Pages

Monday, October 13, 2014

Benang Merah” Suku Aborijin dengan Dayak Kuno

"Benang Merah” Suku Aborijin dengan Dayak Kuno

Penduduk asli Australia yang disebut Aborijin, mungkin tidak pernah mengira apabila nenek moyang mereka sekitar 10.000 tahun silam pernah mengembara di rimba belantara hutan Kalimantan.

Perkiraan itu timbul berkat penemuan lukisan kuno berusia 10.000 tahun di gua batu di pedalaman Kalimantan Timur, belum lama ini. Penemuan lukisan kuno berusia 10.000 tahun itu sangat berarti bagi ilmu pengetahuan dan penelitian yang agaknya memunculkan teori kronologis pemukiman manusia. Aborijin telah mengembara dari rimba Kalimantan menuju "Negeri Kanguru". Penemuan penting bagi asal-usul peradaban manusia itu berkat kerja sama Tim Survei Prancis-Indonesia yang didanai oleh salah satu perusahaan minyak dan gas bumi (migas) terbesar di Asia, yakni perusahaan kontraktor bagi hasil (KPS) Pertamina, TotalFinaElf.

Setelah diteliti, motif lukisan, usianya serta bahan-bahan untuk lukisan prasejarah itu, sama dengan lukisan sejenis yang ditemukan di dataran Australia. ”Memang perlu penelitian lebih lanjut mengapa lukisan yang ditemukan di pedalaman Kaltim itu, sama dengan yang di Australia. Anggapan sementara, bahwa kaum Aborijin pernah tinggal di Kaltim," kata juru bicara TotalFinaElf, Nurul Fazrie "Diduga, Suku Aborijin sebelum menetap di Australia pernah tinggal di Kalimantan Timur. Hal itu berkat hasil penemuan lukisan kuno berusia 10.000 tahun di sejumlah gua batu," katanya.

Lukisan itu terdapat dalam beberapa gua pemakaman yang sangat kaya dengan keramik tanah liat, sekitar 20 gua dihiasi dengan lukisan prasejarah, dari sekitar 1.000 gua yang diinventarisir berada di Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Pasir, Balikpapan, Kutai Kartanegara dan Kabupaten Bulungan.

Lukisan yang sangat kuno diketahui dari catatan pada deposit calcite (karbon kalsium) yang berumur lebih dari 10.000 tahun. "Dengan penemuan ini, masyarakat ilmiah internasional mempunyai minat yang berbeda terhadap Borneo dalam kawasan India-Pasifik. Yang terletak antara Asia dan Oceania, Borneo menempati tempat yang menentukan dalam kronologi pemukiman manusia sejak ribuan tahun," katanya.

Survei yang didanai oleh perusahaan migas tersebut dimulai sejak 1993 dan dana yang telah dikeluarkan mencapai jutaan dolar AS. Pada tahun 2001, Tim melakukan penelitian sepanjang 10 km lereng bagian barat Gunung Marang, antara Gua Tewet dan Gua Lungun, kira-kira 20 gua yang menjadi tempat penyimpan benda-benda arkeologi. Diperkirakan, di dalam kelebatan hutan, selain lubang batu kuno yang telah ditemukan, masih terdapat ribuan gua yang menyimpan benda-benda arkeologi.

Kronologis Pemukiman
Lukisan berusia lebih 10.000 tahun itu menyebabkan kawasan itu memiliki arti strategis dalam kronologis pemukiman manusia sejak puluhan tahun silam. Dengan penemuan itu, masyarakat ilmiah internasional mempunyai minat yang berbeda terhadap Borneo dalam kawasan India-Pasifik. Borneo menempati tempat yang menentukan dalam kronologis pemukiman sejak ribuan tahun. Selain gua yang di dalamnya terdapat lukisan purba, pada gua lain ditemukan benda cagar budaya berupa keramik tanah liat.

Salah satu kesulitan untuk melestarikan gua yang menyimpan peninggalan bersejarah itu adalah lokasi yang terpencil serta infrastruktur yang masih lemah. Salah satu contoh, gua prasejarah di Desa Pengadan, Kecamatan Sangkulirang, (Kutai Timur). Untuk menjangkau daerah itu, melalui Sangatta harus ke Ronggang (Sangkulirang) dulu menggunakan jalan darat yang tidak mulus sekitar tiga jam. Dari Ronggang ke Kota Kecamatan Sangkulirang naik kapal kayu bermotor sekitar 25 menit, kemudian naik kapal cepat (speedboat) ke Desa Pengadan selama satu jam.

