Pages

Friday, May 16, 2014

Tibet, India, Indonesia - Peradaban Kuno yang Menyatukan Kita

Tibet, India, Indonesia - Peradaban Kuno yang Menyatukan Kita

Dialog Interaktive Bapak Anand Krishna di RRI Denpasar 5 Pebruari 2009

Beberapa waktu yang lalu Bapak Anand Krishna membaca karya almarhum Prof Santoz dari Brazil, seorang profesor di bidang Nuklir, sebuah buku atau karya ilmiah yang sangat penting bagi kita. Dari riset yang sudah dimulai 20-an tahun silam tersebut Prof Santoz melihat landas kontinent bumi ini berdasarkan foto satelit, dan mereka-reka geografi bumi kita kurang lebih 4000 tahun yang lalu seperti apa. Disitu dia melihat bahwa India dan pulau2 sekitarnya atau sekarang kepulauan Nusantara adalah satu landas kontinent. Kepulauan kita adalah akibat dari ledakan yang dashyat sekali dan dia melihat dalam literatur bahasa Sanskrit bahwa ada kata dari fenomena alam yang disebut dalam bahasa sanskrit yaitu “Krakat” yang artinya terpecah belah. Dan kita menemukan gunung Krakatau yang meletus juga. Nenek moyang kita mengetahui betul arti Krakatau ini. 
 
Bapak Anand Krishna menambahkan bahwa menurut prof Santoz, seluruh peradaban manusia yang baru sekitar 10.000-5000 tahun terakhir ini berasal dari kepulauan kita, kepulauan Nusantara. Saat itu, terjadi perubahan alam yang sangat luar biasa. Ketika itu terjadi, daerah pegunungan Himalaya masih berupa lautan, sehingga dari penelitian-penelitian geologi dapat ditemukan adanya fosil-fosil ikan dan kerang-kerang foraminifera dll disana. Orang Yunani dalam bahasa Sanskrit disebut Yawan atau Java. Seperti sekarang orang-orang Jawa yang dipindahkan oleh Inggris untuk perkebunan dan barangkali mereka sudah 300-an tahun tidak tahu Indonesia. Mereka tidak bisa berbahasa Indonesia tetapi berbahasa Jawa. 
 
Dalam disertasi Prof Santoz, Bapak Anand Krishna mengatakan bahwa dia juga melihat gunung meru seperti di Egypt. Karena mereka traumatis dengan laut, mereka mencari tempat-tempat yang jauh dengan laut, segersang apapun asal tidak dekat dengan laut. Dan disana banyak terdapat piramida sebagai kenangan masa lalu bahwa ada kosmologis Gunungan seperti di Jawa dalam wayang. Dalam bahasa mesir kuno disitu disebut mere bukan piramida (Inggris). Disini kita lihat bahwa ada suatu masa dimana peradaban kita pernah menjadi Guru seluruh Dunia dan sisa-sisanya ini masih ada pada jaman kerajaan Sriwijaya. 
 
Pada jaman Sriwijaya, perhatian mereka terhadap pendidikan luar biasa. Sampai ada pelajar dari India, Atisha, datang ke Sumatra untuk belajar kebijakan-kebijakan kuno dari seorang guru: Dharmakirti. Dari Sumatra, Atisha membawa pelajaran-pelajaran tersebut ke Tibet karena beliau memperoleh undangan dari Raja di Tibet, dan sampai sekarang menjadi ajaran wajib yang dipelajari oleh para Rahib di Tibet. Salah satunya adalah meditasi Tonglen - latihan untuk berterimakasih. Jadi ajaran di Nusantara ini adalah persembahan atau terima kasih. Dan ini berbeda dengan peradaban Timur Tengah. Karena tidak ada air dan tidak ada pangan, mereka selalu minta kepada Tuhan. Sedang konsep kita tentang Tuhan bukan berhamba terus tetapi besyukur, demikian Bapak Anand Krishna menjelaskan. 
 
