Gunung Toba: Supervolcano yang mengguncang dunia
Danau Toba adalah permata Sumatera, anugerah sang Pencipta yang luar biasa. Pesona keindahan danau Toba telah dikenal luas hingga ke mancanegara. Hal ini menjadikan danau Toba sebagai salah satu daerah tujuan wisata utama di Indonesia.
Selain pemandangan danau dan pegunungan yang elok, di sekitar daerah danau Toba juga dapat ditemukan rumah tradisional batak, kain tenun, tari-tarian dan berbagai macam peninggalan budaya lainnya yang sangat unik dan telah berkembang sejak ratusan tahun yang lalu.
Namun di balik keindahannya, danau Toba memendam sepenggal kisah tentang hilangnya suatu masa dan runtuhnya sebuah peradaban. Sebuah peristiwa “mega collosal” yang bahkan mampu mengguncang dunia.
Gambar 1. Posisi Gunung Toba. Sumber Gambar: Google.com
Terletak di ketinggian 906 m dpl, sebagian besar lanskap danau Toba didominasi oleh dataran tinggi dan pegunungan. Danau Toba terbentuk dari serangkaian proses tektonik dan vulkanik selama jutaan tahun.
Danau yang terletak di Sumatera Utara ini memiliki luas 1.130 km, membentang dari arah utara ke selatan dengan panjang maksimum 100 km dan lebar maksimum 30 km. Kedalaman maksimum tercatat sekitar 505 m dengan volume air diperkirakan mencapai 240 km kubik.
Menurut Wikipedia, danau Toba adalah danau terbesar di Asia Tenggara, danau ke-14 terdalam di dunia dan bahkan, memegang rekor sebagai danau tektonik-vulkanik terbesar di dunia (Gambar 2).
Gambar 2. Citra LANDSAT danau Toba. Sumber : NASA via Wikimedia Commons(modified).
Posisi danau Toba tidak jauh dari daerah sesar besar Sumatera (Great Sumatran Fault) yang membentang sepanjang pulau Sumatera sejajar dengan busur sunda (Sunda Arc) yang membentuk rangkaian pegunungan di Sumatera dan Jawa.
Busur Sunda terbentuk dari gesekan antara lempeng Indo-Australia yang bergerak ke arah timur laut dan menyusup ke bawah lempeng Eurasia yang bergerak ke arah timur. Daerah di sekitar danau Toba tergolong daerah ber-seismik tinggi yang rawan gempa akibat gesekan antara kedua lempeng tersebut.
Pergerakan lempeng tektonik yang dinamis disertai proses geologi yang cukup rumit menyebabkan sebagian daerah di Sumatera Utara mengalami pengangkatan. Hal inilah yang diduga memicu terbentuknya gunung berapi dan kawah yang menjadi cikal bakal danau Toba.
Gempa 9.3 skala Richter yang menimbulkan Tsunami besar di Aceh tahun 2004, gempa 8.7 skala Richter di Nias tahun 2005 dan gempa 8.5 skala Richter di Padang tahun 2007 yang getarannya terasa hingga DKI Jakarta, menjadi bukti betapa aktifnya zona subduksi di bagian utara Pulau Sumatera.
Ahli Geologi berkebangsaan Belanda, Reinout Willem van Bemmelen (1904-1983) adalah orang pertama yang melaporkan adanya lapisan ignimbrite di sekitar danau Toba dan menyatakan danau Toba adalah sebuah kaldera sangat besar dari gunung berapi yang telah meletus.
Ignimbrite adalah lapisan batuan vulkanik sangat asam yang terbentuk dari debu vulkanis dan material lain yang dikeluarkan oleh gunung berapi saat meletus dan umumnya mengandung senyawa feldspar-kuarsa. Van Bemmelen menguraikan hasil observasi yang telah dilakukan dalam bukunya yang terkenal , Geology of Indonesia pada tahun 1949. (Gambar 2).
Gambar 3. Kaldera Gunung Toba. Sumber:http://www.rpi.edu/~warkd/toba/toba_geology.html
Hasil penelitian pada tahun-tahun berikutnya semakin memperjelas “kecurigaan” para ahli Geologi tentang adanya suatu gunung berapi yang besar, tepat di posisi danau Toba saat ini berada.
