Temuan Kubur Batu di Lahat

Pendahuluan
 Dataran tinggi Pegunungan Bukit Barisan yang memanjang sepanjang Pulau 
Sumatera menyimpan banyak peninggalan-peninggalan tua dari masa 
Prasejarah. Hal itu tidak mengherankan karena dataran tinggi tersebut 
merupakan daratan yang tidak terendam oleh laut dan merupakan jalur 
migrasi manusia prasejarah. Peninggalan manusia prasejarah tersebut 
dapat ditemukan di daerah Kerinci (Jambi), daerah Pasemah (Sumatera 
Selatan), dan lima puluh kota (Sumatera Barat). Namun dibanding dengan 
daerah lainnya, daerah Pasemah merupakan daerah yang paling kaya dengan 
peninggalan Prasejarahnya. Batu-batu besar dengan berbagai bentuk, 
pahatan di bukit batu, susunan batu yang membentuk ruangan sangat 
menakjubkan dan memerlukan keahlian yang tinggi. Masyarakat Pasemah 
menyebutnya batu gajah, rumah batu, batu macan, dan sebagainya. Kalangan
 para ahli menggolongkannya dalam tradisi megalitik.
Peninggalan
 megalitik di Pasemah sekarang ini berada di lahan milik penduduk yang 
berupa sawah atau kebun. Sering terjadi pada saat pengolahan lahan 
ditemukan peninggalan megalitik yang terpendam di dalam tanah. Namun 
berbeda halnya dengan laporan temuan kubur batu di Kecamatan Pajar 
Bulan, Kabupaten Lahat yang berasal dari mimpi. Apapun penyebabnya, 
penemuan itu kemudian dilaporkan masyarakat kepada instansi terkait. 
Penemuan Kubur Batu ini merupakan kabar gembira bagi penelitian 
arkeologi dalam rangka mengungkap “misteri” peninggalan purbakala di 
dataran tinggi Pasemah.
Letak dan Lingkungan
 Temuan kubur batu secara administratif terletak di Desa Talang Pagar 
Agung, Kecamatan Pajar Bulan, Kabupaten Lahat, Provinsi Sumatera 
Selatan. Secara astronomis terletak pada titik koordinat 03° 59' 45.3" 
LS dan 103° 17' 28.0" BT. Desa Talang Pagar Agung dapat ditempuh dari 
dua arah, yaitu melalui Kantor Kecamatan Pajar Bulan dengan jarak tempuh
 7 km atau melalui Simpang Karet yang terletak sebelum Pasar Kota 
Pagaralam dengan jarak tempuh lebih jauh sekitar 9 km. Perjalanan 
melalui Kantor Kecamatan Pajar Bulan dari arah Kota Lahat  melalui Kota 
Pagaralam terlebih dahulu. Namun jalannya tidak dapat dilalui oleh 
kendaraan roda empat. Kami menuju lokasi melalui Simpang Karet yang 
lokasinya berada di sebelah kanan jalan dari Kota Lahat. Pada awal 
perjalanannya melalui jalan yang  tidak berkelok-kelok. Namun setelah 
melalui Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Kota Pagaralam, maka jalan 
dilalui dengan berkelok-kelok. Kondisi jalan yang semula aspal 
selanjutnya jalan tanah yang pada saat itu sedang dalam pembangunan 
saluran air.
Desa Talang 
Pagar Agung dahulunya merupakan daerah perkebunan di jaman Belanda. Nama
 Talang berarti tempat tinggal sementara yang biasa ditempati para 
pekerja kebun. Setelah Belanda keluar dari daerah itu, maka para pekerja
 kebun menempatinya dan akhirnya terbentuk sebuah desa. Mereka berasal 
dari Desa Pagar Agung. Nama Desa Talang Pagar Agung merupakan gabungan 
dari kata Talang dan Desa Pagar Agung. Sekarang Desa Talang Pagar Agung 
dihuni oleh 124 KK dengan jumlah penduduk 684 jiwa. Luas desa berukuran 
275 ha terdiri dari  kebun 270 ha dan pemukiman 5 ha.