Dalam kesempatan tersebut Bapak Anand Krishna juga menghimbau kepada para pemimpin agar tidak mengutamakan resort-resort untuk wisatawan negara tertentu saja. Karena cadangan minyak bumi akan menipis sehingga negara yang hanya mengandalkan minyak sebagai devisa dalam beberapa tahun akan kehabisan sumber alam tersebut dan tidak akan memiliki banyak uang untuk berjalan-jalan. Saat ini kita harus progresif. Budaya kita harus dikembangkan. Salah satu upayanya, Bapak Anand Krishna menyumbangkan sebuah patung berukuran 2,5 m kepada rakyat Tibet lewat Yang Mulia Dalai Lama. Persembahan ini atas nama Rakyat Indonesia untuk kembali melestarikan hubungan Indonesia, India dan Tibet. 
 
Mari kita kembali kepada akar budaya kita. Budaya Arab, Yunani, India sudah diadopsi dengan alam disana dan geografis disana, sehingga tidak bisa mentah-mentah diterapkan disini. Dharmakirti mengatakan pada Atisha bahwa ajaran tersebut akan kembali ke wilayah Nusantara. Inilah saatnya kita harus mengembalikan ajaran tersebut untuk bangkitnya kembali bangsa Indonesia. 
 
Saat Bapak Anand Krishna bertemu Yang Mulia Dalai Lama tahun 90-an bapak Anand Krishna menanyakan bagaimana perasaan beliau terhadap Cina. Beliau mengakui, kadang-kadang muncul rasa benci tehadap Cina tapi lantas teringat ajaran Dharmakirti dan kemudian mempraktekkan sehingga bisa berpikiran jernih dan melanjutkan pekerjaan kembali dengan kepala dingin. Tahun 91-an Bapak Anand Krishna mendengar tentang Dharmakirti di Himalaya tapi tidak memiliki referensinya. Begitupula saat bertemu dengan Guruh Sukarmoputra yang menciptakan lagu gendhing Sriwijaya, juga menyebut Dharmakirti disitu, tetapi tidak tahu menahu tentang dia.
 
Ketika ditanya apakah ajaran Tonglen ini bisa dilakukan setiap orang, Bapak Anand Krishna mengatakan tentu saja bisa dilakukan semua orang dan bisa dijadikan workshop, tapi ada tahapan-tahapan dari latihan yang dilakukan sebelum kearah latihan ini.
 
Sebagai ungkapan terima kasih Bapak Anand Krishna menyumbangkan patung Buddha yang dibuat dari bahan yang sama untuk membuat Borobudur dan diminta untuk dikirimkan ke Sarnath, dimana dimasa sang Buddha di tempat inilah Sang Buddha untuk pertamakalinya memberikan wejangan. 
 
Perjuangan Tibet adalah perjuangan non-violent. Tetapi sikap dunia terhadap issue Tibet tidak ada. Jika Arab diakusisi oleh Iraq semua bergerak. India mau bersikap saat itu, tetapi saat ini India tidak mau bersikap karena kepentingan ekonomi. Yang disayangkan, Indonesia juga tidak bisa bersikap karena alasan ekonomi. Bila tidak terpengaruh oleh ekonomi luar, sesungguhnya Indonesia bisa berdiri sendiri dan semakin kuat.
....
Nasionalisme kita bukan dalam kerangka yang sempit namun aktif dinamis ke masyarakat luas. Mari kita belajar dari pengalaman, ambil kesimpulan salah satu sebab krisis ekonomi global adalah karena kiriman barang dari Cina yang sangat murah dan mematikkan industri lokal di AS. Kepentingan Nasional yang mana? Keberadaan Aceh dan Papua seperti apa? Masih milik negara kita apa tidak. Jangan berkiblat ke Arab, Eropa..sudah saatnya kita memiliki pemimpin yang tegas dan mementingkan kepentingan bangsa diatas segala-galanya. Bila pemimpin-pemimpin kita saat ini terpilih kembali harus lebih tegas dan bijak dibandingkan sebelum-sebelumnya. Demikian Beliau mengakhiri dialog di Radio Republik Indonesia Denpasar.


Sumber:
http://akcbali.org/index.php?option=com_content&view=article&id=202:tibet-india-indonesia-peradaban-kuno-yang-menyatukan-kita&catid=1&Itemid=54

No comments:

Post a Comment