Dari pengambilan sampel sedimen yang dilakukan di dasar perairan Teluk Benggala, Ninkovich et al. (1979), menemukan rhyolite, endapan material sangat halus yang komposisinya menyerupai granit dan berasal dari letusan gunung berapi.
Van Bemmelen (1949) dan Stauffer et al. (1980), juga menemukan endapan serupa di berbagai lokasi di Malaysia. Sedangkan Williams dan Royce (1982), melaporkan adanya endapan rhyolite di India yang seumur dengan penemuan van Bemmelen dan Ninkovich.
Dari luas daerah sebaran, ketebalan endapan, dan analisis terhadap senyawa rhyolite yang ditemukan di berbagai lokasi, para ahli Geologi berusaha merekonstruksi dan memperkirakan seberapa besar kekuatan letusan gunung berapi di Sumatera Utara yang terjadi sekitar 73.000-74.000 tahun yang lalu.
Hasilnya sangat mengejutkan, karena menunjukkan bahwa gunung berapi yang pernah ada di danau Toba bukanlah gunung berapi biasa seperti yang diperkirakan sebelumnya, melainkan sebuah gunung berapi raksasa.
Ditinjau dari luas dan dalamnya kaldera yang membentuk danau Toba saat ini, para ahli memperkirakan adanya dapur magma (magma chamber) berskala sangat besar yang terdapat di bawah gunung Toba.
Kuatnya lapisan bebatuan yang menjadi atap dan dinding dapur magma tidak memungkinkan munculnya celah yang dapat dilewati magma untuk keluar ke permukaan, sehingga tekanan dalam dapur magma semakin membesar. Adanya aktifitas tektonik menambah tekanan magma dan mendorong magma lebih dekat ke permukaan bumi.
Pada suatu waktu, tekanan dan volume dalam dapur magma terus bertambah hingga sedemikian besar, sehingga dinding dapur magma tidak dapat bertahan lebih lama lagi. Akibat besarnya energi tekanan yang terakumulasi, atap dapur magma pecah dan runtuh secara tiba-tiba memuntahkan lava dan berbagai material vulkanis ke permukaan bumi.
Gunung Toba pun meledak dengan kekuatan sangat dahsyat. Bahkan para ahli memperkirakan, kekuatan letusan gunung Toba 300 kali lebih besar dari letusan Gunung Tambora pada tahun 1815 yang mencatat rekor sebagai letusan terbesar sepanjang sejarah.
Gambar 4. Perbandingan volume letusan dari beberapa gunung berapi. Sumber: DK 2008 (modified).
Tabel 1. Sepuluh letusan gunung berapi terbesar dalam kurun waktu 30 juta tahun terakhir
No. | Nama/Lokasi Letusan Gunung Berapi | Negara | Volume Material Vulkanik (km kubik) | Waktu (dalam juta tahun) |
1. | Sam Ignimbrite | Yaman | 5.550 | 29.5 |
2. | La Garita Caldera, Fish Canyon Tuff | Colorado-USA | 5.000 | 27.8 |
3. | Youngest Toba Tuff, Lake Toba, North Sumatra | Indonesia | 2.800 | 0.0740 |
4. | Huckleberry Ridge Tuff, Yellowstone Hotspot | Wyoming/Idaho-USA | 2.500 | 2.1 |
5. | Atana Ignimbrite, Pacana Caldera, | Northern Chile | 2.500 | 4.0 |
6. | Whakamaru Ignimbrite, Taupo, North Island | Selandia Baru | 2.000 | 0,254 |
7. | Kilgore Tuff, Yellowstone Hotspot | Idaho-USA | 1.800 | 4.5 |
8. | Blacktail Tuff, Yellowstone Hotspot | Idaho-USA | 1.500 | 6.6 |
9. | Oruanui Eruption, Lake Taupo, NorthIsland | Selandia Baru | 1.170 | 0.0265 |
10. | Cerro Galan, Catamarca Province | Argentina | 1.050 | 2.5 |
Gunung Toba diperkirakan meletus selama 9-14 hari (Ledbetter dan Sparks, 1979), memuntahkan material vulkanik sebesar 2800 km kubik, 800 km kubik diantaranya dalam bentuk debu vulkanik beracun karena memiliki kandungan belerang yang tinggi (Rose dan Chesner, 1987).
