembah Basoa Poso sulawesi tengah ini tersisa pertanyaan:
Adakah kaitan antara patung di lembah Besoa Sulawesi Tengah dengan Patung Moai di Pulau Paskah?
ATAU
Adakah Kaitan antara Kalamba di situs Pokekea di Kecamatan Lore Tengah Poso dengan Batu Guci Laos ini?
Nias
Penduduk pulau Nias memindahkan Megalit tahun 1915
Upacara lompat batu Nias
Rangkaian kegiatan mendirikan batu besar (dolmen) untuk memperingati kematian seorang penting di Nias (awal abad ke-20). Etnik Nias masih menerapkan beberapa elemen megalitik dalam kehidupannya. Lompat batu & kubur batu masih memperlihatkan elemen-elemen megalitik. Demikian pula ditemukan batu besar sebagai tempat untuk memecahkan perselisihan.
Sumba
Etnik Sumba di Nusa Tenggara Timur juga masih kental menerapkan beberapa elemen megalitik dalam kegiatan sehari-hari. Kubur batu masih ditemukan di sejumlah perkampungan. Meja batu juga dipakai sebagai tempat pertemuan adat.
Sarkophagus
Foto terakhir adalah Orang-orang Sumba se&g memotong sebuah blok batu besar selama ritual pemakaman menyeret batu di Waikabubak, Sumba Barat, Indonesia, September 2002. Ritual pemakaman dari Sumba menyeret blok batu besar dengan alasan untuk membangun mausoleum/kubur batu untuk jenazah orang kaya & bangsawan. Diperkirakan bahwa setengah dari penduduk Sumba adalah animis, pengikut agama Marapu.
Konten ini didapat dari internet. Tidak diketahui kebenarannyan 100%. Silahkan lakukan research lanjutan tentang bacaan ini.
Enjoy!
Sumber:
http://www.ayochat.or.id/threads/kebudayaan-megalitikum-indonesia.2061/
No comments:
Post a Comment