SI RAJA BATAK ATAU SI RAJA TOBA?
Oleh: Edward Simanungkalit
Si Raja Batak
Si Raja Batak dipandang selama ini sebagai tokoh sentral yang merupakan nenek-moyang Batak: Toba, Pakpak, Karo, Simalungun, dan Mandailing. Banyak yang mengatakan bahwa Si Raja Batak berasal dari Hindia Belakang datang ke Sianjur Mula-mula. Ada yang mengatakan bahwa Si Raja Batak adalah bekas petinggi Kerajaan Sriwijaya dan ada juga mengatakan bekas petinggi Kerajaan Haru. Kemudian diceritakan bahwa Si Raja Batak memiliki keturunan yang sebagian pergi ke tanah Pakpak menjadi Batak Pakpak. Sebagian pergi ke tanah Karo menjadi Batak Karo dan sebagian lagi pergi ke tanah Simalungun menjadi Batak Simalungun serta sebagian pergi ke tanah Mandailing menjadi Batak Mandailing. Sementara yang tinggal di sekitar Sianjur Mula-mula menjadi Batak Toba. Uniknya, semuanya cerita ini tidak dapat diverifikasi tahunnya, karena tanpa tahun dan tanpa ada data tertulis seperti prasasti atau manuskrip. Yang ada dapat ditemukan hanyalah batu-batu megalitik terutama di sekitar Samosir.
Tinggalan megalitik yang dapat ditemukan di Samosir, yaitu: sarkofagus, tempayan batu, kubus batu, kubur pahat batu, tambak batu, batu dakon, menhir, patung-patung batu seperti patung pangulu balang, lesung batu, palungan batu, bottean, sakkal, gajah dari batu paha, parik (pagar batu), dan punden berundak. Tempayan batu seperti disebutkan tadi ada ditemukan di Sumatera Selatan yang berasal dari millenium kedua masehi. Rumah adat memiliki pola arsitektur rumah panggung melengkung yang merupakan ciri budaya Dong Son. Pola hias di rumah adat dalam bentuk berbagai macam binatang dan sulur-suluran yang dibuat dengan hiasan rumbai-rumbai seperti bulu-bulu yang panjang baik itu pada pahatan flora ataupun pahatan fauna mengingatkan akan hiasan model yang serupa pada benda-benda perunggu yang berasal dari Dong Son. Gambar cecak sebagai lambang kejujuran dan atau kebenaran bagi para pemimpin yang memimpin. Pada tradisi paleometalik Dong Son sangat umum dikenal motif-motif antara lain sulur-suluran, spiral atau pilin berganda, geometris berupa segi empat, bulatan, tumpal maupun belah ketupat dan motif-motif itu masih selalu hadir pada berbagai aspek tinggalan budaya Toba (Wiradnyana & Setiawan, Jejak Peninggalan Tradisi Megalitik di Kabupaten Samosir, 2013).
Berdasarkan penelitian arkeologi di atas, disimpulkan bahwa pendukung budaya Dong Son yang merupakan penutur bahasa Austronesia telah datang dari Cina Selatan setelah melalui Taiwan terus berakhir di Sianjur Mula-mula sekitar 800 (+/- 200) tahun lalu (Wiradnyana, 2015). Hal ini sesuai dengan Teori Out of Taiwan yang sangat terkenal itu. Mark Lipson (Juni 2014) dari MIT (Massachusetts Institute of Technology), USA --- dengan menggunakan data-data dari HUGO Pan-Asian SNP Consortium dan CEPH-Human Genome Diversity Panel (HGDP), yang data awalnya dipasok oleh Lembaga Biologi Molekuler Eijkman --- melakukan analisa statistikal atas DNA penutur Austronesia. Analisa atas DNA penutur Austronesia itu termasuk DNA Orang Toba (Lipson, 2014:85-90) dapat disimpulkan bahwa Orang Taiwan yang datang ke Sianjur Mula-mula berasal dari suku Amis dan suku Atayal, yang kedua-duanya merupakan suku asli Taiwan. Khusus suku Amis dan suku Atayal merupakan keturunan dari suku H’Tin dari Thailand (Austroasiatik) yang sudah bercampur dengan penutur Austronesia, sehingga kedua suku ini memiliki DNA: Austronesia + Austroasiatik. Diperkirakan percampuran itu terjadi di Cina Selatan dan oleh karena ledakan penduduk, mereka pun bermigrasi ke Taiwan membentuk suku Amis dan suku Atayal tadi. Jadi, DNA penghuni awal Sianjur Mula-mula terdiri dari Austronesia dan Austroasitik.