Debu dan sebagian material vulkanis ini terbang menembus lapisan atmosfir bumi setinggi 27-37 km (Woods dan Wohletz. 1991). Debu vulkanik di atmosfir menyebar ke seluruh penjuru dunia, menghalangi masuknya cahaya matahari, menyebabkan sebagian besar permukaan bumi berada dalam kondisi “remang-remang” hingga nyaris 10 tahun lamanya.
Beberapa daerah di sekitar gunung menjadi gelap gulita selama berbulan-bulan. Selain itu belerang (Sulfur) yang terkandung dalam debu vulkanik berikatan dengan uap air di udara membentuk asam sulfat dan jatuh ke bumi dalam bentuk hujan asam.
Akumulasi debu vulkanik yang menutupi permukaan daun, redupnya cahaya dan hujan asam menyebabkan tumbuhan dan hewan di sekitar daerah letusan menjadi sangat merana. Akibatnya, sebagian besar hutan di Sumatera utara musnah karena tidak mampu berfotosintesis lagi.
Jones (2007), melaporkan bahwa debu vulkanik gunung Toba menyelubungi seluruh daratan anak benua India setebal 15 cm hingga menyebabkan kerusakan hutan yang parah di wilayah tersebut. Endapan debu vulkanik ini juga ditemukan di Teluk Persia, Samudera India hingga Laut China Selatan. Daerah sebaran debu vulkanik gunung Toba dapat dilihat selengkapnya di http://www.andaman.org /BOOK/originals/ Weber-Toba/ch3explosion/textr3.htm.
Gambar 5. Letusan gunung berapi Pinatubo di Filipina ini termasuk letusan terbesar di abad 20 dengan skala 6 VEI. Material letusan yang dilepaskan mencapai volume 10 km kubik (bandingkan dengan letusan gunung Toba yang mencapai 2800 km kubik). Debu gunung api yang meletus tahun 1991 itu bergerak ke arah barat, mencapai Myanmar, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Brunei dan Kamboja. Suhu atmosfir menurun hingga 0,5 derajat Celcius. Ketinggian gunung berkurang dari 1745 m menjadi 1485 m.
Material vulkanik dalam bentuk cairan lava meluap ke sekeliling gunung dalam radius hingga 20.000 – 30.000 km persegi (Aldiss dan Ghazali, 1984). Suhu lava saat keluar dari kawah dapat mencapai 550⁰C dan menyelimuti sekitar 2/3 wilayah Sumatera utara setebal rata-rata 50 m. Bahkan di sekitar kaldera, rata-rata lapisan lava mencapai ketebalan 400 m (Gambar 6).
Hampir dapat dipastikan, seluruh kawasan hutan belantara yang dilalui oleh lava tersebut luluh lantak dan hangus terbakar. Berbagai macam bentuk kehidupan di sekitar danau musnah seketika. Selain lava, letusan gunung Toba juga mengeluarkan debu vulkanik tebal yang menyelubungi sebagian Asia Tenggara hingga India dengan luas lebih dari 4.000.000 km persegi.
Beberapa saat setelah letusan terjadi, dapur magma yang runtuh membentuk lubang kaldera sepanjang 100 km, lebar 30 km dengan kedalaman 500 m. Lubang Kaldera ini kemudian terisi air dan menjadi sebuah danau yang besar. Masyarakat Batak menyebut danau tersebut: Danau Toba.
Sebagian dasar danau Toba, kemudian terangkat naik ke permukaan setinggi ± 150 m oleh aktivitas tektonik dan membentuk Pulau Samosir. Menurut Wikipedia, Samosir yang memiliki luas 630 km² adalah pulau terbesar di dunia yang terdapat di dalam sebuah pulau dan pulau terbesar ke-5 di dunia untuk kategori pulau yang ada di tengah danau. (Tabel 2).
Gambar 6. Peta daerah sebaran lava letusan gunung Toba 73.000 tahun yang lalu (merah). Kota dan nama daerah dicantumkan hanya untuk perbandingan. Lingkaran hitam menunjukkan pusat letusan. Ketebalan lava rata-rata 50 m. Ketebalan lava di dekat kaldera mencapai 400 m. Diadaptasi dari Rose W.I et al. (1990) melaluihttp://www.andaman.org/BOOK/originals/Weber-Toba/ch3_explosion/textr3.htm(modified).