Temuan
 kubur batu berada di sebelah kiri jalan di dalam kebun kopi milik Bapak
 Lukman. Lokasinya sebelum rumah Kepala Desa yang bernama Bapak 
Fahrudin. Dari jalan desa menuju kubur batu dengan berjalan kaki 
menempuh jarak sekitar 100 meter. Kubur batu tersebut telah dipagar 
dengan menggunakan bambu dan batang pohon oleh penduduk setelah selesai 
penggalian di bagian dalamnya.  Di luar pagar tersebut di sebelah Barat 
terdapat batu besar yang diperkirakan juga merupakan kubur batu. Namun 
untuk mengetahui lebih lanjut perlu dilakukan penelitian. Temuan lain 
yang diperkirakan juga merupakan kubur batu adalah batu besar di kebun 
yang pemiliknya bernama Bapak Alpin. Batu berukuran cukup besar dengan 
bagian permukaan yang datar. Batu tersebut ditopang atau batu-batu yang 
berada di bawahnya. Batu di bagian bawah tampak telah terbelah sehingga 
mengakibatkan batu besar dibagian atas bergeser.
Deskripsi Kubur Batu
Temuan
 kubur batu di kebun kopi milik Bapak Lukman letaknya berdampingan 
dengan orientasi Utara-Selatan. Kedua kubur batu mempunyai pintu masuk 
di sebelah Barat. Menurut informasi, semula bagian yang tampak dari 
permukaan tanah hanya sedikit, yaitu bagian atap dari kubur batu yang 
berada di sisi Utara. Setelah dilakukan penggalian, maka ditemukan dua 
kubur batu. Bagian atap ini terkubur dalam tanah sedalam 20 cm. 
Penggalian kubur batu dilakukan oleh masyarakat berjumlah 12 orang. 
Mereka melakukan penggalian selama 10 hari. Kegiatan penggalian itu 
mengikuti petunjuk seseorang yang dipercaya sebagai paranormal.  Tanah 
yang berada di dalam kubur batu dikeluarkan dan diratakan sekitar kubur 
batu. Pada saat penggalian ditemukan kepala manusia dari batu putih dan 
batu-batu pipih dan runcing.
Temuan
 lainnya yang berada di sekitar kubur batu adalah adanya batu besar yang
 berada di sebelah Barat dari temuan 2 kubur batu. Jaraknya sekitar 500 
cm. Batu ini diduga juga merupakan kubur batu bagian atap. Namun untuk 
membuktikan hal tersebut perlu dilakukan penelitian. Pada kesempatan itu
 juga kami ditunjukkan batu besar lain yang berada di kebun milik Bapak 
Alpin. Lokasi kebun  berada di sebelah Timur dari kubur batu. Berikut 
uraian temuan-temuan purbakala hasil peninjauan di Desa Talang Pagar 
Agung
a. Kubur Batu I (Utara)
Kubur
 batu ini terletak di sebelah Utara. Pintu masuk berada di sebelah Barat
 berukuran tinggi 97 cm dan lebar 45. Pintu ini cukup besar untuk 
dimasuki orang yang mempunyai berat 80-90 kg. Pintu masuk ini lebih 
rendah daripada permukaan tanah sekitarnya sedalam 80 cm. Pintu masuk 
dibentuk dari dua buah batu yang disusun di sebelah kanan dan kiri. 
Berikutnya kita memasuki kubur batu yang lantainya lebih rendah dari 
jalan masuk sedalam 63 cm. Lantai tersusun dari beberapa lempengan batu 
yang kecil. Ruangan kubur batu berukuran panjang 225 cm dan lebar 157 cm
 dan tinggi 160 cm. Ruangan ini mempunyai dinding yang terbuat dari 
batu-batu besar di sisi Utara, Timur, dan Selatan. Hasil pengukuran batu
 besar yang dilakukan dibagian tengah batu menghasilkan ukuran sebagai 
berikut : Batu besar yang di sisi Utara berukuran panjang 212 cm dan 
lebar 129 cm. Pada dindingnya tidak tampak adanya lukisan hanya ada 
lubang-luang berbentuk lingkaran. Batu yang di sisi Timur berukuran 
panjang 150 cm dan lebar 127 cm. Pada dinding  sisi  Timur ini  tampak 
adanya lukisan. Namun lukisan tersebut tidak jelas lagi hanya terlihat 
adanya goresan warna hitam dan merah. Batu yang di sisi Selatan 
berukuran panjang 188 cm dan lebar 131 cm. Pada batu ini tidak terdapat 
lukisan. Pada bagian atap tersusun dari dua  batu dengan batu yang 
paling besar berukuran panjang 250 cm lebar 169 cm.
