Tuesday, May 19, 2015

Penemuan Terbaru Orang Pertama di Amerika

Penemuan Terbaru Orang Pertama di Amerika


amerika
Kita dapat melihat wajah penduduk awal Amerika berkat rekonstruksi jasad seorang gadis remaja malang yang tewas terjatuh dalam sebuah gua di Yucatán, sekitar 12.000 sampai 13.000 tahun lalu. Nasib apesnya menjadi berkah bagi ilmu pengetahuan. Kisah penemuannya dimulai pada 2007, ketika tim penyelam Meksiko yang dipimpin Alberto Nava membuat penemuan mengejutkan: gua besar bawah air yang mereka beri nama Hoyo Negro, ‘lubang hitam’. Di dasar lubang itu, cahaya lampu mereka menunjukkan tumpukan tulang prasejarah, termasuk setidak­nya satu kerangka manusia yang nyaris lengkap.
Nava melaporkan penemuan itu ke Instituto Nacional de Antropología e Historia Meksiko, yang kemudian membentuk tim internasional beranggotakan ahli arkeologi dan bidang ilmu lainnya guna meneliti gua tersebut beserta isinya. Kerangka itu—dinamai Naia, dari nama peri air dalam mitologi Yunani—ternyata me­rupakan salah satu jasad tertua yang pernah ditemukan di benua Amerika, dan cukup utuh sehingga dapat dijadikan dasar untuk rekonstruksi wajah. Ahli genetika bahkan ber­hasil mengambil sampel DNA.
Tumpukan tulang tersebut dapat membantu meng­ungkap misteri asal-usul penduduk Ame­rika: Jika pribumi Amerika modern adalah ke­turunan penjelajah Asia yang bermigrasi ke Amerika di akhir zaman es terakhir, mengapa mereka tak mirip dengan moyangnya?
Berdasarkan semua data yang kita peroleh, penduduk awal Amerika merupakan orang yang keras. Penelitian kerangka Paleo-Amerika mengungkapkan bahwa lebih dari setengah lelakinya memiliki luka akibat kekerasan, dan empat dari sepuluh individu mengalami retak atau patah tulang tengkorak. Luka tersebut seperti­nya tidak berasal dari kecelakaan ber­buru, dan tidak pula mirip dengan luka perang. Sepertinya mereka sering kali baku hantam.
Kaum perempuannya tidak mengidap cedera semacam itu, tetapi perawakan mereka jauh lebih kecil daripada lelaki, serta memiliki indikasi kekurangan gizi dan kekerasan dalam rumah tangga.
Bagi arkeolog Jim Chatters, salah satu pemimpin tim peneliti Hoyo Negro, ini semua menunjukkan bahwa penduduk awal Amerika merupakan populasi yang disebutnya “tipe liar belahan utara”: berani dan agresif, lelakinya kelewat maskulin sementara perempuannya kecil dan penurut. Dan inilah, menurutnya, yang menyebabkan wajah penduduk awal benua ini terlihat begitu berbeda dengan pribumi Amerika di kemudian hari. Mereka pelopor yang biasa mengadu nasib, dan lelaki yang terkuat mendapatkan harta dan wanita. Akibatnya, sifat dan ciri mereka yang keraslah yang berkembang, mengalahkan sifat lunak dan jinak yang baru terlihat dalam populasi setelahnya yang lebih mapan.
Naia memiliki wajah khas penduduk awal Amerika serta ciri genetis yang umum ditemui pada pribumi Amerika modern. Ini menandakan bahwa perbedaan penampilan kedua kelompok itu bukan karena populasi awal digantikan oleh kelompok belakangan yang bermigrasi dari Asia, sebagaimana pendapat sebagian ahli antropologi. Namun, mereka terlihat berbeda karena penduduk awal Amerika berubah setelah mereka sampai ke benua itu.