Tabel 2. Sepuluh pulau terbesar yang terletak di tengah danau
No. | Pulau | Danau | Negara | Luas (km2) |
1. | Manitoulin | Huron | Ontario, Canada | 2.766 |
2. | Vozrozhdeniya | Aral | Uzbekistan- Kazakhstan | 2.300 |
3. | Rene Lavasseur | Manicouagan Reservoir | Quebec, Canada | 2000 |
4. | Olkhon | Baikal | Russia | 730 |
5. | Samosir | Toba | Sumatera, Indonesia | 630 |
6. | Royal | Superior | Canada-USA | 541 |
7. | Ukerewe | Victoria | Tanzania-Uganda | 530 |
8. | St. Joseph | Huron | Ontario, Canada | 365 |
9. | Drummond | Huron | Ontario, Canada | 347 |
10. | Idjwi | Kivu | RD Kongo | 285 |
Terhalangnya cahaya matahari oleh debu vulkanik yang menyelimuti atmosfir menyebabkan suhu rata-rata di seluruh dunia menurun sebesar 1-5⁰ C selama beberapa tahun (Rampino dan Shelf, 1992). Bahkan, tiga tahun setelah letusan, suhu bumi turun hingga 15⁰C lebih dingin.
Daerah ketinggian yang menjadi zona pembentukan salju juga menurun hingga 3000 m. Dengan demikian, puncak gunung yang memiliki ketinggian paling sedikit di atas 3000 m pada waktu itu, dapat dipastikan tertutup oleh salju.
Daerah kutub di belahan bumi utara meluas hingga ke batas lintang 60⁰. Sebagian wilayah Skandinavia, Siberia, Semenanjung Kamchatka, Alaska, Kanada utara, seluruh Pulau Greenland dan Islandia tertutup lapisan es yang tebal sepanjang tahun hingga menyerupai padang es di Antartika.
Tinggi permukaan air laut menurun akibat besarnya volume air laut yang membeku. Rampino dan Shelf (1992), menyatakan, letusan gunung Toba memperparah jaman es yang terjadi pada saat itu dan menyebabkan suhu di utara Kanada menurun hingga 12⁰C pada musim panas selama beberapa tahun. Penurunan suhu bumi secara drastis ini kira-kira mirip dengan yang digambarkan oleh sutradara Roland Emmerich dalam film sains-fiksi-nya (tentang global warming) yang dirilis tahun 2004: The Day After Tomorrow.Efek letusan gunung Toba terhadap perubahan iklim global, selengkapnya dapat dilihat di :http://www.andaman.org/BOOK/originals/ Weber-Toba/ch4_climate/textr4.htm
Meletusnya gunung Toba, tidak saja mengakibatkan terjadinya perubahan iklim dalam skala global, tetapi juga menyebabkan perubahan ekosistem di bumi. Debu vulkanik yang dilepaskan saat gunung meletus, selain menghalangi cahaya matahari, juga mencemari sumber air tawar, menyebabkan hilangnya padang rumput, semak belukar dan hutan belantara.
Rusaknya habitat menyebabkan hilangnya tempat bernaung dan mencari makan bagi sebagian besar spesies makhluk hidup. Akumulasi dari peristiwa tersebut menyebabkan kepunahan massal bagi sebagian besar spesies makhluk hidup, tidak terkecuali pada manusia.
Beberapa peneliti Arkeologi dan Antropologi meyakini bahwa letusan gunung Toba menyebabkan musnahnya sebagian besar spesies “manusia purba” di Afrika timur, Afrika Tengah dan India. Hal ini menyebabkan terjadinya fenomena “bottleneck population” dimana sebagian besar jenis “manusia” yang lebih beragam hidup pada masa itu menjadi musnah karena tidak mampu bertahan hidup dengan perubahan iklim yang terjadi. Teori kepunahan massal manusia akibat letusan gunung Toba ini dikenal dengan “Toba Catastropic Theory”.
Teori tersebut didukung oleh sebagian ahli genetika populasi yang menyatakan bahwa rendahnya keragaman genetik dari manusia yang hidup di dunia saat ini adalah bukti dari adanya kepunahan massal spesies-spesies “manusia” di masa yang lalu.
Para ahli genetika tersebut juga menambahkan, bahwa apapun jenis warna kulit dan rasnya, secara genetik, seluruh manusia yang ada di dunia saat ini umumnya memiliki komposisi genetik yang sama. Hal ini mengindikasikan bahwa manusia yang ada saat ini, kemungkinan berasal dari satu populasi manusia yang selamat dari peristiwa meletusnya gunung Toba sekitar 74.000 tahun yang lalu.