b. Kubur Batu II (Selatan)
Kubur
 batu ini terletak di sebelah Selatan dari kubur batu I. Pintu masuknya 
berada di sebelah Barat. Pintu masuk berukuran lebar 45 cm dan tinggi 84
 cm. Pintu masuk tersusun dari dua buah batu yang berada di sebelah 
kanan dan kiri. Lantai kubur batu lebih rendah sedalam 76 cm. Batu-batu 
besar menyusun kubur batu menjadi ruangan  berukuran panjang 214 cm dan 
lebar 180 cm dengan tinggi 160 cm.  Batu di dinding sisi Utara berukuran
 panjang 194 cm dan lebar 130 cm. Pada dinding  terdapat pahatan yang 
berupa lingkaran.  Batu di sisi Timur berukuran panjang 189 cm dan lebar
 159 cm. Pada dinding Timur tampak lukisan di hampir sebagian besar 
permukaan batunya menggunakan warna merah dan hitam. Warna hitam 
digunakan untuk menarik garis membentuk sesuatu sedangkan warna merah 
untuk mengisi bagian dalam dari bentuk tersebut. Lukisan tampak sudah 
tidak jelas sehingga sulit untuk diketahui bentuk yang digambarkan. Batu
 di sisi Selatan berukuran panjang 157 cm dan lebar 148 cm. Lukisan di 
sisi Selatan juga dibuat di sebagian besar permukaan batunya. Pada sisi 
kanan atas tampak adanya gambar manusia dengan kaki yang sedang 
melangkah lebar dan tangan ke depan sedang  memegang benda berbentuk 
bulat. Penggunaan warna hitam dipakai untuk menarik garis. Sedangkan 
warna merah sebagai isinya. Gambar-gambar  lainnya tidak jelas lagi. 
Sementara itu bagian atap tersusun dari satu buah batu yang berukuran 
panjang 190 cm dan lebar 150 cm. Pada bagian atap terdapat pahatan 
berupa kotak-kotak seperti papan catur.
c. Kepala Arca
Kepala
 arca menurut informasi berasal dari Kubur Batu II. Kepala ini hanya 
sampai batas leher bagian atas. Kepala arca berukuran panjang 15 m dan 
lebar 12 cm. Kepala arca terbuat dari batu putih. Tampak bagian mata 
yang menonjol berbentuk lonjong. Dibawah mata adalah pipi yang juga 
menonjol. Bagian hidung telah putus tinggal menyisakan sedikit. 
Sementara bagian mulut tampak lebar dan samar-samar.
d. Temuan Lainnya
Pada
 kesempatan itu ditunjukkan pula temuan lain yang lokasinya tidak jauh 
dari temuan kubur batu. Lokasinya berada di Kebun Kopi milik Bapak 
Alpin. Tepatnya di sebelah Timur dari temuan kubur batu. Temuan berupa 
batu besar dan pipih yang ditopang oleh batu yang berada di bawahnya. 
Batu bagian bawah tampak belum lama terbelah menyebabkan batu bagian 
atas bergeser. Diperkirakan batu ini merupakan kubur batu atau meja 
batu.
Kubur Batu Besemah
Daerah
 lembah  lereng Gunung Dempo ke selatan sampai ke Ulu sungai Ogan 
(Kisam), ke barat sampai Ulu alas (Besemah Ulu Alas), ke utara sampai ke
 Ulu Musi Besemah (Ayik Keghuh), dan ke arah timur sampai Bukit Pancing 
dikenal pada jaman dahulu sebagai Besemah atau Pasemah. Pada masa 
sekarang termasuk dalam wilayah administrasi Kota Pagaralam dan 
Kabupaten Lahat.  Daerah Besemah merupakan dataran tinggi dan pegunungan
 yang bergelombang. Ketinggian wilayah sangat bervariasi, dari 
ketinggian sekitar 441 meter dpl ( diatas permukaan laut ) sampai dengan
 3.000-an meter lebih dpl. Daerah dataran tinggi 441 meter sampai dengan
 1.000 meter dpl, sedangkan daerah berbukit dan bergunung ( bagian 
pegunungan ) berada pada ketinggian di atas 1.000 meter hingga 3.000 
meter lebih dpl. Titik tertinggi adalah 3.173 meter dpl, yaitu puncak 
Gunung Dempo yang sekaligus merupakan gunung tertinggi di Sumatera 
Selatan. Daerah Gunung Dempo dengan lereng-lerengnya pada sisi timur dan
 tenggara mencakup 58,19 % dari luas wilayah Kota Pagar Alam sekarang 
yang 633,66 hektar.
