Pages

Monday, April 21, 2014

Plato Tidak Bohong, Atlantis Ada di Indonesia

Plato Tidak Bohong, Atlantis Ada di Indonesia

Buku Karya : Dr. Danny Hilman Natawidjaja
dany hilmanBanyak kalangan mempertanyakan apakah buku ini terprovokasi oleh Santos, Oppenheimer, maupun puluhan penulis Atlantis di seluruh dunia. Sehingga banyak yang menduga Danny Hilman ikut dalam arus belum terselesaikannya apakah Atlantis adalah mitos atau fakta. Bahkan, meski belum membaca bukunya sudah muncul terlebih dulu black propaganda bahwa Danny Hilman terseret arus pseudosains.
http://gunungtoba2014.blogspot.com
Kalau kita mau jeli, usia situs Gunung Padang di bawah permukaan jauh lebih tua dari peradaban Atlantis yang terkubur karena desakan kenaikan air laut. Daftar isi buku ini sesuai judulnya, akan membuktikan dari pemeriksaan beberapa sumber bahwa cerita Plato tentang atlantis bukan khayalan. Penulis menemukan  kronologi sampai Plato bicara Atlantis. Secara spesifik buku ini jauh berbeda dengan karya Santos atau lainnya. Fokusnya adalah membedah Timiaeus Critias dan Bencana Katastrofi Purba Nusantara  disertai lima cuplikan sebagai suplemen, yakni Cuplikan Naskah Timaeus dan Critias tentang Atlantis, Proses Tenggelamnya Sundaland, Siklus Bencana Katastrofi di Nusantara, Konsep Bencana Katastrofi dan Siklus Peradaban  (Danny Hilman merekam dengan baik beberapa peristiwa katastropi dan hancurnya peradaban).

Ada beberapa kutipan dialog yang tidak pernah kita dengar selama ini, dan Danny Hilman berhasil menemukannya. Atlantis memang masih jadi perdebatan antara mitos atau fakta otentik. Tetapi dalam buku ini kronologis mengapa Plato bicara Atlantis dapat dipahami dan dibuktikan.
(Koleksi Pustaka Warna).

Sumber:
http://majalahwarna.com/plato-tidak-bohong-atlantis-ada-di-indonesia/ 






PLATO TIDAK BOHONG ATLANTIS ADA DI ZAMAN PRA-SEJARAH INDONESIA



 Plato adalah filosof dan ilmuwan besar yang hidup pada masa  masa 424 s/d 347 Sebelum Masehi.   Dia adalah murid Socrates yang tidak kalah hebatnya.   Dua konsep Plato yang sampai sekarang menjadi acuan dunia adalah konsep negara replubik (dari bukunya yang berjudul “Republic”) dan konsep tentang empat unsur utama pembentuk alam, yaitu: Api, Air, Tanah, dan Udara.  Peninggalan Plato lain yang tidak kalah terkenalnya tapi sangat kontroversial adalah tentang kisah Kerajaan Atlantis yang dituangkan dalam Dialog Timaeus dan Critias.  Untuk memahami Atlantis harus mempelajari sumber aslinya langsung tidak hanya membaca pembahasan Atlantis di berbagai buku, termasuk Karya Santos.  Anda akan terkejut bahwa  hampir semua kontroversi itu jawabannya ada dalam dua Dialog Plato tersebut.
Dalam Dialog Plato dikatakan bahwa Kisah Atlantis berdasarkan fakta bukan fiktif, dan sudah diakui kebenarannya oleh Solon, seorang legislator Yunani yang sangat dihormati dan paling bijak yang hidup 150 tahun lalu sebelum zaman Plato (A-1).    Solon mendapatkan naskah ini ketika berkunjung ke Kota Sais di Mesir dari para pendeta tinggi di sana.  

Sumber asli-nya adalah prasasti dalam huruf sangat kuno (“hierroglyphs”?) yang  diterjemahkan ke dalam bahasa Mesir waktu itu oleh para pendeta tersebut (A-2).   Kemudian oleh Solon Naskah itu diterjemahkan lagi ke dalam bahasa Yunani dan kemudian diberikan kepada sahabatnya Dropides, kakek buyut Plato (A-2).  Selanjutnya naskah asli terjemahan Solon itu  jatuh ke tangan Critias, kakek Plato, dan kemudian diserahkan ke Plato dan dipelajarinya sejak kecil (A-2,3).

Ada sebagian orang yang menyangka bahwa Atlantis hanya ada dalam imajinasi Plato belaka sebagai negeri ideal yang diuraikan dalam buku Republiknya.  Ini sangat gegabah dan tidak berdasar.  Sama saja mengatakan bahwa Plato bohong.  Bagaimana mungkin seorang  Plato bisa berbohong tanpa alasan yang kuat ?  Ini tidak masuk akal.   Negeri Atlantis yang sangat dikagumi Plato dalam Timaeus dan Critias tidak mirip dengan negeri ‘Republik’nya Plato, bahkan merupakan anti-thesisnya.  Negeri Republik-idealnya Plato mungkin lebih mengacu ke ‘Athena purba’ yang dalam Dialog Timaeus dikatakan mempunyai sistem konstitusi yang luarbiasa (A-9). Sebaliknya  Atlantis adalah negeri dengan sistem kerajaan yang diperintah oleh kekuasaan absolut dari para rajanya (A-37).The Republic (abridged)
Timaeus dan Critias tidak semata-mata berkisah tentang Atlantis, tapi mungkin pada awalnya malah ditujukan untuk menceritakan kepahlawanan  pasukan Athena kuno yang menang perang melawan pasukan Atlantis di wilayah Mediteranian (A4,10,12).   Raja Atlantis dan pasukan tempur maritimnya datang menyebrangi Samudra ‘Atlantic’ untuk menaklukan seluruh wilayah Eropa dan Afrika (A10).  Banyak wilayah Eropa dan Afrika yang sudah ditaklukan tapi pasukan gabungan negara-negara Yunani yang dipimpin Athena tetap berperang dengan gigih melawan pasukan Atlantis (Timaeus).  

Pada akhirnya pasukan Athena menang (A.10), sehingga wilayah yang tadinya sudah takluk terhadap Atlantis bebas, khususnya Mesir (Timaeus).  Para pendeta tertinggi Mesir memberikan naskah kuno tersebut kepada Solon sebagai penghargaan terhadap jasa para pahlawan Athena yang dulu pernah membebaskan Mesir dari kekuasaan Atlantis (A1).   Jadi Dialog Plato tidak melulu bercerita tentang Atlantis tapi juga tentang kebesaran Athena purba (A.9).  Perlu digaris-bawahi bahwa yang dimaksud dengan Athena (oleh Plato) bukan Athena yang dikenal masyarakat pada waktu itu tapi peradaban kuno yang menjadi leluhur bangsa Athena dan juga Mesir, yang juga sudah tidak dikenal lagi (A9).

Lebih jauh, Plato menguraikan suatu kearifan yang luarbiasa bahwa sesungguhnya peradaban manusia dulu sudah banyak yang lebih maju tapi selalu dimusnahkan oleh bencana katastrofi yang terjadi berulang-ulang dalam perioda yang sangat panjang  sehingga hilang tidak berbekas (A5,6,7,8).  Misalnya dikatakan Plato bahwa dulu (pada Zaman Atlantis/Athena Purba) orang bisa melintasi Samudra Atlantic, tapi pada zamannya sudah tidak mampu lagi (A-10).  Alasannya karena para ilmuwan dan teknokrat masa purba yang tinggal diperkotaan mati oleh bencana, yang tersisa biasanya adalah golongan yang berpendidikan rendah, seperti para petani dan peternak yang hidup di desa-desa (A6,7).  Selain itu, tidak banyak catatan tertulis tentang tradisi dan IPTEK yang sudah dicapai pada masa purba sehingga  generasi selanjutnya harus kembali belajar dari nol, tidak pernah tahu apa yang pernah terjadi di masa dahulu kala (A5,7,8).  Itu pula sebabnya kenapa orang tidak tahu tentang kisah Atlantis dan Athena purba. Plato kemudian mengatakan bahwa generasi dia atau yang akan datangpun bisa mengalami nasib yang sama.

Di mana lokasi Negeri Atlantis?  Yang pasti bukan di sekitar wilayah Laut Tengah (Mediteranian), yaitu: Eropa , Asia (Turki) dan Mesir (Afrika Utara).  Semua kandidat Atlantis yang diajukan dari wilayah Mediteranian ini, termasuk Crete – Minoan, Cyprus, dll tidak ada yang cocok dengan deskripsi dalam Dialog Plato, kecuali sebagian saja.  Selain itu jelas dikatakan bahwa Raja Atlantis dan pasukan tempur-maritimnya datang dari Samudra Atlantic untuk menyerang Eropa dan Asia, bukan berasal dari wilayah ini (A.10).  Jadi, pasukan Maritim Atlantis kemungkinan besar masuk via Selat Gibraltar terus ke Laut tengah (Mediteranian).

Pada Zaman Plato orang Eropa tidak ada yang bisa berlayar menyebrangi Samudra Atlantic  sehingga tidak ada orang yang tahu sampai mana batas Samudra Atlantic dan ada apa di seberang sana.   Apakah mungkin Daratan Atlantis itu berada di Samudra Atlantic menurut pengertian kini?  Ini juga tafsiran yang salah kaprah.  Istilah/nama pada zaman dahulu belum tentu sama dengan arti pada zaman sekarang.   Santos menghabiskan satu bab dalam bukunya untuk menguraikan bahwa yang disebut Samudra Atlantic oleh orang-orang Eropa pada  zaman Plato adalah samudra yang mengelilingi seluruh dunia.  Selanjutnya Santos menguraikan berbagai peta dan naskah kuno yang memperlihatkan tidak ada pembagian Samudra seperti sekarang (Atlantic, Pasific, Hindia).  Satu kasus menarik dalam sejarah adalah tentang  Christoper Colombus yang mengarungi Samudra Atlantic (dari Eropa/Mediteranian) untuk mencari ‘The East Indies’ (konon “hidden agenda” Colombus adalah mendapat mandat dari Kerajaan Inggris untuk mencari Tanah Surga Atlantis –WallahuAlam).  Namun Colombus terdampar di Benua Amerika.  Ini berarti sampai masa Colombus orang Eropa tidak mengetahui keberadaan Benua Amerika, disangkanya  dengan menyebrang Samudra Atlantic akan sampai ke East Indie tersebut.   Itu sebabnya kenapa penduduk asli Amerika disebut sebagai ‘Indian’ oleh Colombus karena ketidaktahuannya.   Jadi mencari Atlantis hanya di Samudra Atlantic sekarang adalah kesalahan besar, apalagi sampai ngotot membuat hipotesa konyol tentang benua hilang di tengah-tengah Samudra Atlantik yang dari sudut pandang ilmu geologi adalah hal mustahil.

