Tibet, India, Indonesia - Peradaban Kuno yang Menyatukan Kita
Dialog Interaktive Bapak Anand Krishna di RRI Denpasar 5 Pebruari 2009
Beberapa waktu yang lalu Bapak Anand Krishna membaca karya almarhum Prof Santoz dari Brazil, seorang profesor di bidang Nuklir, sebuah buku atau karya ilmiah yang sangat penting bagi kita. Dari riset yang sudah dimulai 20-an tahun silam tersebut Prof Santoz melihat landas kontinent bumi ini berdasarkan foto satelit, dan mereka-reka geografi bumi kita kurang lebih 4000 tahun yang lalu seperti apa. Disitu
dia melihat bahwa India dan pulau2 sekitarnya atau sekarang kepulauan
Nusantara adalah satu landas kontinent. Kepulauan kita adalah akibat
dari ledakan yang dashyat sekali dan dia melihat dalam literatur bahasa
Sanskrit bahwa ada kata dari fenomena alam yang disebut dalam bahasa
sanskrit yaitu “Krakat” yang artinya terpecah belah. Dan kita menemukan
gunung Krakatau yang meletus juga. Nenek moyang kita mengetahui betul
arti Krakatau ini.
Bapak Anand Krishna menambahkan bahwa menurut prof Santoz, seluruh peradaban manusia yang
baru sekitar 10.000-5000 tahun terakhir ini berasal dari kepulauan
kita, kepulauan Nusantara. Saat itu, terjadi perubahan alam yang sangat
luar biasa. Ketika itu terjadi, daerah pegunungan Himalaya masih berupa
lautan, sehingga dari penelitian-penelitian geologi dapat ditemukan
adanya fosil-fosil ikan dan kerang-kerang foraminifera dll disana. Orang
Yunani dalam bahasa Sanskrit disebut Yawan atau Java. Seperti sekarang
orang-orang Jawa yang dipindahkan oleh Inggris untuk perkebunan dan
barangkali mereka sudah 300-an tahun tidak tahu Indonesia. Mereka tidak
bisa berbahasa Indonesia tetapi berbahasa Jawa.
Dalam
disertasi Prof Santoz, Bapak Anand Krishna mengatakan bahwa dia juga
melihat gunung meru seperti di Egypt. Karena mereka traumatis dengan
laut, mereka mencari tempat-tempat yang jauh dengan laut, segersang
apapun asal tidak dekat dengan laut. Dan disana banyak terdapat piramida
sebagai kenangan masa lalu bahwa ada kosmologis Gunungan seperti di
Jawa dalam wayang. Dalam bahasa mesir kuno disitu disebut mere
bukan piramida (Inggris). Disini kita lihat bahwa ada suatu masa dimana
peradaban kita pernah menjadi Guru seluruh Dunia dan sisa-sisanya ini
masih ada pada jaman kerajaan Sriwijaya.
Pada
jaman Sriwijaya, perhatian mereka terhadap pendidikan luar biasa.
Sampai ada pelajar dari India, Atisha, datang ke Sumatra untuk belajar
kebijakan-kebijakan kuno dari seorang guru: Dharmakirti. Dari Sumatra,
Atisha membawa pelajaran-pelajaran tersebut ke Tibet karena beliau
memperoleh undangan dari Raja di Tibet, dan sampai sekarang menjadi
ajaran wajib yang dipelajari oleh para Rahib di Tibet. Salah satunya
adalah meditasi Tonglen - latihan untuk berterimakasih. Jadi ajaran di
Nusantara ini adalah persembahan atau terima kasih. Dan ini berbeda
dengan peradaban Timur Tengah. Karena tidak ada air dan tidak ada
pangan, mereka selalu minta kepada Tuhan. Sedang konsep kita tentang Tuhan bukan berhamba terus tetapi besyukur, demikian Bapak Anand Krishna menjelaskan.
Dalam
kesempatan tersebut Bapak Anand Krishna juga menghimbau kepada para
pemimpin agar tidak mengutamakan resort-resort untuk wisatawan negara
tertentu saja. Karena cadangan minyak bumi akan menipis sehingga negara
yang hanya mengandalkan minyak sebagai devisa dalam beberapa tahun akan
kehabisan sumber alam tersebut dan tidak akan memiliki banyak uang untuk
berjalan-jalan. Saat ini kita harus progresif. Budaya kita harus
dikembangkan. Salah satu upayanya, Bapak Anand Krishna menyumbangkan
sebuah patung berukuran 2,5 m kepada rakyat Tibet lewat Yang Mulia Dalai
Lama. Persembahan ini atas nama Rakyat Indonesia untuk kembali
melestarikan hubungan Indonesia, India dan Tibet.
Mari kita kembali kepada akar budaya kita. Budaya Arab, Yunani, India sudah diadopsi dengan alam disana dan geografis disana, sehingga tidak
bisa mentah-mentah diterapkan disini. Dharmakirti mengatakan pada
Atisha bahwa ajaran tersebut akan kembali ke wilayah Nusantara. Inilah
saatnya kita harus mengembalikan ajaran tersebut untuk bangkitnya kembali bangsa Indonesia.
Saat Bapak Anand Krishna bertemu Yang Mulia Dalai Lama tahun 90-an bapak Anand Krishna menanyakan bagaimana perasaan beliau terhadap Cina. Beliau mengakui, kadang-kadang muncul rasa benci tehadap Cina tapi lantas teringat
ajaran Dharmakirti dan kemudian mempraktekkan sehingga bisa berpikiran
jernih dan melanjutkan pekerjaan kembali dengan kepala dingin. Tahun
91-an Bapak Anand Krishna mendengar tentang Dharmakirti di Himalaya tapi
tidak memiliki referensinya. Begitupula saat bertemu dengan Guruh Sukarmoputra yang menciptakan lagu gendhing Sriwijaya, juga menyebut Dharmakirti disitu, tetapi tidak tahu menahu tentang dia.
Ketika
ditanya apakah ajaran Tonglen ini bisa dilakukan setiap orang, Bapak
Anand Krishna mengatakan tentu saja bisa dilakukan semua orang dan bisa
dijadikan workshop, tapi ada tahapan-tahapan dari latihan yang dilakukan sebelum kearah latihan ini.
Sebagai ungkapan terima kasih Bapak Anand Krishna menyumbangkan patung Buddha yang dibuat dari bahan yang sama untuk membuat Borobudur dan diminta untuk dikirimkan ke Sarnath, dimana dimasa sang Buddha di tempat inilah Sang Buddha untuk pertamakalinya memberikan wejangan.
Perjuangan Tibet adalah perjuangan non-violent. Tetapi sikap dunia terhadap issue Tibet tidak ada. Jika Arab diakusisi oleh Iraq
semua bergerak. India mau bersikap saat itu, tetapi saat ini India
tidak mau bersikap karena kepentingan ekonomi. Yang disayangkan, Indonesia juga tidak bisa bersikap karena alasan ekonomi. Bila tidak terpengaruh oleh ekonomi luar, sesungguhnya Indonesia bisa berdiri sendiri dan semakin kuat.
....
Sumber:
http://akcbali.org/index.php?option=com_content&view=article&id=202:tibet-india-indonesia-peradaban-kuno-yang-menyatukan-kita&catid=1&Itemid=54
No comments:
Post a Comment