Bukit
 dan gunung yang terpenting di wilayah Kota Pagar Alam, antara lain 
adalah Gunung Dempo (3.173 m), Gunung Patah, (2.817 m), Bukit Raje 
Mendare, Bukit Candi, Bukit Ambung Beras, Bukit Tungku Tige (Tungku 
Tiga), dan Bukit Lentur. Bagian wilayah kota yang merupakan dataran 
tinggi, terutama bagian timur, umumnya disebut “ Tengah Padang”. Daerah 
pusat Kota Pagar Alam yang meliputi kecamatan Pagaralam Utara dan 
Kecamatan Pagaralam Selatan atau wilayah bekas Marga Sumbay Besak Suku 
Alundue terletak pada ketinggian rata-rata 600 samapai 3.173 meter dpl. 
Daerah Besemah dialiri sejumlah sungai. Satu diantaranya adalah sungai 
Besemah (Ayik Besemah).
Mengenai
 keadaan alam Besemah pada permulaan abad ke-19, menurut pendatang 
Belanda dari karangan van Rees tahun 1870 melukiskan bahwa sampai dengan
 tahun 1866 ada rakyat yang mendiami perbukitan yang sulit di datangi di
 sebelah tenggara Bukit Barisan yang tidak pernah menundukkan kepalanya 
kepada tetangga walaupun sukunya lebih besar. Walau hanya terdiri dari 
beberapa suku saja, mereka menamakan dirinya rakyat bebas merdeka. Dari 
barat daya sulit ditembus oleh orang-orang Bengkulu, dari tiga sudut 
lain dipagari oleh gunung-gunung yang menjulang tinggi dan ditutupi oleh
 hutan rimba yang lebat dan luas di daerah pedalaman Palembang.
Di
 daerah Besemah ini banyak ditemukan peninggalan megalitik. Peninggalan 
 megalitik di daerah ini pernah dilaporkan oleh Ullman tahun 1850, 
Tombrink tahun 1870, Engelhard tahun 1891, Krom tahun 1918, Westernenk 
tahun 1922, dan Hoven tahun 1927, yang hampir semuanya beranggapan bahwa
 bangunan-bangunan tersebut merupakan peninggalan Hindu. Pada tahun 
1929, van Eerde mengunjungi tempat tersebut, ia berbeda pendapat dengan 
angggapan-anggapan terdahulu. Van Eerde menyatakan, bahwa peninggalan 
megalitik di Besemah tidak pernah dipengaruhi oleh budaya Hindu, tetapi 
masih termasuk dalam jangkauan masa prasejarah. Bentuk megalitik tampak 
nyata pada peninggalan tersebut seperti pada menhir, dolmen, dan 
lain-lain. Kemudian van der Hoop melakukan penelitian yang lebih 
mendalam selama kurang lebih 7 bulan di Tanah Besemah. Hoop menghasilkan
 publikasi lengkap tentang megalit di daerah tersebut. Publikasi ini 
sampai kini masih sangat berharga bagi penelitian situs-situs megalit di
 Tanah Besemah. Van Heerkeren telah membuat ikhtisar tentang 
penemuan-penemuan megalitik di Indonesia, termasuk di Sumatera Selatan, 
sedangkan Peacock mencoba membahas megalit Besemah ini dari sudut 
pandang sejarah dan fungsinya dalam usaha penelahan kehidupan sosial 
masa lampau.