Riset Chatters merupakan salah satu perkembangan menarik. Temuan mutakhir arkeologi, hipotesis baru, dan himpunan data genetika mengungkapkan informasi anyar me­ngenai penduduk awal Amerika serta kemungkinan cara mereka mencapai benua itu. Akan tetapi, penduduk awal benua Amerika masih terbungkus kabut misteri.
HAMPIR SEPANJANG ABAD KE-20, kita beranggapan bahwa misteri itu telah ter­pecahkan. Pada 1908, seorang koboi di Folsom, New Mexico, menemukan fosil subspesies bison raksasa yang telah punah, yang hidup di daerah itu lebih dari 10.000 tahun lalu. Kemudian, para peneliti di museum menemukan mata tombak di antara tulangnya—bukti nyata bahwa manusia telah mendiami Amerika Utara jauh lebih awal daripada yang diduga sebelumnya. Tak lama kemudian, mata tombak berusia 13.000 tahun ditemukan di dekat Clovis, New Mexico. Benda yang dikenal sebagai “mata Clovis” ini juga ditemukan di puluhan lokasi di Amerika Utara.
Asia dan Amerika Utara terhubung oleh daratan luas, yang disebut Beringia selama zaman es terakhir. Penduduk awal Amerika juga sepertinya kaum pemburu hewan besar yang selalu berpindah. Berdasarkan kedua hal tersebut, mudah untuk menyimpulkan bahwa mereka mengikuti mamut dan hewan buruan lainnya dari Asia, melintasi Beringia, dan kemudian ke selatan melalui celah yang terbuka di antara dua lapisan es besar Kanada. Dan, mengingat bahwa tidak ada bukti yang meyakinkan tentang adanya penduduk Amerika sebelum pemburu Clovis, berkembanglah ortodoksi baru: Pemburu Clovislah yang merupakan penduduk awal Amerika. Beres.
Keadaan berubah pada 1997 ketika sebuah tim arkeolog terpandang mengunjungi situs di Cili selatan yang bernama Monte Verde. Di situs itu Tom Dillehay dari Vanderbilt University mengaku menemukan bukti keberadaan manusia yang berasal lebih dari 14.000 tahun yang lalu—seribu tahun sebelum pemburu Clovis muncul di Amerika Utara. Sebagaimana halnya semua klaim pra-Clovis, klaim yang satu juga menimbulkan kontroversi, bahkan Dillehay dituduh merekayasa artefak dan memalsukan data. Namun, setelah memeriksa bukti yang ada, tim pakar tersebut menyimpulkan bahwa penemuan itu sah.
Bagaimana cara mereka sampai ke Cili sebelum lapisan es di Kanada menyusut sehingga dapat dilalui para pejalan? Apakah mereka datang pada awal Zaman Es, ketika koridor ini belum tertutup es? Atau apakah mereka sampai ke pantai Pasifik dengan perahu, sama seperti cara manusia sampai ke Australia sekitar 50.000 tahun yang lalu?
Dalam 18 tahun sejak penemuan Monte Verde, belum ada yang bisa menjawab per­tanyaan ini. Namun, pertanyaan awal—Apa­kah penduduk Clovis merupakan yang terawal?—telah terjawab berulang kali, seiring ditemukannya beberapa situs di Amerika Utara yang diduga sebagai permukiman pra-Clovis. Salah satu di antaranya, situs Debra L. Friedkin di Texas tengah, bahkan mungkin menjadi lokasi awal tempat tinggal manusia di belahan bumi barat yang dapat dibuktikan.
Pada 2011, arkeolog Michael Waters dari Texas A&M University mengumumkan bahwa dia bersama timnya telah menemukan bukti permukiman besar manusia yang berasal dari 15.500 tahun yang lalu—2.500 tahun sebelum kedatangan pemburu Clovis pertama. Situs Friedkin terletak di lembah kecil, sekitar satu jam berkendara ke utara dari Austin. Di sana ada kali kecil yang kini bernama Buttermilk Creek. Kawasan itu ditumbuhi pohon rindang dengan lapisan batu rijang—jenis batuan untuk membuat peralatan—yang menjadikan daerah itu tempat tinggal selama ribuan tahun.