Untuk memahami dan mencari lokasi Atlantis yang sebenarnya kita harus mencermati ciri-ciri kondisi alam nya yang diuraikan dengan cukup rinci dalam Dialog Timaeus dan Critias.  Saya membantu merangkumnya, sebagai berikut:
  1. Negeri Atlantis berada di sebuah pulau/daratan di seberang Samudra Atlantic dari Eropa Barat.  Pulau tersebut terletak di muka selat-selat yang disebut sebagai “Pillar Heracles” (A.10).  Luas pulau ini lebih besar dari Libya dan Asia pada waktu itu.  Wilayah di dalam atau diantara selat-selat Heracles itu hanya ada laut dangkal dan pelabuhan dengan akses kanal yang sempit, tapi yang diluar selat adalah benar-benar lautan luas yang diujungnya dibatasi oleh benua tak bertepi.
  2. Bahwa pulau/daratan  yang dimaksud di-poin 1 sebenarnya merupakan semenanjung besar/panjang  yang menjorok  ke arah lautan dari bagian pinggiran sebuah benua.  Semenanjung besar ini dikelilingi oleh lautan dalam (A14).
  3. Di tengah-tengah Pulau Atlantis ada wilayah dataran luas yang terindah di dunia dan tidak ada yang mengalahkan kesuburannya (A16).  Morfologi dataran itu sangat rata, berbentuk persegi panjang dengan ukuran: panjang 555 km dan lebar 370 km (A30).  Tanah datar ini dikelilingi oleh wilayah pegunungan dengan gunung-gunung/bukit-bukit  yang yang berbagai ukuran dan terkenal sangat indah(A31).  Dari wilayah pegunungan ini mengalir banyak sungai-sungai ke arah dataran, kemudian sungai tersebut mengalir meliuk-liuk di wilayah dataran (aluvial).  Semua aliran sungai ini bersatu dan masuk ke wilayah kota metropolis Atlantis yang dibangun di atas wilayah dataran ini, dan kemudian induk sungai itu mengalir ke laut (A33).
  4. Tanah Negeri Atlantis sangat subur, terbaik di dunia,  yang menghasilkan buah-buahan sangat berlimpah dan banyak sekali macamnya (A13);  termasuk jenis buah yang kulit luarnya keras yang bisa diminum airnya, dimakan dagingnya, dan juga dimanfaatkan minyaknya, alias KELAPA  (A20).  Tanah pertaniannya selalu mendapat kecukupan air dengan memanfaatkan air hujan ketika musim hujan dan kanal-kanal irigasi air dari banyak aliran sungai ketika musim kemarau.  Hasilnya dipanen dua kali dalam setahun (A35).
  5. Selain pertanian banyak tumbuh  pohon-pohon besar-tinggi yang menambah keindahan alam (A28), disamping juga menghasilkan berbagai macam kayu untuk bahan mebel dan bangunan (A18).
  6. Tanah Atlantis adalah sumber dari segala wewangian yang berasal dari akar-akaran, tanaman herbal dan berbagai macam kayu, atau konsentrat  minyak wangi yang didestilasi dari buah-buahan dan bunga-bungaan (A20).
  7. Fauna di Negeri Atlantis luar biasa banyak populasi dan ragamnya. Terdapat populasi gajah yang sangat banyak, dan berbagai jenis binatang yang menghuni wilayah danau-danau, rawa-rawa, sungai-sungai, dan juga yang hidup di wilayah pegunungan dan dataran (A19), baik yang liar ataupun yang dipelihara (A18).    Diantara binatang buas ada yang terkenal paling besar dan terganas  sedunia(A19).  Di perairannya terdapat banyak ikan lumba-lumba yang diilustrasikan sangat akrab dengan penduduk Atlantis. Kuda-kuda pun sangat  banyak.  Di wilayah dataran dibangun arena pacuan kuda yang sangat besar, di sepanjang Pulau (ratusan kilometer) dengan lebar arena pacu  ~200 meter (A28).
  8. Tanah Atlantis juga sangat kaya dengan sumber daya mineral dan logam.  Ada banyak macam batu-batuan beraneka warna yang dipakai untuk membangun berbagai bangunan, istana-istana, dan kuil-kuil (candi-candi)  (A24).  Tanah Atlantis juga penghasil banyak sekali emas, perak, tembaga, dan “orichalcum” (logam mulia sejenis campuran emas-tembaga yang bercahaya merah).  Semua bahan logam ini sudah ditambang dan digunakan untuk berbagai keperluan termasuk untuk membuat hiasan dan patung-patung, juga untuk melapisi dinding dan lantai bangunan (A24,26).
  9. Selain itu di Negeri Atlantis banyak terdapat sumber-sumber mata air panas dan dingin yang dibuat menjadi pancuran di dalam gedung-gedung untuk tempat bersantai dan mandi-mandi yang dilengkapi dengan berbagai tanaman disekitarnya (A27).
Peradaban Atlantis diilustrasikan sangat maju.  Dengan dukungan sumber daya alam yang melimpah, Atlantis mampu membangun banyak kuil/candi tempat beribadah, istana-istana, dan pelabuhan-pelabuhan (A21).  Keahlian yang sangat menonjol terutama dalam membuat kanal-kanal besar di seluruh wilayah negerinya.   Di sekeliling dataran Atlantis dibangun kanal besar dengan lebar 1 stadia (185m) dan dalamnya 100ft (~35m) membentuk lingkaran konsentris sepanjang  1000 stadia (1850 km).  Kemudian dibangun juga jaringan kanal-kanal selebar 100 ft dari wilayah hulu sungai (di pegunungan) sampai ke dataran, terus sampai ke kota untuk membawa berbagai hasil hutan/pertanian (kayu dan buah-buahan).  Jarak antara jaringan kanal-kanal adalah 100 stadia (~18.5km)  yang terhubung satu sama lain (A34).  Wilayah hulu-hulu sungai (pegunungan) dihuni oleh para pemilik dan pengolah tanah pertanian dan peternakan yang kaya raya.  Mereka mensuplai berbagai kebutuhan pangan untuk penduduk negeri. (A31)

Di wilayah dataran ini terdapat Ibu Kota Metropolis Atlantis yang besar, canggih, dan sangat elok (A22-29.   Arsitekturnya kota juga didominasi oleh teknologi kanal dan jembatan.  Di tengah kota terdapat pulau utama yang berdiameter 5 stadia (~1km).  Di tengah pulau tersebut terdapat Istana Poseidon yang sangat megah.  Pulau utama tersebut dikelilingi oleh selang-seling zona tanah dan air yang konsentris membentuk lingkaran sebanyak 10 lapis.  Zona paling luar selebar 50 stadia (~9.2km) adalah tempat pusat kota Atlantis yang dipinggirannya dibangun  benteng tersusun dari batu yang membatasinya dengan wilayah sekitar.    Di satu sisi benteng yang menuju lautan lepas dibangun kanal utama yang memotong zona paling luar tersebut menuju pelabuhan utama Atlantis.  Lebar kanal adalah 300 ft (100m) dengan kedalaman sekitar 100ft (35m) sepanjang 9.2km.  Dua zona tanah dan air di sebelah dalam dari pelabuhan selebar 3 stadia (555m).   Empat zona tanah dan air berikutnya mempunyai lebar 2 stadia   (370m). Kemudian dua zona tanah dan air yang langsung mengitari pulau utama mempunyai lebar masing-masing 1 stadia (185m).  Semua zona yang melingkar konsentris tersebut dihubungkan dengan jembatan dan kanal.

Ringkasnya, uraian di atas di atas jelas ciri-ciri alam daratan Atlantis menunjukkan ciri-ciri alam tropis yang sangat subur dan mempunyai kekayaan sumber daya alam luarbiasa, termasuk keragaman flora-fauna, pertanian, hasil hutan, dan pertambangan logam.   Daratan tersebut bukan pulau terpisah tapi anjungan besar dari sebuah benua, dimana di tengahnya terdapat dataran rendah yang luas dan landai dikelilingi oleh jalur pegunungan dengan gunung-gunung api aktif.  Kemudian geografisnya juga  dicirikan oleh dataran besar aluvial landai yang berdimensi 555 x 370 km berada di tengah daratan dan dialiri sungai (sangat besar) yang hulu-hulunya berasal dari pegunungan yang  mengelilinginya.  Sumber daya alam yang luarbiasa tersebut benar-benar dimanfaatkan untuk membangun sebuah negeri maritim yang besar dan elok dan sangat tinggi peradabannya.  Kekuasaan Atlantis meliputi pulau besar yang diuraikan di atas ditambah pulau-pulau lainnya dan juga sebagian wilayah benua (A10).   Jadi bukan hal aneh apabila sisa-sisa peradaban Atlantis ini ditemukan hampir diseluruh dunia, termasuk wilayah di benua Amerika, Asia, dan Afrika.  Pada zaman Atlantis, sebelum 11.600 tahun lalu, ketika  dunia masih berada dalam zaman es, dikatakan bahwa negeri di wilayah tropis ini jauh lebih subur dan nyaman dibanding sekarang (Zaman Solon-Plato) karena iklimnya berbeda, temperaturnya beberapa derajat lebih dingin.  Pada zaman es wilayah ini merupakan yang terkaya, terindah dan ternyaman di muka bumi, seperti yang diilustrasikan oleh Dialog Plato, namun sudah mengalami  degradasi akibat erosi, sedimentasi dsb. (A-15).