Para ahli 
memperkirakan budaya megalitik yang masuk .ke Indonesia melalui dua 
gelombang besar. Gelombang pertama, yang disebut megalitik tua, 
diperkirakan masuk ke Indonesia sekitar 2.500-1.500 tahun sebelum Masehi
 yang ditandai oleh pendirian monumen-monumen batu seperti menhir, undak
 batu, dan patung-patung simbolis-monumental. Gelombang kedua disebut 
sebagai megalitik muda yang diperkirakan masuk ke Indonesia sekitar awal
 abad pertama sebelum Masehi hingga abad-abad pertama Masehi. 
Monumen-monumen yang mewakili kelompok tinggalan Megalitik muda antara 
lain berupa monumen peti kubur batu, dolmen, dan sarkofagus.
Bangunan
 megalitikum tersebut terdapat hampir diseluruh kepulauan Indonesia. 
Bentuk bangunan kuno ini bermacam-macam dan berdiri sendiri ataupun 
berkelompok. Maksud utama dari pendirian bangunan tersebut tidak luput 
dari latar belakang pemujaan nenek-moyang, dan pengharapan kesejahteraan
 bagi yang hidup, serta kesempurnaan bagi si mati. Bangunan yang paling 
tua dengan bentuk tersebut di atas dapat diduga umurnya secara nisbi 
(relatif). Bentuk-bentuk tempat penguburan dapat berupa dolmen, peti 
kubur batu, bilik batu, dan lain-lain. Di tempat kuburan-kuburan semacam
 itu biasanya terdapat berbagai batu besar lainya sebagai pelengkap 
pemujaan nenek-moyang, seperti menhir, patung nenek-moyang, batu saji, 
batu lumpang, batu lesung, batu batu dakon, tembok batu atau jalan yang 
berlapis batu.
Hasil 
penelitian-penelitian arkeologis menegaskan bahwa di Tanah Besemah 
pernah ada masyarakat yang hidup dan berkembang dalam lintasan 
prasejarah. Hal ini terbukti dengan banyaknya peninggalan budaya 
megalitik yang tersebar, misalnya di  Tegurwangi, Tanjungaro, Belumai, 
Gunung Kaya, Gunung Megang, Pulau Panggung, Geramat dan sebagainya. Di 
beberapa situs itu ditemukan kubur batu. Kubur batu terbentuk dari 
batu-batu besar yang digunakan sebagai dinding dan atap. Batu-batu 
tersebut disusun dalam lubang yang telah disiapkan terlebih dahulu.
Selain
 Van der Hoop,  penelitian tentang  kubur batu ini dilakukan juga oleh 
peneliti C.C. Batenberg dan C.W.P. de Bie. Van der hoop sendiri telah 
meggali salah satu kubur batu  yang berada di Teguwangi, yang dianggap 
paling besar di antara-antara  kubur batu lainnya. Ia berhasil menemukan
 benda-benda yang penting sebagai bukti peninggalan dari pendukung 
tradisi  kubur batu. Pemukaan atas tutup kubur batu berada 25 cm dibawah
 permukaan tanah, dan tutup peti kubur batu ini terdiri dari beberapa 
papan batu. Sela – sela antara batu – batu penutup dan antara penutup 
dengan peti tersebut diisi dengan batu – batu kecil. Diantara papan – 
papan penutup, yang paling besar berukuran panjang 2,5 m. Lantai  yang 
agak melandai dengan arah timur barat, terdiri dari 3 papan batu.  
Lapisan tanah selebar 20 cm dari atas peti, berisi temuan – temuan, 
seperti 4 butir manik – manik merah berbentuk silindrik, sebuah manik 
berwarna hijau transparan berbentuk heksagonal tangkup, sebuah paku emas
 berkepala bulat dan ujung yang tumpul, sebuah manik berwarna kuning 
keabu – abuan dua buah mekanik berwarna biru serta sebuah fragment 
perunggu selain itu masih ditemukan manik – manik dalam berbagai bentuk 
sebanyak 63 buah.