Selama ini disebut-sebut bahwa Si Raja Batak adalah penghuni awal Sianjur Mula-mula dan tidak ada manusia lain lagi disebutkan, karena Sianjur Mula-mula diyakini sebagai kampung awal Si Raja Batak. Dari Sianjur Mula-mula inilah kemudian keturunan Si Raja Batak membentuk sub-etnik Batak Toba, Batak Pakpak, Batak Karo, Batak Simalungun, dan Batak Mandailing. Mengacu kepada analisa DNA Austronesia yang dilakukan Mark Lipson tadi, maka Si Raja Batak adalah Orang Taiwan. Kalau Si Raja Batak adalah Orang Taiwan, maka keturunan Si Raja Batak itu tentulah Orang Taiwan juga! Pertanyaannya sekarang, apakah Pakpak, Karo, Simalungun, dan Mandailing adalah Orang Taiwan juga? Ini perlu penjelasan lebih jauh.
Keturunan Si Raja Batak
Sekarang saatnya melakukan pengujian terhadap keturunan Si Raja Batak dan hubungannya dengan Si Raja Batak dari Sianjur Mula-mula. Di Indonesia, Mahkamah Konstitusi sudah menetapkan bahwa test DNA merupakan cara pembuktian hubungan seorang orangtua dengan anaknya, sehingga pembuktian dengan test DNA adalah sah. Sebelumnya tadi telah dikemukakan bahwa Si Raja Batak merupakan penghuni awal Sianjur Mula-mula dan disebutkan juga bahwa yang datang ke Sianjur Mula-mula itu adalah Orang Taiwan. Oleh karena itu, maka Si Raja Batak adalah Orang Taiwan. Sementara selama ini dikatakan bahwa Batak Pakpak, Batak Karo, Batak Simalungun, dan Batak Mandailing adalah keturunan Si Raja Batak dari Sianjur Mula-mula.
Orang Pakpak merasa dirinya adalah keturunan India selama ini dan survey arkeologi yang dilakukan oleh Balai Arkeologi Medan menemukan bahwa sejumlah unsur budaya India telah memperkaya kebudayaan Pakpak sebagaimana dapat dilihat jejak-jejaknya hingga kini (Soedewo, 2008: dalamhttps://balarmedan.wordpress.com). Dalam lapiken (buku berbahan kulit kayu) disebutkan penduduk pertama daerah Pakpak adalah pendatang dari India yang memakai rakit kayu besar yang terdampar di Barus (Sinuhaji dan Hasanuddin, 1999/2000:16). Dalam tradisi lisan juga diceritakan bahwa nenek-moyang awal Pakpak adalah Kada dan Lona yang meninggalkan kampungnya di India lalu terdampar di pantai Barus dan mereka terus masuk ke tanah Pakpak. Mereka mempunyai anak yang diberi nama Hyang, yang kemudian hari menikahi putri Raja Barus, yang keturunannya menjadi Orang Pakpak. Bagaimana mungkin Si Raja Batak yang Orang Taiwan itu menurunkan Orang Pakpak yang keturunan India itu? Jelas, tidak mungkin!
Orang Karo berdiam di dekat pesisir Timur yang berada dekat tempat dilakukannya beberapa ekskavasi terhadap bukit kerang. Bukit kerang tersebut merupakan peninggalan dari Orang Negrito, para pendukung budaya Hoabinh. Kemudian bercampur lagi dengan orang India Selatan di samping penutur Austroasiatik dan Austronesia lainnya, sehingga jadilah Orang Karo seperti yang sekarang. Bagaimana mungkin Si Raja Batak yang Orang Taiwan itu menurunkan Nande Biring dari Tanah Karo? Jelas, tidak mungkin. Belum lagi Orang Negrito yang berada di sana diperkirakan sudah 5.000-an tahun, sementara Si Raja Batak baru sekitar 800 (+/- 200) tahun lalu datang ke Sianjur Mula-mula. Ini membuat semakin tidak mungkin lagi Orang Karo menjadi keturunan Si Raja Batak.