Kemudian diceritakan bahwa pada masa kejayaan,  penduduk negeri Atlantis sangat patuh pada aturan, taat beribadat, sangat menjunjung tinggi budi pekerti yang luhur, dan tidak kemaruk oleh keduniawian walaupun berlimpah harta dan emas-permata.  Namun akhirnya mereka lupa diri, kemudian berambisi ingin menaklukan siapa saja di seluruh dunia.  Sampai akhirnya tidak lama setelah kalah perang melawan Athena Purba, sekitar 11.600 tahun lalu (BP),  Negeri Atlantis musnah oleh bencana katastrofi.  Peristiwa ini dimulai dengan  hujan yang sangat lebat mengguyur Negeri Atlantis selama satu malam. Setelah itu datanglah bencana gempabumi yang sangat dahsyat yang diikuti oleh banjir besar (=tsunami)  yang hempasan gelombangnya menginundasi daratan sampai jauh ke dalam (A-11,37) memusnahkan Negeri Atlantis hanya dalam sehari-semalam.  Dikatakan bahwa Negeri Atlantis (seperti) hilang tenggelam di bawah laut, dan setelah itu laut di sekitar Pulau Atlantis yang ‘tenggelam’ jadi sukar untuk dilayari karena banyak  tumpukan lumpur (A-37).

Perlu dikaji bahwa ekspresi ‘Pulau Atlantis tenggelam dalam sehari-semalam’ tidak harus diinterpretasikan secara literal.  Ingat bahwa setelah bencana tsunami di Aceh tahun 2004.  Orang sering mengekspresikan bahwa ‘Kota Banda Aceh tenggelam’ oleh tsunami.  Memang benar Banda Aceh tenggelam seketika di-inundasi gelombang tsunami, tapi air laut surut lagi.  Namun, tanah Banda Aceh  turun sampai setengah meter akibat tektonik (“tectonic subsidence”) sehingga bagian pantainya tetap di bawah air.  Banda Aceh juga dipenuhi oleh lumpur beserta berbagai sampah yang dibawa oleh air.  Jadi deskripsi kondisi Banda Aceh setelah tsunami ada kemiripan dengan  deskripsi kondisi Atlantis setelah ‘gempa dan banjir’ tersebut, yaitu dikatakan tenggelam dan penuh lumpur, yang dalam hal ini yang dimaksud adalah bagian dataran rendahnya saja di mana Kota Metropolis Atlantis berada.

Pada masa Solon (600 M) Pulau Atlantis memang sudah benar-benar tenggelam di bawah laut, tapi tenggelamnya daratan Atlantis di bawah laut tidak terjadi dalam sehari-semalam karena bencana banjir besar yang terjadi pada 11.600 tahun lalu tersebut,  melainkan melalui proses alam yang perlahan dan sangat lama.  Hal ini diilustrasikan dalam Dialog Plato dengan mengilustrasikan terjadinya proses erosi dan  sedimentasi secara perlahan-lahan selama ribuan tahun sehingga terjadi akumulasi tebal (yang menutupi apapun yang di bawahnya) dan berbarengan dengan itu air laut terus naik (atau bisa juga diekspresikan dengan ‘tanahnya yang terus turun’), sehingga akhirnya pulau besar Atlantis seperti  hilang dari pandangan, tapi masih menyisakan tulang-tulang daratan (wilayah pegunungan) yang masih terlihat di atas muka laut berupa pulau-pulau yang lebih kecil (A-15).  Nah, dengan pengetahuan ini pencarian daratan Atlantis menjadi lebih mudah lagi, bukan?

Jadi, “to the point” saja, di mana Atlantis? Ah, tidak perlu jenius untuk menjawab hal ini.  Silahkan membuka peta dunia dan mencari sendiri wilayah mana yang memenuhi kriteria Tanah Atlantis di wilayah Tropis, tidak banyak pilihannya.  Ya, benar,  tidak ada pilihan lain kecuali “Sundaland”,  daratan yang dulu lebih luas dari ‘Lybia’ (Afrika Utara)+ ‘Asia’(=Turki)  tapi sudah tenggelam sehingga hanya kelihatan ‘tulangnya’ saja, yaitu Sumatera, Jawa, dan Kalimantan.   Daratan besar lain yang berada di zona Tropis adalah di bagian tengah dari Benua Afrika (Kongo, Tanzania, Kenya, Uganda, dll) dan Bagian Selatan Benua Amerika (Brasil, Peru, Equador, Kolombia, Venezuella).  Tapi dua lokasi daratan ini tidak tenggelam dan tidak pernah tenggelam sejak 20.000 tahun lalu, juga ciri-ciri geografisnya tidak memenuhi deskripsi Plato.  Sundaland 100% cocok dengan semua deskripsi tentang Pulau/Daratan Atlantis yang diuraikan dalam Timaeus dan Critias.  Sundaland pada masa 11.600 tahun lalu adalah daratan yang notabene merupakan semenanjung besar yang menjorok dari Benua Asia.  Semua ciri-ciri alam, termasuk jenis flora-faunanya dan sumber daya mineral-logam (emas, perak, tembaga) yang disebutkan dalam Critias dipunyai oleh Sundaland.

Ditambah lagi uraian tentang adanya dataran aluvial besar di tengah-tengah tanah Atlantis yang hulu-hulu sungainya dari pegunungan di sekitarnya sangat pas dengan keberadaan Sungai Sunda purba di perairan Laut Jawa dan Selat Malaka yang anak-anak sungainya bermuara di punggungan Sumatra, Jawa, dan Kalimantan yang mengelilinginya.   Jadi kalau dikatakan sungai purba di Sundaland bukan bukti adanya peradaban Atlantis memang bukan bukti langsung atau yang berdiri sendiri melainkan salah satu faktor utama untuk memenuhi kriteria Atlantisnya Plato.  Lebih lanjut lagi, dimensi tanah landai dimana terdapat Kota Metropolis Atlantis, yaitu 555 x 370 km, pas juga dengan dimensi Laut Jawa, bekas dataran aluvial landai yang sudah tenggelam; silahkan diukur sendiri supaya yakin.

Atlantis = Sundaland, itu juga yang diteriakkan oleh Santos dalam bukunya : “ATLANTIS  the Lost Continent Finaly found”.  Uraiannya cukup ruwet dan berliku-liku dan terkadang seperti tidak masuk akal, tapi ide utama yang dikemukakan sebetulnya simpel dan brilian.  Sebelumnya sudah banyak berbagai kandidat Atlantis yang diajukan tapi tidak ada yang benar-benar memenuhi syarat dan anehnya tidak ada satupun yang melirik Sundaland.  Apakah memang tidak ada orang yang serius membaca Timaeus dan Critias, atau barangkali disengaja untuk mengecoh orang  dengan membuat banyak “decoy-decoy” yang tidak masuk akal apapun tujuannya, Wallahualam.  Santos punya kesalahan cukup fatal  karena menafsirkan Pulau Atlantis benar-benar tenggelam dalam sehari-semalam, seperti banyak ditafsirkan oleh banyak orang.   Oleh karena itu dia mengajukan hipotesa yang seolah-olah sudah benar-benar dia yakini bahwa yang menghancurkan dan menenggelamkan Pulau Atlantis adalah letusan gunung api Krakatau Purba yang kemudian memicu massa es di bumi mencair seketika sehingga menaikkan air laut sampai puluhan meter hanya dalam sehari-semalam.  

Alasan ini  tentu tidak bisa diterima oleh ilmu geologi  karena letusan katastrofi tidak membuat es mencair, tapi sebaliknya malah menurunkan temperatur  bumi  seperti halnya letusan Toba yang menurunkan temperatur bumi beberapa derajat selama 6 tahun.  Disamping itu dalam Timaeus-Critias tidak menyinggung fenomena bencana letusan gunung api.  Walaubagaimanapun, karya Santos sangat berjasa dalam membukakan ide tentang lokasi Atlantis yang lebih masuk akal ini.  Selain itu dia terutama sudah bekerja keras mengumpulkan banyak mitos, tradisi, peta dan catatan kuno, serta berbagai literatur untuk memperkuat bukti bahwa bukan hanya Plato yang mengatakan tentang adanya  ‘Tanah Surga Purba – Pusat Peradaban Dunia’ tapi juga diceritakan oleh banyak sumber yang meskipun nama sebutannya  berbeda-beda tapi deskripsinya banyak kemiripan dengan deskripsi Atlantis-nya Pluto.  Misalnya adalah cerita dari ahli sejarah Yunani terkenal yang hidup pada Abad satu sebelum Masehi, yaitu Diodorus Sicculus, tentang “Islands of Heliads” atau Negeri Matahari jauh di selatan di wilayah lautan di Selatan India; atau tentang Negeri “PUNT”orang Mesir yang dikatakan sebagai negeri pertama para leluhurnya yang terletak jauh di timur.

Nama pusat peradaban kuno yang cukup terkenal selain Atlantis adalah LEMURIA atau Tanah Mu (“The Land of Mu”).  Kisah Mu pertamakali dikemukakan oleh Le Ploengon (1825-1907) setelah dia kembali dari perjalanannya melihat sisa-sisa reruntuhan peradaban Maya di Yucatan, Mexico.  Dari berbagai relief bangunan,artefak,  simbol-simbol, dan tulisan hieroglpyhs yang ditemukan di sana Le Ploengon berkesimpulan bahwa peradaban (leluhur) bangsa Maya lebih tua dari peradaban Mesir dan Yunani, bahkan lebih jauh lagi menginduk ke peradaban sangat kuno dari satu daratan yang dulu tenggelam karena bencana.  Salah satu leluhur dari daratan tenggelam itu adalah ‘Ratu Moo’ yang membangun peradaban di Mesir dan Yunani.  Le Ploengon kemudian menginterpretasikan bahwa daratan yang dimaksud bangsa Maya adalah sama dengan tanah Atlantis di dalam Timaeus dan Critias yang menurut keyakinannya ada di tengah Samudra Atlantic .  Le Ploengon adalah juga seorang pioneer dalam penggunaan kamera foto (termasuk teknik foto 3-D) untuk mendokumentasikan reruntuhan Maya tersebut.   Dokumen foto-foto nya menjadi data yang sangat berharga karena sekarang banyak sisa-sisa reruntuhan Maya yang sudah rusak atau dimusnahkan (oleh Spanyol).  Koleksi Foto-foto, catatan harian dan berbagai catatan-analisa Le Ploengon yang asli sekarang tersimpan di Museum Getty, Los Angeles.