Didalam
 kubur batu yang lainnya yang pernah dibuka oleh Batenburg, ditemukan 
beberapa buah manik – manik berwarna kuning dan sebuah mata tombak dari 
besi yang telah sangat berkarat. Didalam kubur batu yang ditemukan oleh 
de Bie, terdapat sebuah lempengan perunggu berbentuk segiempat yang 
mengembung di bagian tengah. Selanjutnya de Bie menemukan peti kubur 
batu rangkap di Dusun Tanjung aro yang terdiri dari dua ruang sejajar 
berdampingan, dipisahkan oleh dinding yang di lukis dengan warna-warna 
hitam, putih, merah, kuning, dan kelabu. Lukisan ini menggambarkan 
manusia dan binatang yang distilir  antara lain tampak gambar tangan 
dengan tiga jari, kepala kerbau dengan tanduknya, dan mata kerbau yang 
digambarkan dengan lambang-lambangnya dihubungkan dengan konsepsi 
pemujaan nenek-moyang.
Dalam
 bidang seni, tradisi megalitik di Besemah telah mengenal seni lukis 
yang berkualitas tinggi, baik dari segi bentuk maupun dari tata warna. 
Gaya naturalis serta gaya-gaya stilir telah muncul pada berbagai dinding
 kubur batunya yang dapat dilihat di situs megalitik Tanjungaro, 
megalitik Tegurwangi, dan megalitik Kotaraya Lembak. Lukisan purba di 
dusun Tanjungaro ditemukan pertama kali oleh Van der Hoop. sedangkan 
yang di dusun Tegurwangi dan dusun Kotaraya Lembak ditemukan oleh 
penduduk sekitar tahun 1987.  Lukisan-lukisan tersebut mempunyai 
perpaduan warna yang menunjukkan bukti bahwa pembuatnya sudah mempunyai 
teknik yang berkualitas tinggi dalam penguasaan tata warna.
Menurut
 hasil analisis bentuk yang dilakukan Hoop, lukisan dari kubur batu 
Tanjungaro menggambarkan seorang manusia yang mengendarai seekor kerbau 
yang mengacu pada bentuk antropomorpik (bentuk manusia) dan bentuk fauna
 baik jenis kerbau maupun kera. Pada lukisan dari kubur batu Tegurwangi 
dan Kotaraya Lembak, juga memiliki kualitas tinggi baik dipandang dari 
sudut estetika maupun simbol yang melatarbelakanginya. Tampaknya lukisan
 tersebut merupakan suatu pesan dari pelukisnya dalam bentuk simbol yang
 mengacu pada perilaku dan kehidupan religius masa itu. Analisis 
laboratorium yang dilakukan oleh Samidi, dari Direktorat perlindungan 
Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala, berhasil mengungkapkan 
tentang bahan-bahan yang digunakan memakai warna hitam, merah, putih dan
 kuning. Warna merah dalam pada masa prasejarah telah menduduki tempat 
yang sangat penting. Warna merah telah banyak digunakan dalam 
upacara-upacara prosesi penguburan.
Objek-objek
 lukisan purba di Besemah di atas adalah manusia, fauna, flora, benda 
buatan manusia dan alam. Lukisan manusia digambarkan dengan susunan 
anatomi yang lengkap terdiri dari kepala, leher, badan, kaki dan 
berbagai anggota badan, seperti hidung, mata, mulut dan lain-lain secara
 lengkap. Walaupun demikian penggambaran tokoh manusia dibuat dalam 
proporsi yang tidak sebenarnya, antara lain posisi kepala terlalu 
kedepan, sehingga objek lukisan seolah-olah bongkok. Demikian pula 
kadang-kadang badan terlalu gemuk dan leher pendek, penggambaran kaki 
seorang tokoh biasanya lebih pendek dibandingkan dengan anggota badan 
lainnya. Tokoh manusia banyak yang menunjukkan bentuk fisik seperti 
fisik orang Negro. Di dalam kubur batu di Dusun Tegurwangi, tokoh 
manusia ada yang digambarkan seperti seorang wanita dengan payudara yang
 besar. Tampaknya dalam bidang seni ada kesejajaran dalam tingkat 
keahlian antara seni lukis dan seni pahat. Hal ini tampak dari hasil 
pahatan dalam bentuk arca maupun dalam bentuk lukisan yang menghasilkan 
bentuk dan proporsi manusia yang hamper sama. Dalam seni lukis tokoh 
manusia juga di gambarkan dengan posisi bongkok dan dengan bibir lebar 
yang tebal.