Orang Simalungun cikal-bakalnya dari Kerajaan Nagur yang sudah berdiri sejak abad ke-6 sebagaimana menurut catatan Dinasti Sui di mana Kerajaan Nagur ini menjadi cikal-bakal masyarakat Simalungun. Kerajaan Nagur ini didirikan oleh Datu Parmanik-manik, yang selanjutnya berubah menjadi Damanik. Pada dasarnya Kerajaan Nagur ini tetap berkelanjutan hingga masa Raja Maropat (1400-1907) dengan Raja bermarga Damanik di Kerajaan Siantar terus berlanjut lagi pada masa Raja Marpitu (1907-1946). Raja Nagur, Datu Parmanik-manik itu, berasal dari India Selatan (Agustono & Tim, 2012:24-47). Bagaimana mungkin Si Raja Batak yang Orang Taiwan itu menurunkan Orang Simalungun yang berasal dari India Selatan? Belum lagi Kerajaan Nagur itu sudah berdiri sejak abad ke-6 sementara Si Raja Batak baru datang sekitar 800 (+/- 200) tahun lalu, sehingga semakin tidak mungkin lagi menjadi keturunan Si Raja Batak.
Orang Mandailing sudah diakui oleh Gajah Mada keberadaannya dalam Sumpah Palapanya 1365 yang tertulis dalam Kitab Negarakertagama. Candi Simangambat merupakan temuan arkeologis di Simangambat yang berasal dari abad ke-9. Situs-situs candi lainnya terdapat di beberapa tempat yang kesemuanya membuktikan bahwa sudah ada masyarakat dengan populasi besar dan teratur di sana. Pada tahun 1025, Rajendra Chola dari India Selatan memindahkan pusat pemerintahannya di Mandailing ke daerah Hang Chola (Angkola). Kerajaan India Selatan tersebut diperkirakan telah membentuk koloni mereka, yang terbentang dari Portibi hingga Pidoli. Bagaimana mungkin Si Raja Batak yang Orang Taiwan itu menurunkan Orang Mandailing yang memiliki keterkaitan dengan India Selatan? Belum lagi dihubungkan dengan Si Raja Batak yang baru datang ke Sianjur Mula-mula sekitar 800 (+/-200) tahun lalu sementara Orang Mandailing sudah memiliki populasi yang banyak pada abad ke-9.
Di atas telah dicoba untuk menghubungkan antara Si Raja Batak dengan Pakpak, Karo, Simalungun, dan Mandailing. Hasilnya tidak dapat dibuktikan, bahwa Pakpak, Karo, Simalungun, dan Mandailing adalah keturunan Si Raja Batak, melainkan malah sebaliknya bahwa Pakpak, Karo, Simalungun, dan Mandailing tidak terbukti keturunan Si Raja Batak dari Sianjur Mula-mula. Keempat etnik ini terlihat jelas unsur ke-India-annya sementara Si Raja Batak itu Orang Taiwan, sehingga jelas sekali berbeda. Tak kalah anehnya ialah bahwa nama “Si Raja Batak” ini menggunakan bahasa Sanskerta: “Raj” sementara Si Raja Batak itu Orang Taiwan yang berbeda bahasanya. Mitologi penciptaannya sebagaimana diceritakan W.M. Hutagalung di dalam bukunya (1926) juga mirip dengan cerita dari Hindu.
Mitologi penciptaan dunia tadi, menurut J. Tideman (Agustono & Tim, 2012:195), merupakan pengaruh Hindu India yang diadopsi dari mitos Wedda dan nama-nama dewa diambil dari Hindu Dharma. Hindu India juga nyata pengaruhnya pada sistem keyakinan, aksara, dan kosa kata yang banyak mengadopsi kosa kata Sanskerta. Menurut Harry Parkin (Hutahaean, 2011), pengaruh terbesar yang membentuk agama tradisional Toba serta nilai-nilai sosial budaya yang mengikatnya berasal dari Hindu Sivaisme yang dibawa orang-orang Tamil di Barus. Berdasarkan bukti-bukti yang terdapat dalam pustaha-pustaha serta peran sosial datu dalam kehidupan Orang Toba, Parkin meyakini bahwa praktek keyakinan Orang Toba mengenai ramalan, takhyul, roh-roh, astrologi, dan sebagainya, sama dengan praktek yang umum ditemukan dalam kehidupan orang Tamil di India.