Kemudian, James Churchward (1851–1936) lebih mempopulerkan lagi ide-nya Le Ploengon tersebut dalam satu seri buku-nya yaitu: Lost Continent of Mu, the Motherland of Man (1926), kemudian di-edit lagi menjadi The Lost Continent Mu (1931), dan seterusnya ditulis dalam buku populer berjudul  The Children of Mu (1931) dan The Sacred Symbols of Mu (1933).  Churhward meng-klaim bahwa urain didalam buku-bukunya tersebut adalah dari transkrip huruf kuno pada dua buah tablet tanah yang diperlihatkan oleh pendeta tinggi di India (ketika dia sedang berdinas sebagai militer di sana) dan juga dari 2500 tablet batu bertulis dari reruntuhan Maya di Meksiko yang dikumpulkan oleh William Niven.  Tapi, konon, 2500 tablet batu itu sayangnya raib ketika sedang dikirim dari Meksiko ke USA.  Singkatnya Churchward menguraikan bahwa di Tanah Mu atau Le-MU-ria  ada peradaban tinggi bangsa “Naacal” yang berkembang sejak 50.000 tahun lalu sampai 12.000 tahun lalu, yaitu saat musnah karena bencana alam.  Ketika terjadi benjana besar tersebut populasi bangsa  Mu sudah mencapai  64 juta penduduk dan meninggalkan banyak kota-kota besar dan koloni-nya diberbagai tempat di dunia.  Salah satu ciri khusus dari peninggalan bangsa Mu atau Naacal ini adalah simbol (Dewa) Matahari dan (manusia) burung yang terukir diberbagai artefak dan peninggalan megalitik di banyak tempat di dunia, termasuk patung-patung batu besar (Moai) di Pulau Easter, Polinesia.   Namun, berbeda dengan interpretasi Le Ploengon, Churhward percaya bahwa daratan besar yang tenggelam dari leluhur bangsa Maya (dan juga bangsa-bangsa lainnya, termasuk Mesir dan Yunani) adalah di tengah-tengah Samudra Pasific, bukan di Samudra Atlantic.

Baik karya Le Ploengon ataupun Churchward dua-duanya banyak dicemoohkan oleh kalangan ilmiah.  Yang Menarik, alasan utama kenapa karya mereka ‘dibuang’ adalah karena berhipotesa tentang benua yang tenggelam di tengah samudra , yang satu bilang di Atlantic lainnya di Pasific, karena ini adalah hal yang mustahil untuk dunia ilmiah, khususnya menurut ilmu geologi.  Gara-gara interpretasi yang sembrono inilah maka kerja keras mereka yang sesungguhnya menjadi ikut dianggap sampah, sama seperti halnya Santos yang membuat hipotesa konyol tentang letusan gunung berapi yang mencairkan es.  Aneh juga kalau dipikir sepintas lalu bahwa mengajukan benua (khayalan) yang tenggelam di tengah Samudra sepertinya dianggap lebih masuk akal dibandingkan mengusulkan daratan yang benar-benar pernah ada, yaitu Sundaland.  Tapi harus diingat bahwa ketika zaman Le Ploengon dan Churchward, perihal geologi dari Sundaland belum banyak diketahui dan dipahami orang.

Cerita daratan besar tenggelam lain yang tidak kalah menariknya adalah “Kumari Kandam” yang disebut dalam literatur kuno Sangam-Tamil (tertulis pada awal Masehi), India (http://en.wikipedia.org/wiki/Kumari_Kandam) .  Diceritakan bahwa dulu ada Kerajaan kuno Pandiyanyang berada di dataran antara Sungai Besar Pahruli dan Kumari dengan wilayah pegunungan disekitarnya.  Kemudian ‘laut yang kejam’ mengambil (=menenggelamkan) dataran dan sungai besar itu sehingga sang raja Pandiyan  menaklukan tanah raja Chola dan Chera (di India) sebagai penggantinya.  Menarik untuk dicatat bahwa sungai purba besar di Sundaland pun ada dua, yang satu berada di Selat Karimata sekarang dan bermuara ke Laut Cina Selatan, dan satu lagi berada di Laut Jawa sekarang dan bermuara ke timur, yaitu di selatan Selat Makasar.   Lokasi dari Tanah Pandiyan itu dideskripsikan berada di ‘selatan’ semenanjung India yang kemudian oleh kongres nasionalis Tamil, Kumari Kandam ini tidak lain adalah LEMURIA, pusat peradaban dunia, dan letaknya di tengah Samudra Hindia.  R. Mathivanan, kepala editor “Etymological Dictionary Project dari Pemerintahan Tamil Nadu, meng-klaim bahwa dia bisa memecahkan transkrip kuno dalam artefak Indus yang isinya antara lain menginformasikan bahwa peradaban Kumari Kandam (sebagai leluhur bangsa Tamil) mulai berkembang sejak 50 ribu tahun lalu sampai tenggelamnya karena banjir besar (sejak) 16 ribu tahun lalu; kemudian 6 ribu SM Raja Pandiya  dari Kumari Kandam mulai mendirikan kerajaan kedua di tanah barunya, yaitu di wilayah India sekarang, dsb.dst.  Yang sangat janggal, kongres tamil ini bersepakat bahwa lokasi Kumari Kandam itu di tengah-tengah Samudra Hindia yang jelas-jelas tidak bisa diterima oleh sejarah geologi karena di situ tidak pernah ada tanah tenggelam ribuan-puluhan ribu tahun lalu.  Yang benar, sejarah tektonik mengatakan bahwa pulau India itu 90 JUTA tahun lalu lokasinya memang berada di Samudra Hindia sekarang, kemudian karena proses tektonik lempeng daratan ini melaju ke utara dengan kecepatan sampai 20 centimeter/tahun sampai akhirnya mulai menabrak Benua Asia sekitar 50-45 JUTA tahun lalu yang karenanya pegunungan Himalaya sekarang ada.  Jadi kalau dikaitkan dengan geologi maka kisah daratan Kumari Kandam di Samudra Hindia waktu kejadiannya kekurangan tiga angka NOL. Apakah Kongres Tamil waktu itu tidak terpikir untuk melirik ke daratan tenggelam yang lebih masuk akal yaitu Sundaland? Boleh jadi bersikap nehi-nehi terhadap kemungkinan itu karena sampai saat ini Bangsa India dikenal sebagai pembina peradaban Indonesia,  masa iya harus mengakui sebaliknya,  Wallahualam.

Sampai saat ini bencana katastrofi yang menghancurkan Atlantis, dari sudut pandang ilmiah, tetap masih merupakan misteri yang harus diteliti serius.  Timaeus dan Critias hanya mengatakan bahwa bencana itu dimulai dengan satu malam diguyur hujan yang sangat lebat kemudian datanglah bencana gempa dan banjir atau tsunami, diikuti oleh gejala penurunan tanah.  Apakah maksudnya gempa tektonik?  Di Sundaland gempa dan tsunami besar hanya bisa dihasilkan oleh zona subduksi, atau disebut juga sebagai “megathrust”, seperti halnya yang menyebabkan tsunami Aceh tahun 2004, Pangandaran tahun 2006 dan tsunami di Pagai, Mentawai tahun 2010.  Apabila Kota Metropolis  Atlantis itu berada di dekat Selat Sunda, maka sumber gempa mautnya kemungkinan besar adalah megathrust  dengan skala sangat besar di wilayah Selat Sunda, katakanlah sampai 9.5 SR atau lebih, sehingga memecahkan batas lempeng dari mulai barat Sumatra – Selat Sunda – sampai ke Selatan Jawa.  Apakah goyangan dari gempa  seperti ini cukup untuk merontokkan Atlantis dan membangkitkan tsunami yang menenggelamkan Kota Metropolisnya?   Mungkin saja, tapi taksiran saya mungkin harus dibarengi dengan longsoran besar di bawah laut di dekat  Selat Sunda untuk  bisa membangkitkan tsunami sampai lebih dari seratus meter.  Dan boleh jadi juga keberadaan kanal-kanal air di wilayah dataran Atlantis ini menjadi jalan bagi gelombang tsunami untuk merambat jauh ke daratan.  Perlu ada  pemodelan tsunaminya untuk bisa lebih kuantitatif dan pasti.  Gempa Megathrust di zona Subduksi Sumatra-Selat Sunda-Jawa juga dapat menyebabkan penurunan tanah atau “tectonic subsidence” di wilayah Selat Sunda ke timur.  Jadi hipotesa ini kelihatannya cocok dengan deskripsi dalam Dialog Plato.  Kalau benar ada gempa raksasa yang pernah terjadi di wilayah Selat Sunda, maka hal ini cukup menakutkan karena segmen megathrust di wilayah Selat Sunda statusnya “seismic gap” (tidak pernah mengeluarkan gempa besar) dalam perioda yang sangat panjang,  alias dicurigai sudah mengumpulkan energi yang sangat besar sehingga siap memuntahkan energinya seperti pada masa purba untuk menghancurkan wilayah Kota Metropolis saat ini, yaitu Jakarta.

Walaupun demikian hipotesa bencana letusan gunung api tetap tidak bisa sama sekali diabaikan.  Dengan asumsi bahwa keterangan dalam Dialog Plato tidak lengkap sehingga tidak menyinggung ada fenomena ini, atau barangkali saja ada dalam Dialog Plato yang terputus atau hilang.  Selain itu gempa tektonik bisa juga memicu letusan gunung api.  Gunung api serta bumbungan letusannya ke angkasa banyak diasosiasikan oleh orang dengan istilah “Pillars of Heracles”.  Dari jejak kaldera yang terlihat sekarang bisa disimpulkan bahwa Krakatau Purba dulu lebih besar dari Krakatau yang meletus dahsyat tahun 1883.  Bahkan, ada yang menduga diameternya sampai 50 km melewati Gunung Sibesi – Rajabasa, Pulau Sangiang – Anyer – Komplek Krakatau yang aktif sekarang.  Letusan yang menghasilkan kaldera sebesar ini tentu benar benar katastropik, tidak hanya memusnahkan Atlantis tapi merupakan bencana global seperti halnya Letusan Toba sekitar 70.000 tahun lalu.  Namun, sejarah geologi letusan Krakatau pada masa purbakala masih gelap, sehingga saat ini kita hanya bisa berandai-andai saja.