Lukisan dalam
 bentuk binatang (fauna) terdiri dari binatang liar dan 
binatang-binatang yang telah dibudidayakan. Binatang liar, antara lain, 
adalah harimau (pengamatan Teguh Asmar), burung hantu (pengamatan Haris 
Sukendar), dan ular. Sedang binatang yang telah dibudidayakan, antara 
lain, lukisan kerbau. Lukisan binatang ini tampaknya erat sekali dengan 
pemahaman pendukung tradisi megalitik dengan lingkungan. Binatang yang 
menjadi objek lukisan terdapat di hutan belantara Besemah. Seperti juga 
pada tinggalan-tinggalan arca, maka lukisan purba Besemah mempunyai 
maksud yang hampir sama, yaitu bertujuan sebagai harapan terjadinya 
keakraban antara manusia dengan binatang hutan yang ganas. Kalau Hoop 
mendeskripsikan lukisan kerbau di Dusun Tanjungaro menggambarkan seorang
 manusia mengendarai kerbau, sedangkan Teguh Asmar mendeskripsikan 
lukisan kerbau pada dinding pintu masuk salah satu kubur batu di 
Kotaraya. Selanjutnya, Asmar mengatakan bahwa kerbau dilukiskan kepala, 
leher, badan, seta kaki dengan penampilan yang tidak proporsional. 
Tanduknya hanya kelihatan satu, melengkung ke atas dan berwarna putih. 
Badannya begitu pendek diteruskan gambaran kaki kanannya yang memanjang 
kearah bawah, sedangkan kaki kirinya hanya tampak sampai separuh paha. 
Melihat bawahnya terlukis sebuah motif yang tidak jelas, karena warna 
lukisan banyak yang hilang. Kecuali tanduk dan selempang leher, kerbau 
diberi warna hitam dengan warna kontras putih. Kemungkinan yang dikira 
Asmar kerbau itu adalah badak, karena “tanduk”nya satu dan melengkung ke
 atas dan badannya begitu pendek, serta mempunyai selempang leher.
Lukisan
 burung hantu merupakan lukisan yang indah di kubur batu Kotaraya 
Lembak. Haris Sukendar mengatakan bahwa lukisan itu menggambarkan burung
 hantu yang memiliki kuku panjang dan runcing, bagian muka (paruh dan 
mata) digambarkan secara jelas, sedangkan menurut Asmar bahwa binatang 
yang dimaksud adalah harimau. Tetapi menurut masyarakat setempat “burung
 hantu” tersebut adalah burung gerude (garuda). Selain lukisan “burung 
hantu” di dinding sebelah kiri, di dekat pintu masuk kubur batu adalah 
lukisan palak nage (kepala naga). Arca-arca dalam tradisi megalitik 
biasanya digunakan sebagai sarana untuk menjaga keselamatan, khususnya 
“keselamatan” si mati dalam mencapai dunia arwah. Untung Sunaryo telah 
menemukan lukisan purba yang menggambarkan seperti serigala atau harimau
 dalam satu bidang dengan seorang objek lukisan manusia. Lukisan ini 
ditemukan tahun 1987 di kubur bilik batu Tegruwangi. Tetapi sayang 
sekali, lukisan itu telah hilang. Dari pengamatan Haris Sukendar, 
lukisan fauna di megalitik Besemah dalam bentuk fisiknya dibagi menjadi 
dua bagian yaitu (1) Lukisan realistis, lukisan digambar sesuai dengan 
bentuk aslinya, seperti lukisan burung hantu, (2) Lukisan bersifat 
stilir, lukisan yang digambarkan dengan bentuk yang bergaya, tetapi 
mempunyai makna seperti objek aslinya, seperti lukisan kerbau di dusun 
Tanjungaro.
Seperti juga 
pada seni pahat, seni lukis kerbau ditemukan pada dinding kubur batu 
yang membuktikan bahwa kerbau telah dikenal dan dibudidayakan dalam 
tradisi megalitik di Besemah. Kerbau dalam tradisi megalitik ini menjadi
 binatang utama. Dalam berbagai upacara penting, kerbau selalu berperan 
yang digunakan sebagai binatang kurban yang disembelih baik untuk 
keperluan berkaitan dengan kepercayaan (beliefs), yaitu sebagai 
kendaraan arwah ketika menuju alam arwah atau sebagai konsumsi manusia 
itu sendiri. Selain itu, kerbau juga merupakan simbol harkat dan 
martabat seseorang. Lukisan kerbau pada tradisi megalitik di Besemah 
menunjukkan bahwa masyarakatnya telah akrab dengan binatang ini.