Dari Desa Pengadan baru menggunakan alat transportasi truk perusahaan HPH (karena tidak ada angkutan khusus) menuju Gua Mardua, sekitar satu jam. Gua itu terletak di sebuah bukit yang harus dijangkau dengan berjalan kaki 1,5 jam. Gua itu masih diselimuti hutan eks-HPH, namun karena lokasi terpencil, sehingga kondisinya masih cukup baik belum terlalu rusak oleh tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab.

Dalam gua itu, dapat ditemukan lukisan telapak tangan, kapal dan kadal. Namun, sayangnya, selain lukisan purba itu, terdapat juga coretan baru yang diduga ulah orang iseng. Selain gua yang berisikan gambar purba itu, juga terdapat gua yang usianya lebih tua, diduga sudah ada ketika daratan Borneo masih bersatu dengan Asia. Sebagian gua berada di tengah-tengah rimba Kalimantan sehingga untuk mencapainya perlu bantuan pesawat helikopter.

Penyelamatan
Suatu keajaiban bila lukisan itu mampu bertahan ribuan tahun. Lokasi gua yang terpencil, terisolasi dan di bukit-bukit tinggi serta dalam relief limestone menjadi alasan mengapa peninggalan purba itu bisa selamat.
Bersamaan dengan kian meningkatkan aktivitas pengelolaan hutan/lahan serta kegiatan lain seperti penambangan, pencarian gaharu, sarang burung, termasuk bencana kebakaran hutan serta eco tourism, menjadi ancaman bagi pelestarian goa.

Tidak kalah pentingnya bagi penelitian peradaban dunia dengan mengungkap tabir "benang merah" antara warga Australia, Aborijin dengan kehidupan Dayak Kuno yang menempati gua-gua pra-sejarah itu. Selain itu, perlu melibatkan kesadaran kolektif masyarakat setempat untuk ikut dalam upaya pelestarian. Berbagai upaya tersebut penting dilakukan, mengingat warisan alam tidak hanya arkeologi, namun pemandangan alam kawasan Mangkaliat, gua dengan bentuk indah, ngarai dan hutan basah.

Langkah pelestarian penting dilaksanakan untuk menghindari terulang kasus di Gua Maros, Sulawesi. Gua-gua indah terancam akibat eksploitasi gunung kapur secara liar oleh pabrik baru dan penambangan marmer.
Ketimbang sektor lain seperti migas, batu bara dan kayu, maka sektor pariwisata adalah sumber yang dapat diperbaharui. Gunung kapur yang menyimpan benda cagar budaya akan rusak keindahannya, begitu pabrik-pabrik semen berdiri di sekitar kawasan itu.

Penambangan paling tidak harus mengikuti rekomendasi UNESCO, sikap hati-hati bagi Pemkab Kutai Timur yang memiliki kewenangan besar dalam era otonomi daerah adalah pilihan tepat dalam pencegahan kerusakan warisan dunia itu. Berkaitan dengan penemuan itu, Tim Survei membuat sejumlah rekomendasi antara lain untuk melaksanakan misi survei dan eksploitasi kawasan batu kapur dan gua di Semenanjung Mangkaliat.

Demikian pula pentingnya penelitian lebih jauh dalam upaya pelestarian lingkungan gua serta mengorganisir seminar internasional sekitar September 2002 di Balikpapan, sehingga spesialis di seluruh dunia mengkoordinir dan meluncurkan proyek perlindungan dalam daftar Warisan Dunia UNESCO. Rekomendasi yang lain yakni menunjukkan program media termasuk informasi pers, publikasi buku (diterjemahkan ke dalam bahasa asing) dan video dokumenter. Usul lain, yakni pembangunan reflika museum lokal di masa datang. Wilayah Balikpapan paling tepat, mengingat lokasi daerah itu yang menjadi "jendela wilayah Kalimantan".

Melalui museum diharapkan ada upaya pelestarian benda kuno dan menampilkan peninggalan budaya di Mangkaliat antara lain replika panel lukisan seni batu, gambar arang, gambar Dayak Kuno, industri perkakas batu, keramik tanah liat, arsip dan gambar, yang melukiskan keanekaragaman dan kronologi pemukiman manusia yang berbeda di seluruh Borneo.

Tidak kalah pentingnya, perlu dukungan Pemkab yang di daerahnya terdapat gua prasejarah untuk terlibat aktif melestarikan warisan dunia itu, khususnya membuat berbagai strategi kebijakan yang memprioritaskan upaya penyelamatan, bukan mendahulukan sektor lain.

(ant/ Iskandar Zulkarnaen)- Kamis, 31 Januari 2002(Copyright © Sinar Harapan 2002)


Sumber:
http://erwansusandi-langsat.blogspot.com/2011/06/benang-merah-suku-aborijin-dengan-dayak.html

No comments:

Post a Comment