Selain gunung api, orang bisa juga berhipotesa bahwa gempa yang dimaksud dalam Dialog Plato bukan gempa tektonik ataupun vulkanik, tapi karena ada tumbukan meteor besar.  Kalau ini yang terjadi, tsunami yang dibangkitkan bisa sangat besar, sampai ratusan meter.  Tumbukan meteor juga menimbulkan dampak iklim global yang mematikan, seperti halnya yang pernah terjadi 60juta tahun lalu yang memusnahkan hampir semua mahluk hidup di dunia termasuk dinosaurus.  Singkatnya, bencana yang pernah menghancurkan Atlantis di masa Pra-Sejarah adalah hal yang masih harus diteliti dan dicari fakta-faktanya.

Selanjutnya, kronologi kejadian tenggelamnya Atlantis pada 11.600 tahun lalu yang dikatakan dalam Dialog Plato sangat menarik karena pada masa itu pengetahuan geologi tentang adanya Zaman Es dan kenaikkan muka airlaut dari  20.000 tahun BP sampai 8000 tahun BP belum ada.  Jadi bagaimana orang bisa ‘berkhayal dengan cerdik’ dengan menempatkan waktu musnahnya peradaban Atlantis pada perioda terjadinya kenaikkan muka airlaut global tersebut?  Ada tiga kali pulsa perioda kenaikkan air laut yang relatif sangat cepat, yaitu yang disebut sebagai Melt Water Pulse (MWP) 1a, 1b, 1c pada sekitar 15.000-14.000 BP, 13.000-12.000 BP dan 11.000-8.000 BP. Timing 11.600 tahun lalu kira-kira ada diantara MWP 1b dan 1c.  Data detail tentang sejarah geologi kenaikkan muka airlaut sejak 20.000 tahun lalu di Sundaland masih sangat minim sehingga resolusinya masih rendah.  Denga kata lain seberapa cepat air laut bisa naik karena es meleleh, atau keberadaan naik air laut yang tiba-tiba pada MWP 1a,b,c masih harus diteliti lebih lanjut.  Apalagi kalau misalnya ada kenaikan air laut tiba-tiba yang sangat besar tapi hanya “spike” alias banjir besar dalam perioda yang singkat (karena surut lagi), maka hal ini tidak akan terekam dalam sejarah geologi kecuali kita punya rekaman data alam yang resolusinya tinggi, misalnya harian, mingguan, bulanan, atau juga tahunan.  Rekonstruksi yang ada sekarang adalah kenaikkan muka air laut yang resolusinya rendah, dan bukan berasal dari data di Laut Jawa.

Jadi apa kesalahan hipotesis Sundaland adalah Atlantis?  Tidak ada cela bahwa Sundaland memenuhi semua kriteria yang diberikan Plato, meskipun tentu saja semua itu harus diteliti dan dicari fakta-fakta di lapangannya.  Mungkin yang bisa dianggap kekurangan Sundaland  sebagai Atlantis adalah karena ‘fakta’ bahwa sejarah Nusantara baru diketahui mulai sekitar Abad 4 Masehi.  Zaman sebelum itu oleh para arkeolog dianggap masih primitif.  Meskipun nyatanya banyak tinggalan megalitikum yang hebat-hebat dari zaman pra-sejarah di Indonesia yang masih misterius asal-usul dan umurnya, termasuk  tinggalan megalitik yang sangat berlimpah di wilayah Pagar Alam, atau batu-batu Menhir besar yang menakjubkan di Lembah Bada, Sulawesi Tengah.  Itu baru yang terlihat di permukaan, belum yang masih tertimbun dibawah tanah.  Dengan kata lain belum ada data (yang cukup) tentang peradaban di zaman pra-sejarah tidak bisa diartikan menjadi tidak ada peradaban di zaman pra-sejarah.  Hal sama juga menyangkut keberadaan peradaban Athena purba  dalam Dialog Plato karena dari pengetahuan arkeologi yang diyakini “mainstream”, tidak ada peradaban di Yunani 11.600 tahun lalu, bahkan di Eropa atau di seluruh dunia.  Jadi ini masalah dunia.  Meneliti keberadaan peradaban tinggi pada zaman pra-sejarah Indonesia adalah satu tahap yang sangat penting.

Pendapat umum kalangan arkeologi di Indonesia meyakini bahwa populasi manusia dan peradaban Nusantara berasal dari daratan besar Cina yang dibawa oleh imigran via Taiwan ke selatan sekitar 6000-5000 tahun lalu.  Namun, Teori “Out of Taiwan” yang  dipelopori oleh Peter Bellwood ini sekarang sudah mulai banyak dianggap tidak cocok dengan berbagai hasil penelitian dan temuan baru sehingga mulai dikembangkan teori tandingannya yaitu “Out of Sundaland” yang sebaliknya mengatakan bahwa asal mula peradaban dari bangsa-bangsa didaratan Asia (dan juga dunia) adalah dari Asia Tenggara atau Sundaland.  Salah satu yang terkenal mendukung “Out of Sundaland” ini adalah Stephen Oppenheimer dengan berbagai makalah ilmiah dan juga buku populernya “Eden in The East”.  Awalnya Oppenheimer tergerak untuk meneliti ini karena dia melihat Asia Tenggara adalah wilayah yang mempunyai keragaman dan kekayaan budaya yang tiada duanya di dunia, sehingga kenapa selama ini para ahli memandangnya sebelah mata dan sepert percaya buta begitu saja  dengan Out of Taiwannya Bellwood yang memposisikan budaya Asia tenggara hanya sebagai cabang sekunder dari peradaban daratan Asia.

Penelitian Oppenheimer yang keahlian dasarnya adalah seorang dokter dan ahli biomolekuler  menunjukkan bahwa nenek moyang dari kebanyakan bangsa Indonesia yang hidup sekarang sudah tinggal di sini sejak 50.000 tahun lalu.  Kemudian dari penelusuran arkeologi, anthropologi, linguistik, dan bahkan sampai berbagai tradisi dan mitos-mitos, Oppenheimer berkesimpulan bahwa  Sundaland atau Asia Tenggara sekarang adalah pusat budaya Austronesia dan polinesia.  Teknologi peternakan dan pertanian sudah ada di Sundaland jauh sebelum orang-orang dari Taiwan datang ke Nusantara, 6000-5000 tahun lalu.  Bahkan teknologi pelayaran itu pertama dikembangkan di Bumi Nusantara antara 16.000 – 8.000 tahun lalu.  Dia berpendapat bahwa kemampuan berlayar ini ‘terpaksa’dikembangkan untuk menghadapi tiga episoda banjir besar.  Pendapat ini ditunjang oleh hasil pemetaaan DNA yang mengindikasikan ada penyebaran populasi di wilayah Sundaland ketika tiga kali episoda banjir tersebut.  Ekspansi populasi dan peradaban dari Sundaland akibat iklim global dan kenaikkan muka airlaut ini juga sejalan dengantemuan-temuan penelitian lintas disiplin keilmuan dari Universitas Leeds, Belanda yang dipimpin oleh Martin Richards, professor pertama di bidang “archeo-genetics”.   Jadi singkatnya, Oppenheimer dan sejumlah pendukung Teori “Out of Sundaland” memang tidak langsung mengkaitkan temuannya  dengan isyu Atlantis atau LEMURIA dan untuk pembahasan ilmiah memang tidak perlu dikait-kaitkan; namun opsi Sundaland sebagai pusat peradaban yang lebih tua dari peradaban yang dibawa oleh “Out of Taiwan” ini akan membuka pintu lebih lebar untuk menguak tabir misteri Atlantis.

Pembuktian langsung bahwa ada peradaban (tinggi) di zaman pra-sejarah adalah apabila ditemukan monumen besar dan hebat dari zaman pra-sejarah, seperti dikatakan Plato bahwa sebagai bukti dari Atlantis maka disuruh mencari “sacred monument” yang biasanya didirikan di dekat mata-mata air di wilayah pegunungan (A-38).  Siapa tahu Situs Megalitik Gunung Padang adalah salah satu kuncinya.  Akhir kata, menarik untuk menyimak kata-kata mutiara dari Dr. J. Robert  Oppenheimer, Direktur Project Manhattan – Bom Nuklir USA di bawah ini terasa mengena untuk mendorong pemikiran-pemikiran baru dalam sains dan penelitian, termasuk yang kontroversial atau bahkan yang terlihat tidak masuk akal sekalipun:

There must be no barriers to freedom of inquiry There is no place for dogma in science. The scientist is free, and must be free to ask any question, to doubt any assertion, to seek for any evidence, to correct any errors. Where science has been used in the past to erect a new dogmatism, that dogmatism has found itself incompatible with the progress of science; and in the end, the dogma has yielded, or science and freedom have perished together”. (J.R. Oppenheimer, 1949).

Sundaland 12 ribu tahun yang lalu

Sundaland sekarang

LAMPIRAN A :

Cuplikan penting dari Naskah Timaeus dan Critias (terjemahan  Benjamin Jovett) tentang Atlantis disertai komentar/penjelasannya.

