“PIRAMIDA SADAHURIP, SUKAWENING, WANARAJA GARUT”
“PIRAMIDA SADAHURIP, SUKAWENING,
WANARAJA GARUT”Sabtu, 18 Pebruari 2012Universitas Surabaya (UBAYA):
Benarkah ada Piramida di Gunung Sadahurip? [foto doc: http://forum.nationalgeographic.co.id/]“Benarkah ada Piramida di Gunung Sadahurip? [foto doc: http://forum.nationalgeographic.co.id/]“Oleh: Hazrul Iswadi
Departemen MIPA Ubaya
Salah satu berita panas di media
akhir-akhir ini adalah silang pendapat tentang keberadaan piramida di
Gunung Sadahurip, Garut, Jawa Barat. Silang pendapat muncul setelah Andi
Arief, Staf Khusus Presiden bidang Bantuan Sosial dan Bencana, merilis
hasil penelitian dari Tim Bencana Katastropik Purba yang difasilitasi
oleh Andi Arief tersebut.
Salah satu petikan rilis Andi Arief pada
media adalah “Dari beberapa gunung yang di dalamnya ada bangunan
menyerupai piramid, setelah diteliti secara intensif dan uji karbon
dating, dipastikan umurnya lebih tua dari Piramida Giza” (detikcom,
Minggu (22/11/2011)). Kemudian Andi Arief melanjutkan dengan “Ada temuan
mencengangkan tentang uji karbon dating pada 3 lapis kebudayaan di
kawasan Trowulan yang terlanjur kita sebut Majapahit pada zaman sejarah
masehi itu. Juga tentang temuan-temuan lapisan sejarah di Lamri Aceh dan
sekitarnya.”
Sesudah berita itu, hari-hari berikutnya
sampai sekarang beragam tanggapan muncul. Beberapa arkeolog meragukan
dan ada juga yang menyatakan bahwa tidak mungkin ada piramida di Gunung
Sadahurip. Para arkeolog yang meragukan kajian Tim Bencana Katastropik
Purba tersebut antara lain menyatakan tidak mungkin ada piramida di
bawah gunung. Ada pula ahli arkeolog yang menyatakan bahwa bangunan
piramida tidak berdiri sendiri, harus disertai peradaban yang ada
disekelilingnya, dimana peradaban yang menunjang berdirinya piramida di
Garut tidak ada. Kemudian ada pula ahli astronomi yang menyatakan secara
geometri dan astronomi tampakan Gunung Sadahurip tersebut tidak seperti
piramida atau candi Borobudur, yang semuanya memiliki hitungan geometri
dan astronomi.
Pada awalnya penulis juga meragukan
adanya piramida di Gunung Sadahurip. Bahkan penulis mulai sepakat dengan
beberapa komentar masyarakat di media masa bahwa berita tersebut adalah
pengalihan isu dari perkara korupsi yang sekarang menghantam partai
Demokrat dengan dahsyat. Kemudian penulis juga ingat beberapa
berita-berita yang lain dan mirip seperti harta karun Soekarno, yang
ternyata sampai sekarang tidak ada yang benar. Penulis semakin
menduga-duga bahwa bakal ada satu lagi berita bohong yang disampaikan ke
publik untuk tujuan-tujuan tertentu.
Tapi penulis merasa ada yang ganjil
dengan silang pendapat di atas. Penulis juga merasa tidak fair jika
tidak mencari berita yang menjelaskan pekerjaan dari Tim Bencana
Katastropik Purba. Penulis mendapatkan di salah satu portal vivanews.com
penjelasan dari tim tersebut. Pada berita di atas dijelaskan upaya tim
untuk mengetahui siklus bencana, yang juga terjadi di masa lalu. Karena
itu sebuah kewajaran jika kemudian tim peneliti ini juga melakukan
penelitian terhadap peradaban kuno, yang diduga banyak yang ikut
terhempas bencana. Tim ini meneliti keterkaitan bencana dan peradaban.
Mulai dari meneliti kemungkinan musnahnya suatu peradaban karena
bencana, hingga mencari tahu kearifan lokal masyarakat masa lalu dalam
menghadapi bencana.
http://gunungtoba2014.blogspot.com
Argumen-argumen yang dikemukan oleh tim
terkait tentang latar belakang dilakukan penelitian tersebut sangat
logis dan runtut. Pembaca dapat membaca lebih detil alasan-alasan tim
tersebut di http://teknologi.vivanews.com/news/read/286361-bukan-pencarian-piramida-dan-harta-karun.
Tim membantah rumor yang menyebutkan penelitian ini dimaksudkan sebagai
pencarian piramid, apalagi pencarian harta karun. “Piramida, itu
terlalu awal,” kata anggota tim lain yang juga ahli geologi ITB, Andang
Bachtiar. “Bagaimana kami mendapatkan kearifan masa lalu, itulah harta
karun bagi kami,” lanjut Andang. Banyak penelitian-penelitian arkeologi
yang memang berhasil mengungkap keberadaan peradaban kuno yang tertimbun
oleh bencana besar. Sehingga tidak ada salahnya juga para peneliti Tim
Bencana Katastropik Purba melakukan hal yang sama di seluruh Indonesia.
Lantas kenapa penelitian oleh Tim Bencana
Katastropik Purba menjadi kontroversi? Kenapa muncul bantahan-bantahan
terhadap hasil penelitian tim tersebut?
Jika menilik kronologinya, kontroversi
dan bantahan muncul setelah hasil penelitian tersebut dirilis.