Peneliti Biologi Evolusi Richard Dawkins melakukan penelitian untuk melacak asal usul manusia berdasarkan DNA pada mitokondria yang hanya diturunkan melalui ibu dan DNA kromosom Y yang hanya diturunkan melalui ayah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua manusia yang hidup di dunia saat ini, berasal dari seorang ibu (Eve) yang hidup sekitar 140.000 tahun yang lalu dan berasal seorang ayah (Adam) yang hidup sekitar 60.000 tahun yang lalu.
Dari hasil riset tersebut, peneliti berkesimpulan bahwa peristiwa meletusnya gunung Toba membawa konsekuensi pada berkurangnya keragaman genetik pada manusia dan berubahnya jalur migrasi dan penyebaran populasi manusia. Menurunnya keragaman genetik akibat meletusnya gunung Toba juga ditemukan pada berbagai hewan seperti Cheetah, Panda, Harimau, Simpanse, Orangutan dan Gorilla.
Letusan gunung Toba tergolong sebagai letusan terbesar di dunia dalam kurun waktu 25 juta tahun terakhir (Tabel 1). Letusan tersebut tergolong “mega-collosal” dengan skala mencapai 8 VEI (Volcanic Explosivity Index). Siklus letusan diperkirakan terjadi setiap 300-400 ribu tahun. Gunung yang meletus dengan skala ini umumnya tergolong gunung api raksasa yang memiliki dapur magma sangat besar.
Jenis gunung api raksasa seperti ini termasuk jarang ditemukan di alam karena membutuhkan waktu yang lama bagi dapur magma untuk mengumpulkan materi vulkanik dalam jumlah yang sangat besar. Dari jejak yang ditinggalkan, saat ini hanya ditemukan 40 gunung api raksasa dalam kurun waktu ratusan juta tahun.
Pemahaman tentang fenomena gunung raksasa tergolong cukup “baru” dikalangan para ahli Geologi dan Vulkanologi. Istilah “Supervolcano” sendiri baru ditetapkan sekitar tahun 2003 lalu. Defenisi dan kriteria Supervolcano belum begitu jelas, namun (menurutWikipedia), supervolcano setidaknya mengeluarkan volume material letusan sebanyak 1000 km kubik saat meletus.
Volume 1000 km kubik itu sama dengan suatu kotak atau kubus yang ukuran dimensinya (panjang x lebar x tinggi) = 1000 km x 1000 km x 1000 km. Panjang maksimum pulau Jawa dari ujung barat ke ujung timur sekitar 1024 km. Begitu besarnya volume material letusan yang dikeluarkan oleh supervolcano sehingga akibat yang ditimbulkan selalu bersifat katastrofik (sangat merusak dalam skala global).
Sejauh ini, Supervolcano adalah bencana alam yang paling merusak dan paling menimbulkan banyak korban. Hanya ada satu bencana alam lain yang jauh lebih besar, namun ini sangat jarang terjadi, yaitu tubrukan asteroid dengan bumi. Salah satu kejadian yang paling dikenal adalah peristiwa tubrukan asteroid dengan bumi yang memusnahkan dinosaurus sekitar 65 juta tahun yang lalu.
Adegan meletusnya Supervolcano seperti gunung Toba dapat anda saksikan dalam film sains-fiksi yang kontroversial: 2012, arahan Sutradara Roland Emmerich yang dirilis tahun 2009. Dalam film tersebut, sesuai dengan ramalan suku Maya, kiamat akan terjadi pada tahun 2012. Salah satu bencana alam yang digambarkan terjadi dalam film tersebut adalah meledaknya kawah Yellowstone di Amerika Serikat. Meledaknya kawah tersebut menyebabkan runtuhnya gunung dan tenggelamnya permukaan tanah di sekitar daerah letusan.
Sebagaimana bencana katastrofik lainnya, peristiwa meletusnya gunung Toba tidak saja meninggalkan jejak dalam bentuk kaldera yang indah, tetapi juga menciptakan sejarah yang mengubah wajah dunia untuk selamanya.
Referensi dan Tautan :
Sumber:
http://dody94.wordpress.com/2010/06/01/gunung-toba-supervolcano-yang-mengguncang-dunia-3/
No comments:
Post a Comment