Oleh: Danny Hilman Natawidjaja – TIM KATASTROFI PURBA
Dalam dialog Timaeus dan Critias diuraikan dengan jelas bagaimana Plato mendapatkan Naskah kisah Atlantis (yang berperang dengan  Athena-Yunani Kuno), sebagai berikut :
  1. Critias: Then listen, Socrates, to a tale (of Atlantis) which, though strange, is certainly true, having been attested by Solon, who was the wisest of the seven sages. He was a relative and a dear friend of my great-grandfather, Dropides, as he himself says in many passages of his poems; and he told the story to Critias, my grandfather, who remembered and repeated it to us. There were of old, he said, great and marvellous actions of the Athenian city, which have passed into oblivion through lapse of time and the destruction of mankind, and one in particular, greater than all the rest. This we will now rehearse. It will be a fitting monument of our gratitude to you, and a hymn of praise true and worthy of the goddess, on this her day of festival…  Socrates: … what is this ancient famous action of the Athenians, which Critias declared, on the authority of Solon, to be not a mere  legend, but an actual fact?  … Critias: About the greatest action which the Athenians ever did, and which ought to have been the most famous, but, through the lapse of time and the destruction of the actors, it has not come down to us…etc.    Komentar: Plato bersaksi bahwa dia mengatakan fakta, karena kisah ini sudah diuji kebenarannya oleh Solon, yang terkenal sebagai seorang yang paling arif dan bijaksana di zamannya.  Kisah ini tentang para pahlawan Kota Athena di masa purba (yang berperang dengan pasukan Atlantis dan menang!).
  2. “I (Plato) will tell you the reason of this: Solon,who was intending to use the tale (of Atlantis) for his poem, enquired into the meaning of the names, and found that the early Egyptians in writing them down had translated them into their own language, and he recovered the meaning of the several names and when copying them out again translated them into our language. (Critias).  Catatan: Jadi sumber aslinya adalah dari prasasti kuno (dalam hieroglyphs) pada sebuah kuil tua Mesir yang diterjemahkan ke bahasa Mesir waktu itu (oleh si pendeta), dan terus diterjemahkan lagi ke bahasa Yunani (oleh Solon).
  3. My great-grandfather, Dropides, had the original writing (from Solon), which is still in my possession, and was carefully studied by me when I was a child. Therefore if you hear names such as are used in this country, you must not be surprised, for I have told how they came to be introduced. (Critias)
  4. I must describe first of all Athenians of that day, and their enemies who fought with them, and then the respective powers and governments of the two kingdoms. Let us give the precedence to Athens.  Catatan: Bangsa Athena purba yang berperang (dengan Atlantis) tidak sama dengan Athena yang dikenal pada masa Solon-Plato.
  5. Dalam Timaeus diuraikan cukup panjang lebar bahwa peradaban manusia itu bagaikan siklus, berkembang tapi musnah berulang kali karena bencana katastrofi.  Umumnya peradaban purba (termasuk Athena purba) tidak dikenal lagi karena  tidak ada catatan tertulis, seperti berikut ini:     There is no old opinion handed down among you by ancient tradition, nor any science which is hoary (=faded) with age. And I will tell you why. There have been, and will be again, many destructions of mankind arising out of many causes; the greatest have been brought about by the agencies of fire and water, and other lesser ones by innumerable other causes (Timaeus).  Pejelasan: Pernyataan tentang peradaban yang musnah oleh bencana alam, terutama oleh bencana ‘api’ (= gunung api,…) dan bencana ‘air’ (banjir, tsunami, …), dan umumnya segala ilmu pengetahuan dan tradisi di masa kuno tersebut tidak sampai kepada kita
  6. A great conflagration of things upon the earth, which recurs after long intervals; at such times those who live upon the mountains and in dry and lofty places are more liable to destruction than those who dwell by rivers or on the seashore. And from this calamity the Nile, who is our never-failing saviour, delivers and preserves us. When, on the other hand, the gods purge the earth with a deluge of water, the survivors in your country are herdsmen and shepherd who dwell on the mountains, but those who, like you, live in cities are carried by the rivers into the sea. Whereas in this land, neither then nor at any other time, does the water come down from above on the fields, having always a tendency to come up from below; for which reason the traditions preserved here are the most ancient (Timaeus). Penjelasan: Bahwa bencana katastrofi dunia itu interval waktunya sangat lama.  Biasanya yang selamat adalah para pemilik peternakan (herdmens) dan para penggembalanya (shepperds) yang tinggal dipegunungan, sedangkan  orang-orang modern di kota (di dataran) tidak selamat, hanyut terbawa ke laut. Kalimat terakhir sangat menarik tapi agak sukar untuk diartikan; apa maksudnya dengan “(water) have a tendency to come up from below”?  Tsunami “come up”? 
  7. …They have all been written down by us of old, and are preserved in our temples.  Whereas just when you and other nations are beginning to be provided with letters and the other requisites of civilized life, after the usual interval, the stream from heaven, like a pestilence, comes pouring down, and leaves only those of you who are destitute of letters and education; and so you have to begin all over again like children, and know nothing of what happened in ancient times (Timaeus).  Komentar:  bahwa bencana katastrofi (=”stream from heaven”)  biasanya menghabiskan orang-orang pintar yang berpendidikan (yang hidup di kota-kota), sedangkan yang selamat adalah yang rendah pendidikannya (tinggal di pegunungan).  Karena itu setelah bencana manusia harus memulai lagi dari awal seperti anak-anak baru belajar dan tidak tahu samasekali apa yang pernah terjadi di masa purba.
  8. … you remember a single deluge (=bencana banjir) only, but there were many previous ones; in the next place, you do not know that there formerly dwelt in your land the fairest and noblest race of men which ever lived, and that you and your whole city are descended from asmall seed or remnant of them which survived. And this was unknown to you, because, for many generations, the survivors of that destruction died, leaving no written word (Timaeus)… Penjelasan: Kita tidak akan pernah mengira bahwa di tanah kita pernah ada bangsa-bangsa  yang hebat dan sangat nobel yang musnah karena bencana katastrofi berulang-ulang.  Dan kita adalah keturunan dari sisa-sisa mereka yang selamat.  Jadi, bukan hanya sejarah Atlantis yang hilang sejarah Yunani/Athena kuno (‘you’nya Plato=bangsa Yunani) pun sama tidak berbekas karena tidak meninggalkan catatan tertulis.
  9. Menarik juga apabila dibandingkan dengan  Surat Ghaafir (40):21 “Dan apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi, lalu memperhatikan betapa kesudahan orang-orang yang sebelum mereka. Mereka itu adalah lebih hebat kekuatannya daripada mereka dan (lebih banyak) bekas-bekas mereka di muka bumi…”
  10. (Pendeta Mesir berkata pada Solon)…For there was a time, Solon, before the great deluge of all, when the city which now is Athens was first in war and in every way the best governed of all cities, is said to have performed the noblest deeds and to have had the fairest constitutionof any of which tradition tells, under the face of heaven.  Solon marvelled at his words, and earnestly requested the priests to inform him exactly and in order about these former citizens. You are welcome to hear about them, Solon, said the priest, both for your own sake and for that of your city, and above all, for the sake of the goddess who is the common patron and parent and educator of both our cities. She founded your city a thousand years before ours, receiving from the Earth and Hephaestus the seed of your race, and afterwards she founded ours, of which the constitution is recorded in our sacred registers to be eight thousand years old. As touching your citizens of nine thousand years ago (Timaeus) .  Penjelasan: Ini ucapan Pendeta Mesir kepada Solon bahwa Athena purba dan Mesir purba adalah juga peradaban tinggi yang mempunyai konstitusi yang hebat dari nenek moyang yang sama sekitar 8000 – 9000 tahun lalu (dari Zaman Solon).  Ini jelas  mengindikasikan bahwa peradaban tinggi Athena Kuno juga sudah hilang, tidak sama dengan Athena pada masa Solon.
  11. Berikut ini adalah pembukaan cerita tentang Atlantis di Timaeus:    “For these histories tell of a mighty power which unprovoked made an expedition against thewhole of Europe and Asia, and to which your city put an end. This power came forth out of the Atlantic Ocean, for in those days the Atlantic was navigable; and there (= di sebrang Samudra) was an island situated in front of the straits which are by you called the Pillars of Heracles; the island was larger than Libya and Asia put together, and was the way to other islands, and from these you might pass to the whole of the opposite continent which surrounded the true ocean; for this sea which is within the Straits of Heracles is only a harbour, having a narrow entrance, but that other is a real sea, and the surrounding land may be most truly called a boundless continent. Now in this island of Atlantis there was a great and wonderful empire which had ruleover the whole island and several others, and over parts of the continentCatatan: Sangat jelas dikatakan bahwa Pasukan Maritim Atlantis datang dari Samudra Atlantic (masuk via Selat Gibraltar) untuk menyerang Eropa dan Asia (yang berada di sekeliling Laut Mediteranian).  Dan bahwa negara mereka adalah sebuah Pulau di Seberang Samudra, yaitu dimuka selat-selat “Pillars of Hiracles”. Pulau Atlantis itu sebesar Libya dan Asia (maksudnya kira-kira sama dengan besar Afrika utara + Turki).  Atlantis adalah kerajaan maritim besar yang menguasai pulau yang dimaksud + pulau-pulau lainnya + sebagian wilayah benua.
  12. .… But afterwards there occurred violent earthquakes and floods; and in a single day and night of misfortune all your warlike men in a body sank into the earth, and the island of Atlantis in like manner disappeared in the depths of the sea. For which reason the sea in those parts is impassable and impenetrable, because there is a shoal of mud in the way; and this was caused by the subsidence of the island.” Catatan: Bencana yang menghancurkan Atlantis adalah gempa katastrofi dan banjir (tsunami?) dalam sehari semalam yang efeknya menyebabkan pulau Atlantis (seperti) tenggelam.  Boleh juga dibandingkan dengan kisah di AlQuran tentang Bangsa Tsamud yang sangat tinggi peradabannya tapi dimusnahkan oleh bencana gempa karena keingkarannya :  Al A’Raf(7):74. Dan ingatlah olehmu di waktu Tuhan menjadikan kamu pengganti- pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum `Aad dan memberikan tempat bagimu di bumi. Kamu dirikan istana-istana di tanah-tanahnya yang datar dan kamu pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah; maka ingatlah nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu merajalela di muka bumi membuat kerusakan.      Al-A’raf(7):78. Karena itu mereka (Bangsa Tsamud) ditimpa gempa, maka jadilah mereka mayit-mayit yang bergelimpangan di tempat tinggal mereka.   An-Najm (53):51. dan kaum Tsamud. Maka tidak seorang pun yang ditinggalkan-Nya(hidup).   Selanjutnya di CRITIAS Atalntis diceritakan lebih lanjut dengan cukup rinci seperti di bawah ini:     …Nine thousand was the sum of years which had elapsed since the war which was said to have taken place between those who dwelt outside the Pillars of Heracles (= non Atlantis) and all who dwelt within them (=Atlantis); this war I am going to describe. Of the combatants on the one side, the city of Athens was reported to have been the leader and to have fought out the war; the combatants on the other side were commanded by the Kings of Atlantis, which, as was saying, was an island greater in extent than Libya and Asia”. Catatan: Perang antara Atlantis dan Athena purba terjadi 9000 tahun lalu dari masa Solon yang hidup sekitar 600 SM, alias 11.600 tahun B.P. (Before Present).
  13. “…The land (of Atlantis) was the best in the world, and was therefore able in those days to support a vast army, raised from the surrounding people… may compare with any region in the world for the variety and excellence of its fruits and the suitableness of its pastures to every sort of animal”. Catatan:  Alasan kenapa Negeri Atlantis demikian hebat pasukan tempurnya karena ditunjang oleh sumberdaya alam tanah Atlantis yang luarbiasa kayanya.
  14. “The whole country (of Atlantis) is only a long promontory extending far into the sea away from the rest of the continent, while the surrounding basin of the sea is everywhere deep in the neighbourhood of the shore.  Catatan: Jelas sekali diaktakan bahwa daratan Atlantis bukan pulau besar terpisah melainkan sebuah semenanjung besar dari suatu benua! 
  15. …Many great deluges have taken place during the nine thousand years, for that is the number of years which have elapsed since the time of which I am speaking (=zaman Solon); and during all this time and through so many changes, there has never been any considerable accumulation of the soil coming down from the mountains, as in other places, but the earth has fallen away all round and sunk out of sight.  The consequence is, that in comparison of what then was, there are remaining only the bones of the wasted body, as they may be called, as in the case of small islands, all the richer and softer parts of the soil having fallen away, and the mere skeleton of the land being left. But in the primitive state of the country, its mountains were high hills covered with soil, and the plains, as they are termed by us, of Phelleus were full of rich earth, and there was abundance of wood in the mountains.  Of this last the traces still remain.  Catatan:  Bahwa banjir besar yang menenggelamkan Atlantis tidak terjadi sekali (seketika)  tapi berkali-kali, dalam proses yang sangat panjang.  Diilustrasikan dengan terjadinya proses erosi dan  sedimentasi secara perlahan-lahan selama ribuan tahun sehingga terjadi akumulasi tebal (yang menutupi apapun yang di bawahnya) dan tanah yang terus turun atau air laut yang naik, sehingga tanah Atlantis lenyap dari pandangan kecuali ‘tulang-tulangnya’ (bagian pegunungan) yang menjadikan daratan Atalntis terpecah-pecah menjadi pulau-pulau (lebih) kecil.  Dikatakan juga bahwa pada zaman Plato hanya ada sisa-sisa kesuburan Tanah Atlantis yang dulunya jauh lebih subur dan hutannya jauh lebih kaya, karena banyak lapisan tanah kayanya sudah tererosi masuk ke laut.
  16. …  in the centre of the whole Island (of Atlantis), there was a plain which is said to have been the fairest of all plains and very fertile.  Catatan: Ada dataran luas yang sangat subur di tengah pulau.