Penemuan
 kubur batu di Desa Talang Pagar Agung menambah daftar temuan kubur batu
 di daerah Kota Pagaralam dan Kabupaten Lahat. Kubur batu ditemukan di 
Dusun Belumai, Tegurwangi, Tanjungaro, Pematangbango, Kotaraya Lembak, 
dan Gunungmegang. Namun disayangkan bahwa temuan kubur batu di Desa 
Talang Pagar Agung ini telah rusak akibat penggalian yang dilakukan 
masyarakat. Temuan yang diharapkan akan  menambah data arkeologis 
menjadi sirna dengan dikeluarkannya tanah yang berada di dalam kubur 
batu. Sesuatu yang mungkin terkandung  di dalam tanah tersebut menjadi 
hilang. Kemungkinan keberadaan sisa-sisa rangka manusia atau bekal kubur
 telah musnah. Kami hanya menemukan adanya lukisan yang telah 
samar-samar dan kepala manusia dari batu putih. Selebihnya adalah 
batu-batu pipih yang tidak diketahui fungsinya.
Lukisan-lukisan
 terdapat di kedua kubur batu. Lukisan di kubur batu sebelah Utara 
terdapat di dinding batu sisi Timur. Lukisan telah benar-benar tidak 
dapat diidentifikasi bentuknya. Tampak samar-samar adanya goresan warna 
hitam dan merah. Sedangkan lukisan di kubur batu sebelah Selatan 
terdapat di dinding batu sisi Timur dan Selatan. Lukisan menutupi hampir
 sebagian besar permukaan tanah. Namun itupun juga telah samar-samar. 
Namun lebih baik dari lukisan yang ada di kubur batu sebelumnya. Lukisan
 di dinding sisi Timur menggunakan warna yang sama, yaitu warna hitam 
dan merah. Warna hitam digunakan sebagai garis untuk membentuk gambar, 
sedangkan warna merah untuk mengisi diantara warna hitam. Lukisan tidak 
diketahui lagi bentuknya. Sementara itu di dinding sisi Selatan tampak 
jelas adanya gambar manusia yang sedang melangkah kakinya dengan lebar 
ke depan. Tangannya lurus ke depan agak ke atas sedang menggenggam benda
 berbentuk bulat. Pada lukisan ini  tampak adanya bagian kepala. Pada 
dinding Selatan itu juga tampak seluruh permukaan batunya dilukis. Namun
 sudah tidak jelas lagi. Warna hitam digunakan untuk membuat garis-garis
 pinggir dari lukisan  manusia tersebut. Sedangkan warna merah untuk 
bagian dalam diantara garis hitam.
Penutup
Temuan
 kubur batu di Desa Talang Pagar Agung merupakan data penting yang harus
 segera dilakukan penelitian arkeologis. Rasa keingintahuan masyarakat 
terhadap temuan tersebut yang diiringi dengan ketidaktahuan yang harus 
dilakukan telah menyebabkan kubur batu tersebut mengalami gangguan, 
yaitu dengan dilakukannya penggalian tanah yang berada di dalam kubur 
batu ke luar.  Tentu saja pengalian yang tidak dilakukan dengan baik itu
 akan menghilangkan benda-benda yang mungkin bercampur dengan tanah. 
Tindakan masyarakat melaporkan penemuan kubur batu sudah benar, tetapi 
seharusnya dengan tidak melakukan penggalian.
Temuan
 kubur batu menjadi unik dan menarik karena terdapat lukisan kubur batu.
 Memang lukisan kubur batu ditemukan di hampir semua kubur batu. Namun 
yang membedakannya adalah bentuk yang digambarkan dan warna yang 
dipakai. Tentunya hal itu menjadi kekhasan setiap kubur batu. Hal yang 
paling penting adalah kubur batu di dataran tinggi Pasemah tidak 
terdapat di daerah lainnya di Indonesia.
Sumber:
http://jelajahsitus.blogspot.com/2011/02/temuan-kubur-batu-di-lahat.html 
 
No comments:
Post a Comment