Wednesday, April 23, 2014

Tim Katastropik Purba Temukan Jejak Tambang Purba di Sumbawa

Jumat, 20 April 2012 - 08:41 WIB
Tim Katastropik Purba Temukan Jejak Tambang Purba di Sumbawa
Oleh : Desk Informasi


Tim Katastropik Purba yang difasilitasi oleh Staf Khusus Presiden (SKP) bidang Bantuan Sosial dan Bencana Alam, Andi Arief, baru saja menyelesaikan studi awal tentang jejak-jejak sendimentasi di Sumbawa, Nusa Tenggara Timur, beberapa waktu lalu. Studi ini menemukan sejumlah keanehan sejarah dan ekstraksi bumi di wilayah tersebut. Kuat dugaan adanya tambang purba di wilayah Sumbawa.

Tim Katastropik Purba meneliti tentang kejadian tsunami pada masa lalu dengan mencari jejak-jejak sedimentasi di wilayah selatan Sumbawa, yaitu diantara Benete, Maluk, Sekongkang, Nenga Memenga, Swis, Sejurong, Tongo, Senutuk, Labuhan, Brang Tatar, dan Yangse. Pemilihan lokasi ini dilakukan karena sejauh ini belum ada satupun sumber tulisan yang lengkap mengulas tentang keanehan-keanehan sejarah dan ekstraksi bumi di daerah selatan tersebut.

“Melirik pada nama yang berbau oriental, Ma-Luk, Tse Kong Kang, Ta(r)tar, Yang Tse, muncul hipotesa awal, nama-nama itu mengindikasikan daerah pantai selatan Sumbawa itu pernah dijelajah oleh bangsa Mongol – China. Entahlah, mungkin tentara-tentara Jenghis Khan atau panglima-panglimanya. Tapi belum pernah ada yang meneliti mendalam tentang tersebut sejauh ini,” ungkap salah seorang anggota Tim Katastropik Purba.

Ia juga mengungkapkan, bahwa sampai sekarang masih ada cerita terpendam tentang bagaimana para eksplorasionis awal geologis-geologis Newmont menemukan bekas-bekas penambangan kuno di puncak Batuhijau.
http://gunungtoba2014.blogspot.com
“Sekarang puncak batu hijau itu sudah hilang karena ditambang dan menjadi lembah kerucut terbalik dengan kedalaman sampai 700 meter dari permukaan awal. Tak ubahnya, seperti di Grassberg Freeport di Timika,” ungkap salah seorang staf dari SKP bidang Bantuan Sosial dan Bencana Alam.
Disebutkan, pada awal 90-an saat melakukan pemetaan, para geologis ini mendapati sebuah lapisan tipis berupa ‘arang’ yang ditutupi oleh endapan volkanik (tuff?) dan soil. Di zona lapisan memanjang tersebut, didapati banyak sekali keramik (pottery) dan juga Slag - sisa-sisa pembakaran bijih untuk pemurnian tembaga.

Para geologis itu, lanjut seorang peneliti Tim Katastropik Purba  curiga, fenomena itu adalah bekas penambangan kuno. Karena kecurigaan itu, mereka pun memanggil tim arkeologi dari Jakarta (Tim pemerintah). Kemudian, Tim tersebut melakukan ekskavasi dengan memakai bentangan benang-benang saling menyilang seperti umumnya standar penggalian arkeologi.

“Kabar yang beredar saat ini, laporan tertulis Tim Arkeologi itu ada di Newmont, tapi mereka tidak tahu disimpan dimana sekarang, karena sejak  dulu proyek tersebut memang dirahasiakan,” ungkapnya.

Berdasarkan informasi, aporan tersebut menyimpulkan, benda-benda yang ditemukan di puncak gunung Batuhijau tersebut tidak mempunyai nilai sejarah. Dan atas rekomendasi itu, Newmont-pun meneruskan usaha awal eksplorasinya dengan feasibility study -- standar resmi penambangan umumnya --  sampai mereka menambang bukit Batuhijau itu menjadi kaldera seperti saat ini.

“Dengan kondisi saat ini, hampir dipastikan lapisan pembawa bukti-bukti man made yang diteliti Tim Arkeologi tersebut sudah hilang tertambang. Sebagian dari "artefak-artefak" yang dikumpulkan banyak dijadikan souvenir oleh tim eksplorasi Newmont, termasuk dibawa ke Denver, Amerika Serikat, ke kantor pusatnya,” papar staf dari SKP bidang Bantuan Sosial dan Bencana Alam itu.

Untuk menjawab teka-teki ini, Tim Katastropik Purba berharap  geologis Indonesia yang sudah keluar dari Newmont masih menyimpan hasil riset tersebut, karena menurut analisis Tim Katastropik purba, sangat aneh kalau ada lapisan "arang" dengan banyak artefak yang ditutupi endapan gunung api lalu  dianggap tidak punya nilai sejarah.

“Jika benar lapisan penguburnya adalah endapan tuffa gunung api, kemungkinan itu adalah endapan piroklastik letusan Tambora pada tahun 1815. Dengan demikian, kegiatan penambangan tembaga di daerah tersebut sudah terjadi sebelum 1815,” jelas salah seorang peneliti Tim Katastropik Purba.

Saat ditanya apakah penambahan purba itu dilakukan oleh tentara Jenghis Khan ataukah ada peradaban lain, Sang Peneliti tidak bisa menyebutkan secara pasti. Namun ia menyayangkan adanya kesimpulan bahwa lapisan tersebut tidak punya nilai sejarah, sehingga dengan  dasar ini,  maka diaanggap sah-sah saja lapisan-lapisan itu dibongkar dalam rangka mengakses cadangan raksasa tembaga, emas, dan perak di bawahnya.

Staf dari SKP bidang Bantuan Sosial dan Bencana Alam menambahkan, bahwa Tim Katastropik Purba juga menemukan suatu bentukan morfologi yang menarik di daerah pantai. Morfologi itu berbentuk sebuah gunung yang radial  tapi bagian sirkular tengahnya menunjukkan pola menurun ke tengah, seperti kaldera dangkal, seolah-olah seperti bentuk galian tambang porfiri yang sudah ditutup.
“Peta geologi itu menunjukkan data yang tidak konsisten. Kemungkinan memang belum pernah didaki untuk diteliti. Seperti gunung api purba. Bahkan eksplorasionis Newmont-pun tertarik dengan fenomena tersebut, karena kalau memang ada mineralisasinya, berarti di dalam "gunung" tersebut kemungkinan juga akan didapatkan cadangan serupa seperti Batuhijau,” jelasnya.
Kabarnya, dalam tahun ini pihak Newmont akan mulai meneliti morfologi tersebut karena masih  masuk dalam daerah konsesi.

Dengan adanya fakta-fakta di atas, Tim Katastropik Purba menyimpulkan adanya bekas-bekas penambangan kuno  tersebut menunjukkan bahwa pengetahuan dan teknologi mineral dan metalurgi pada peradaban purba ternyata sudah  sangat maju. Entah  itu  jaman Raden Wijaya,  Jenghis Khan, atau mungkin jaman jauh sebelum itu. (ES)


Sumber:
http://setkab.go.id/berita-4150-tim-katastropik-purba-temukan-jejak-tambang-purba-di-sumbawa.html

No comments:

Post a Comment