  17.  Near the plain again, and also in the centre of the island at a distance of about fifty stadia (1 stadia=185m; 50 stadia = 9km), there was a mountain not very high on any side.  In this mountain there dwelt one of the earth born primeval men of that country, whose name was Evenor, and he had a wife named Leucippe, and they had an only daughter who was called Cleito... Poseidon fell in love with her (=Cleito) and had intercourse with her, and breaking theground, inclosed the hill in which she dwelt all round, making alternate zones of sea and land larger and smaller, encircling one another; there were two of land and three of water, which he turned as with a lathe, each having its circumference equidistant every way from the centre, so that no man could get to the island, for ships and voyages were not as yet  … The eldest(son of Poseidon and Cleito), who was the first king, he named Atlas, and after him the whole island and the ocean were called Atlantic… Atlas had a numerous and honourable family, and they retained the kingdom, the eldest son handing it on to his eldest for many generations; and they had such an amount of wealth as was never before possessed by kings and potentates, and is not likely ever to be again…”  Catatan: Raja ‘Poseidon’ (ada yang ‘mempelesetkan menjadi ‘Pasundan’ ) kawin dengan gadis pribumi bernama Cleito, anak Pak Evenor dan Bu Leucippe. Kerajaan Atlantis luar biasa kayanya, tidak akan pernah ada yang melebihinya sampai kapanpun.
  18. There was an abundance of wood for carpenter’s work, and sufficient maintenance for tame and wild animals.  Catatan: Banyak beragam kayu untuk bahan bangunan, juga banyak hewan liar dan yang dipelihara/diternakan.
  19. Moreover, there were a great number of elephants in the island; for as there was provision for all other sorts of animals, both for those which live in lakes and marshes and rivers, and also for those which live in mountains and on plains, so there was for the animal which is the largest and most voracious of all. Catatan: Banyak sekali gajah, ada berbagai macam binatang yang hidup di danau, rawa-rawa, sungai-sungai, pegunungan dan juga di lembah/dataran. Diantaranya ada yang paling besar dan ganas.
  20. Also whatever fragrant things there now are in the earth, whether roots, or herbage, or woods, or essences which distil from fruit and flower, grew and thrived in that land; also the fruit which admits of cultivation, both the dry sort, which is given us for nourishment and any other which we use for food-we call them all by the common name pulse, and the fruits having a hard rind, affording drinks and meats and ointments, and good store of chestnuts and the like, which furnish pleasure and amusement, and are fruits which spoil with keeping, and the pleasant kinds of dessert, with which we console ourselves after dinner, when we are tired ofeating-all these that sacred island which then beheld the light of the sun, brought forth fair and wondrous and in infinite abundance. Catatan: ada banyak wewangian dari  alar, herbal, kayu-kayu atau juga berupa essence yang didestilasi dari buah-buahan dan bunga-bunga.  Buah-buahan untuk dipanen, termasuk kelapa (“fruits having a hard rind”).
  21. “With such blessings the earth freely furnished them; meanwhile they went on constructing their temples and palaces and harbors and docks...”.  Catatan: Atlantis membangun kuil-kuil (candi), istana, dan pelabuhan.
  22. Berikut ini adalah gambaran cukup detil tentang Kota Metropolis Atlantis yang dibangun di wilayah tanah datar/lembah di tengah pulau, yang juga menceritakan tentang kekayaan sumber daya alam Atlantis yang dimanfaatkan untuk pembangunan kota tersebut:    And they arranged the whole country (=of Atlantis) in the following manner:  First of all they bridged over the zones of sea which surrounded the ancient metropolis, making a road to and from the royal palace. And at the very beginning they built the palace in the habitation of thegod and of their ancestors, which they continued to ornament in successive generations, every king surpassing the one who went before him to the utmost of his power, until they made the building a marvel to behold for size and for beauty. And beginning from the sea they bored a canal of three hundred feet in width and one hundred feet in depth and fifty stadia in length, which they carried through to the outermost zone, making a passage from the sea up to this, which became a harbour, and leaving an opening sufficient to enable the largest vessels to find ingress. Moreover, they divided at the bridges the zones of land which parted the zones of sea, leaving room for a single trireme to pass out of one zone into another, and they covered over the channels so as to leave a way underneath for the ships; for the banks were raisedconsiderably above the water. Catatan: Ada kanal besar sepanjang 50 stadia ( ~9 km) yang menghubungkan laut lepas (diluar Selat Pillar Heracles) dengan bagian terluar dari Kota Metropolis Atlantis.  Kanal tersebut lebarnya  300 ft (100m) dan dalamnya 100 ft (~35m).
  23. Now the largest of the zones into which a passage was cut from the sea was three stadia in breadth, and the zone of land which came next of equal breadth; but the next two zones, the one of water, the other of land, were two stadia, and the one which surrounded the central island was a stadium only in width. The island in which the palace was situated had a diameterof five stadia. All this including the zones and the bridge, which was the sixth part of a stadium in width, they surrounded by a stone wall on every side, placing towers and gates on the bridges where the sea passed in.
  24. The stone which was used in the work they quarried from underneath the centre island, and from underneath the zones, on the outer as well as the inner side. One kind was white, another black, and a third red, and as they quarried, they at the same time hollowed out double docks, having roofs formed out of the native rock. Some of their buildings were simple, but in others they put together different stones, varying the colour to please the eye, and to be a natural source of delight. The entire circuit of the wall, which went round the outermost zone, they covered with a coating of brass, and the circuit of the next wall they coated with tin, and the third, which encompassed the citadel, flashed with the red light of orichalcum. Catatan: bangunan di Atlantis dibuat dari beraneka warna-jenis batuan dan juga dilapisi oleh tembaga, timah, dan orichalcum (sejenis campuran emas dan tembaga).
  25. The palaces in the interior of the citadel were constructed on this wise: in the centre was a holy temple dedicated to Cleito and Poseidon, which remained inaccessible, and was surrounded by an enclosure of gold; this was the spot where the family of the ten princes first saw the light, and thither the people annually brought the fruits of the earth in their season from all the ten portions, to be an offering to each of the ten.
  26. Here was Poseidon’s own temple which was a stadium in length, and half a stadium in width, and of a proportionate height, having a strange barbaric appearance. All the outside of the temple, with the exception of the pinnacles, they covered with silver, and the pinnacles with gold. In the interior of the temple the roof was of, curiously wrought everywhere with goldand silver and orichalcum; and all the other parts, the walls and pillars and floor, they coated with orichalcum. In the temple they placed statues of gold: there was the god himself standing in a chariot-the charioteer of six winged horses-and of such a size that he touched the roof of the building with his head; around him there were a hundred Nereids riding ondolphins, for such was thought to be the number of them by the men of those days. There were also in the interior of the temple other images which had been dedicated by private persons. And around the temple on the outside were placed statues of gold of all the descendants of the ten kings (=anak Poseidon) and of their wives…”  Catatan:  Bagian bangunan banyak juga yang dilapisi/dihiasi dengan emas, perak, dan orichalcum.  Untuk yang senang dengan mitos, maka menarik untuk menyimak patung Raja Poseidon yang diilustrasikan berdiri di atas Kereta Kencana yang ditarik oleh enam kuda bersayap.  Ini mengingatkan kita pada Patung Dewa Ruci di Tuban-Denpasar dan Nyi Roro Kidul dan kereta kencananya
  27. …In the next place, they had fountains, one of cold and another of hot water, in gracious plenty flowing; and they were wonderfully adapted for use by reason of the pleasantness and excellence of their waters. They constructed buildings about them and planted suitable trees.. Catatan: ada banyak bangunan SPA dengan air mancur panas dan dingin
  28. Of the water which ran off they carried some to the grove of Poseidon, where were growing all manner of trees of wonderful height and beauty, owing to the excellence of the soil, while the remainder was conveyed by aqueducts along the bridges to the outer circles; and there were many temples built and dedicated to many gods; also gardens and places of exercise, some for men, and others for horses in both of the two islands formed by the zones; and in the centre of the larger of the two there was set apart a race-course of a stadium in width, and in length allowed to extend all round the island, for horses to race in…  Catatan: Banyak pepohonan tinggi yang indah karena tanahnya sangat subur.  Di Atlantis ada arena pacuan kuda.
  29. …Leaving the palace and passing out across the three you came to a wall which began at the sea and went all round: this was everywhere distant fifty stadia from the largest zone or harbour, and enclosed the whole, the ends meeting at the mouth of the channel which led to the sea. The entire area was densely crowded with habitations; and the canal and the largest of the harbours were full of vessels and merchants coming from all parts, who, from their numbers, kept up a multitudinous sound of human voices, and din and clatter of all sorts night and day...Catatan: Pelabuhan utama Atlantis sangat padat dan ramai siang dan malam, dikunjungi oleh banyak kapal-kapal dagang darimana-mana.
  30. The whole country was - very lofty and precipitous on the side of the sea, but the country immediately about and surrounding the city was a level plain, itself surrounded by mountains which descended towards the sea; it was smooth and even, and of an oblong shape, extending in one direction three thousand stadia, but across the centre inland it was two thousand stadia.   Catatan: Dataran rendah tempat Kota Metropolis Atlantis dibangun berbentuk rektangular dengan dimensi panjang x lebar adalah 3000 x 2000 stadia atau 555×370 km2.
  31. …The surrounding mountains (of the Atlantis Plain) were celebrated for their number and size and beauty, far beyond any which still exist, having in them also many wealthy villages of country folk, and rivers, and lakes, and meadows supplying food enough for every animal, wild or tame, and much wood of various sorts, abundant for each and every kind of work...Catatan: dataran luas tersebut dikelilingi oleh jajaran gunung-gunung yang banyak dengan berbagai ukuran, membentuk pegunungan yang sangat indah.  Di wilayah pegunungan itu hidup para penduduk desa yang kaya raya.
  32. “I will now describe the plain (where Atlantis City stand), as it was fashioned by nature and bythe labours of many generations of kings through long ages. It was for the most part rectangular and oblong, and where falling out of the straight line followed the circular ditch. The depth, and width, and length of this ditch were incredible, and gave the impression that a work of such extent, in addition to so many others, could never have been artificial.  Nevertheless I must say what I was told. It was excavated to the depth of a hundred, feet, and its breadth was a stadium everywhere; it was carried round the whole of the plain, and was ten thousand stadia (=1850km)  in length. Catatan: kanal-kanal yang dibangun sekeliling dataran ini sangat luarbiasa. Lebar kanal sekitar 1 stadi (185m) dan dalamnya 100 ft (~35m) berbentuk lingkarang dengan panjang total 1850km.
  33. It received the streams which came down from the mountains, and winding round the plain and meeting at the city, was there let off into the sea.  Catatan: Sungai-sungai mengalir turun dari pegunungan ke dataran Atlantis, kemudian sungai-sungai tersebut meliuk-liuk di dataran (aluvial).
  34. Further inland, likewise, straight canals of a hundred feet in width were cut from it through the plain, and again let off into the ditch leading to the sea: these canals were at intervals of a hundred stadia, and by them they brought down the wood from the mountains to the city, and conveyed the fruits of the earth in ships, cutting transverse passages from one canal into another, and to the city.  Penjelasan: Atlantis membangun jaringan kanal-kanal selebar 100 ft dari wilayah hulu sungai (pegunungan) ke dataran sampai ke kota untuk membawa berbagai hasil hutan/pertanian (kayu dan buah-buahan).  Jarak antara kanal-kanal adalah 100 stadia (~18.5km) yang saling berhubungan.
  35. Twice in the year they gathered the fruits of the earth-in winter having the benefit of the rains of heaven, and in summer the water which the land supplied by introducing streams from the canals... Penjelasan: Atlantis panen buah-buahan dua kali dalam setahun.  Mereka memanfaatkan air hujan dan irigasi kanal (pada masa kemarau) untuk mengairi pertaniannya.
  36. For many generations, as long as the divine nature lasted in them, they were obedient to the laws, and well-affectioned towards the god, whose seed they were; for they possessed true and in every way great spirits, uniting gentleness with wisdom in the various chances of life, and in their intercourse with one another. They despised everything but virtue, caring littlefor their present state of life, and thinking lightly of the possession of gold and other property, which seemed only a burden to them; neither were they intoxicated by luxury; nor did wealth deprive them of their self-control; but they were sober, and saw clearly that all these goods are increased by virtue and friendship with one another, whereas by too great regard and respect for them, they are lost and friendship with them.  Catatan: Ini adalah deskripsi dari budaya dan budi pekerti rakyat Atlantis yang tinggi dan mulia.  Mereka tidak terpengaruh duniawi (tidak materialistis) meskipun berlimpah emas-permata.
  37. Each of the ten kings in his own division and in his own city had the absolute control of the citizens, and, in most cases, of the laws, punishing and slaying whomsoever he would.  Now the order of precedence among them and their mutual relations were regulated by the commands of Poseidon which the law had handed down. These were inscribed by the first kings on a pillar of orichalcum, which was situated in the middle of the island, at the temple of Poseidon
  38. Now the city in those days was arranged on this wise. In the first place the Acropolis was notas now.  The fact is that a single night of excessive rain washed away the earth and laid bare the rock; at the same time there were earthquakes, and then occurred the extraordinary inundation…. Catatan: bahwa bencana katastrofi yang memusnahkan Atlantis dimulai dengan hujan yang sangat deras dan lebat kemudian terjadi gempa dahsyat yang kemudian disusul dengan tsunami sangat besar yang menginundasi daratan
  39. …the land (of Atlantis) reaped the benefit of the annual rainfall, not as now losing the water which flows off the bare earth into the sea, but, having an abundant supply in all places, and receiving it into herself and treasuring it up in the close clay soil, it let off into the hollows the streams which it absorbed from the heights, providing everywhere abundant fountain and rivers, of which there may still be observed sacred memorials in places where fountains once existed (in the high mountains); and this proves the truth of what I am saying.”  Catatan:  Ini pernyataan menarik bahwa kalau ingin bukti, carilah sisa-sisa monumen-monumen sakral (Atlantis) yang biasanya dibangun di dekat lokasi mata-mata air (fountains), yaitu di wilayah pegunungan.