Si Raja Toba
Sebelum Orang Taiwan datang ke Sianjur Mula-mula 800 (+/- 200) tahun lalu, maka Orang Negrito telah datang ke Humbang di Negeri Toba sekitar 6.500 tahun lalu (Belwood, 2000:339). Penelitian arkeologi di Samosir yang dilakukan oleh Balai Arkeolog Medan dan penelitian palaeontologi di Humbang yang dilakukan Bernard K. Maloney tadi dikonfirmasi dengan penelitian biologi molekuler atas DNA Orang Toba. Kedua penelitian sebelumnya terbukti benar melalui hasil test DNA Orang Toba yang menemukan bahwa DNA Orang Toba terdiri dari: Austronesia (55%), Austroasiatik (25%), dan Negrito (20%) sebagaimana hasil analisa yang dilakukan oleh Mark Lipson (2014:87).
Percampuran Orang Taiwan dengan Orang Negrito tentulah terjadi secara perlahan-lahan dan itu terjadi banyak sekali, bukan hanya perkawinan dari dua orang saja, karena terbukti Orang Negrito sudah tidak ditemukan lagi di Negeri Toba. Sementara oleh karena sudah ribuan tahun berada di Negeri Toba, maka jumlah populasi Orang Negrito dapat diperkirakan sudah besar. Dengan demikian, maka telah terjadi banyak sekali percampuran tersebut, sehingga Negrito mencapai 20% di dalam DNA Orang Toba. Dari hasil percampuran itulah lahir Si Raja Toba dalam jumlah yang banyak. Jadi, Si Raja Toba itu banyak, sedang Si Raja Batak itu tunggal. Kemudian para Si Raja Toba inilah yang menurunkan Orang Toba yang ada sekarang ini. Sementara Orang Pakpak, Karo, Simalungun, dan Mandailing berbeda dengan Orang Toba dan mereka bukanlah keturunan Si Raja Toba yang banyak itu.
Akhirnya, Si Raja Batak adalah Orang Taiwan, sedang Si Raja Toba merupakan campuran Orang Negrito dengan Orang Taiwan, sehingga keduanya berbeda secara genetik. Si Raja Batak dari Sianjur Mula-mula tidak menurunkan Orang Pakpak, Karo, Simalungun, dan Mandailing. Orang Toba yang memiliki DNA: Austronesia. Austrosiatik, dan Negrito itu merupakan hasil percampuran antara Orang Negrito dengan Orang Taiwan (Austronesia + Austroasiatik). Hasil percampuran pertama itulah yang disebutkan di sini sebagai Si Raja Toba dan hasil percampuran pertama itu banyak sekali jumlahnya, maka Si Raja Toba banyak sekali jumlahnya. Raja-raja Toba inilah yang menurunkan Orang Toba sekarang ini. Sedang Orang Pakpak, Karo, Simalungun, dan Mandailing bukanlah keturunan Raja-raja Toba, karena para Raja Toba hanya menurunkan Orang Toba yang ada sekarang ini. Hubungan Orang Toba dengan Orang Pakpak, Karo, Simalungun, dan Mandailing hanyalah dalam bentuk hubungan kekerabatan dan bukan dalam hubungan genealogis, tetapi sama-sama penutur rumpun bahasa Austronesia (01082015). ***
Catatan Kaki:
*** ORANG TOBA: Asal-usul, Budaya, Negeri, dan DNA-nya; ORANG TOBA: Austronesia, Austroasiatik, dan Negrito; ORANG TOBA: Bukan Keturunan Si Borudeak Parujar; PUSUK BUHIT BUKAN GUNUNG LELUHUR ORANG TOBA; ORANG TOBA DENGAN SIANJUR MULA-MULA; ORANG TOBA DENGAN TAROMBO SIANJUR MULA-MULA, oleh: Edward Simanungkalit
(*) Pemerhati Sejarah Alternatif Peradaban
Tulisan ini sudah dimuat di:
LINTAS GAYO.com, 03 Agustus 2015
http://www.lintasgayo.com/55309/si-raja-batak-atau-raja-toba.html
APA KABAR SIDIMPUAN.com, 03 Agustus 2015
http://apakabarsidimpuan.com/2015/08/si-raja-batak-atau-si-raja-toba/
No comments:
Post a Comment