Kontroversi dan bantahan muncul ketika hasil penelitian diartikulasikan
ke media masa dan masyarakat umum. Dalam beberapa kasus, kutipan dan
interpretasi terhadap hasil penelitian seringkali sepotong-sepotong,
bias, atau salah.
Bantahan dari ahli geologi lain atau
masyarakat umum tentang kemungkinan adanya struktur bangunan atau
peradaban kuno di bawah gunung atau suatu daerah purba yang diduga sudah
terkena bencana muncul ketika menanggapi hasil penelitian yang dipahami
secara sepotong-sepotong. Tidak ada salahnya tim di atas membuat
hipotesis tentang kemungkinan adanya struktur bangunan dan peradagan
kuno yang terkubur di suatu tempat jika mereka dapat menunjukkan dan
membuktikan hipotesis tersebut. Kita tinggal mencermati metode
penelitian dan pembuktian hipotesis mereka.
Keadaan ini analog dengan
yang terdapat dalam ilmu matematika, klaim dan teorema tidak dapat
dipisahkan dari pembuktian. Kita harus membaca utuh semua rangkaian
argumen, mulai dari klaim atau teorema yang dikemukakan (dalam ilmu lain
disebut dengan hipotesis) sampai dengan argument penutup dari
pembuktian klaim atau teorema tersebut.
Peneliti yang baik selalu menjunjung
tinggi salah satu pilar dalam etika penelitian yaitu kejujuran. Peneliti
yang baik selalu menyatakan secara jelas ruang lingkup dari klaim yang
sudah dibuktikan atau dapat diterangkan dari klaim yang sudah
dibuktikan. Peneliti yang baik selalu berhati-hati menginterpretasikan
dan mengkomunikasikan hasil penelitiannya sendiri. Coba tengok apa yang
dinyatakan oleh Andang Bachtiar di atas bahwa dugaan adanya piramida di
situs-situs yang mereka teliti terlalu awal. Apalagi jika dikaitkan
dengan adanya harta karun di dalam piramida yang belum jelas
juntrungan-nya.
Hasil penelitian yang dikemukan
sepotong-sepotong berpotensi menimbulkan bantahan, tudingan bahwa
peneliti tidak kompeten, atau tuduhan kebohongan yang dilakukan tim
penelitian. Padahal jika semua pihak yang ingin memahami suatu
penelitian dengan sabar dan teliti maka mereka akan dapat menilai dengan
jernih apakah tim penelitian sudah melakukan semua komponen penelitian
dengan benar atau tidak. Hendaknya kita tidak menjadi seperti seorang
dengan mata tertutup yang langsung memberi tanggapan setelah dengan
hanya sekali meraba bagian tertentu dari seekor gajah. Sehingga ketika
seseorang yang tidak buta menyatakan yang kita pegang adalah gajah, kita
ngotot menyatakan tonggak karena kebetulan bagian yang kita pegang
adalah kaki gajah yang keras dan kokoh.
Interpretasi hasil penelitian dapat
menjadi bias jika dikaitkan dengan situasi kalangan lebih luas yang
diinformasikan dan pihak yang menginformasikan. Masyarakat yang khatam
dengan film Holywood ala Indiana Jones pasti sedikit banyaknya berharap
penelitian-penelitian arkeolog selalu berakhir dengan situasi
mencengangkan tentang adanya lokasi harta karun yang melimpah atau
adanya fenomena yang menandai kedigjayaan kita di masa lampau.
Masyarakat yang sedang frustasi dengan keadaan sehari-hari yang semakin
lama semakin sulit sangat berharap ada mukjizat yang “logis” tentang
adanya harta karun yang dapat membantu mereka keluar dari kesulitan
tersebut. Sehingga interpretasi tentang harta karun yang bisa didapat
dari penelitian akan selalu diasosiasikan dengan uang, emas, atau
kekayaan.
Penulis berpendirian bahwa peneliti juga
bertanggung jawab pada interpretasi hasil penelitiannya, tidak hanya
hasil penelitian itu sendiri. Penulis harus dapat mengawal interpretasi
hasil penelitiannya masih relevan dan berkaitan dengan hasil penelitian
yang sudah diperoleh. Pihak-pihak tertentu dapat melontarkan
interpretasi yang berbeda dari hasil penelitian sesuai dengan interes
mereka masing-masing. Jika dikaitkan dengan istilah sekarang berarti
interpretasi hasil penelitian mungkin saja “digoreng” oleh pihak-pihak
tertentu. Para politikus dapat menginterpretasikan hasil penelitian
sehingga interpretasi tersebut mendongkrak popularitasnya di mata
pemilih. Para birokrat dapat saja berkepentingan dengan interpretasi
hasil penelitian jika hal itu dapat mendongkrak karirnya. Bahkan kaum
usahawanpun akan berminat jika hasil penelitian berkaitan dengan
keuntungan usaha.
© 2013 Universitas Surabaya. Artikel yang
ada di halaman ini merupakan artikel yang ditulis oleh staf Universitas
Surabaya. Anda dapat menggunakan informasi yang ada pada halaman ini
pada situs Anda dengan menuliskan nama penulis dan memasang backlink
dengan alamat http://www.ubaya.ac.id/ubaya/articles_detail/32/Klaim-dan-Interpretasi-Hasil-Penelitian—–Kasus-Piramida-Gunung–Sadahurip.html
No comments:
Post a Comment