 

Sumber:

http://gentrapajajaran.wordpress.com/2012/10/20/ngawangkong-sejarah-peradaban-atlantis-lemuria-sundaland-di-radio-sipatahunan-bogor-bersama-yayasan-gentra-pajajaran/

 

Plato Tidak Bohong, Atlantis Pernah Ada di Indonesia

Dari sisi demografi, Atlantis sangat mirip dengan Indonesia.

Senin, 20 Mei 2013, 19:41 Muhammad Chandrataruna, Tommy Adi Wibowo
Gambaran Kota Atlantis yang hilang ditelan lautan
Gambaran Kota Atlantis yang hilang ditelan lautan  
VIVAnews - Atlantis adalah misteri yang menggoda para ilmuwan, dan kaum spritualis untuk menelisik kembali peradaban maju manusia yang, konon, hilang ditelan bumi. Sampai saat ini, setidaknya ada ribuan buku telah ditulis ihwal legenda itu.

Pada mulanya adalah Plato (427-347 SM), filsuf Yunani, mencatat cerita soal benua hilang itu dalam dua karyanya, Timaeus dan Critias. Keduanya adalah karya terakhir Plato, yang ditulis pada 347 SM.

Berdasarkan dua karya Plato itu, DR Danny Hilman Natawidjaja, menelurkan sebuah buku yang berjudul "Plato Tidak Bohong, Atlantis Pernah Ada di Indonesia."

"Konsep utama unsur pembentukan alam terdiri dari air, api, tanah, dan udara. Semua itu tertuang dalam dua karya Plato Timaeus dan Critias, jadi tidak mungkin Plato berbohong dan berkhayal," kata Danny Hilman, di sela acara Diskusi Bencana dan Peradaban dan Peluncuran Buku "Plato Tidak Bohong, Atlantis Pernah Ada di Indonesia," di Jakarta, 20 Mei 2013.

Danny menambahkan, dua karya Plato itu berasal dari manuskrip yang dimiliki oleh kakeknya yang didapat dari Mesir yang sudah ditranskip ke dalam bahasa Yunani.

Di karya Critias menyebutkan kalau Atlantis berasal dari 9.600 SM atau 11.600 tahun yang lalu. Atlantis dijelaskan sebagai wilayah tropis, bertemperatur sedang, berbentuk daratan besar yang sangat indah, subur, banyak sumber air, flora, fauna, dan bahan tambang logam mineral.

"Di karya itu juga dikatakan ada dua binatang buas di Atlantis. Apakah itu harimau atau komodo?" ujar Danny.

Mirip dengan Indonesia

Kesamaan Atlantis dan di Indonesia juga terlihat dari manuskrip kuno yang digunakan Plato untuk menjelaskan Atlantis, seperti adanya sungai, gunung berapi, masyarakatnya bisa membangun candi, habitat padat, masyarakat yang taat agama, patuh hukum, dan tidak mementingkan harta.

"Dari sisi demografi, Atlantis sangat mirip dengan Indonesia," kata Danny.

Ia juga menyampaikan, Atlantis hilang karena curah hujan yang sangat besar pada saat itu, sehingga menyebabkan banjir besar dan kemudian menenggelamkan Atlantis.

"Proses menghilangnya Atlantis tidak dalam waktu sehari semalam, tapi terjadi selama beribu-ribu tahun yang disebabkan banjir yang terus menerus datang," jelas Danny.

Sementara di karya Timiaeus, Plato menjelaskan, bukan hanya banjir yang menyebabkan hilangnya Atlantis. Tapi, masih banyak bencana lain yang menyebabkan musnahnya Atlantis dan peradabannya.

"Bencana-bencana di Indonesia juga sering terjadi, seperti gempa bumi, gunung meletus, tsunami, dan lainnya. Dari konsep bencana katastrofi dan musnahnya peradaban, banyak juga peradaban di Indonesia yang hancur karena adanya bencana," tutup Danny. (adi)


© VIVA.co.id
http://teknologi.news.viva.co.id/news/read/414386-plato-tidak-bohong--atlantis-pernah-ada-di-indonesia







No comments:

Post a Comment