“Ada yang unik soal lembah ini,” kata Waters. Selama ini, diperkirakan bahwa penduduk awal Amerika terutama pemburu hewan besar, mengikuti mamut dan mastodon ke seantero benua itu. Tetapi, lembah ini merupakan tempat yang ideal bagi para pemburu dan peramu. Penduduknya mungkin makan buah dan umbi, udang dan kura-kura, dan mungkin mereka memburu hewan seperti rusa, kalkun, dan tupai. Orang yang berada di sini mungkin bukan sekadar singgah dalam perjalanan ke tempat lain; mereka bermukim di sini.
Namun, jika Waters ternyata benar bahwa sudah ada yang menetap di sana, di tengah-tengah benua Amerika, 15.500 tahun yang lalu, timbul pertanyaan kapan orang pertama menyeberang ke Dunia Baru dari Asia? Itu masih belum diketahui pasti, tetapi sepertinya pada saat bersamaan ada permukiman di beberapa wilayah lain di benua tersebut. Waters mengatakan bahwa artefak pra-Clovis yang ditemukannya di Buttermilk Creek serupa dengan artefak yang ditemukan di beberapa situs di Virginia, Pennsylvania, dan Wisconsin.
“Ada polanya,” katanya. “Saya pikir data itu jelas menunjukkan bahwa sudah ada orang di Amerika Utara 16.000 tahun yang lalu. Mungkin suatu hari nanti akan terungkap apakah itu merupakan kedatangan pertama ke Amerika, atau ada yang lebih awal.”
Terlepas dari itu, bukti arkeologi terbaru ini sejalan dengan kumpulan bukti lainnya. Dalam beberapa tahun terakhir, ahli genetika telah membandingkan DNA pribumi Amerika modern dengan populasi lain di seluruh dunia. Mereka menyimpulkan bahwa nenek moyang pribumi Amerika adalah orang Asia yang terpisah dari populasi Asia lainnya, dan tetap terisolasi selama sekitar 10.000 tahun. Selama waktu itu, mereka mengembangkan ciri genetis unik yang hanya dimiliki pribumi Amerika kini.
Penanda genetis ini ditemukan tidak hanya pada DNA yang diambil dari kerangka Naia, tetapi juga pada jasad seorang anak yang terkubur sekitar 12.600 tahun lalu di Montana barat, pada sebidang tanah yang sekarang disebut situs Anzick. Tahun lalu, ahli genetika Denmark Eske Willerslev melaporkan bahwa analisis DNA anak tersebut menghasilkan genom lengkap Paleo-Amerika yang pertama.
“Sekarang kita punya dua spesimen, Anzick dan Hoyo Negro, keduanya memiliki nenek moyang yang berasal dari Asia,” kata Waters. “Dan sebagaimana spesimen Hoyo Negro, genom Anzick dengan gamblang menunjukkan bahwa orang Paleo-Amerika punya hubungan genetis dengan pribumi Amerika kini.”
Meskipun beberapa pihak menyatakan sampel dua individu terlalu sedikit untuk memberikan kesimpulan, ada konsensus yang kuat bahwa penduduk awal Amerika berasal dari kawasan Asia.
Jadi, kapan dan bagaimana cara penghuni awal Dunia Baru tersebut sampai ke benua itu? Lantaran sudah ada yang sampai ke Cili selatan lebih dari 14.000 tahun yang lalu, kemungkinan besar mereka menempuh perjalanan berperahu.
Kepulauan Channel di lepas pantai California selatan merupakan tempat yang liar. Kepulauan ini menyimpan ribuan situs arkeologi, umumnya masih belum terganggu.
Di Pulau Santa Rosa pada 1959, kurator museum Phil Orr menemukan beberapa tulang manusia yang dia beri nama manusia Arlington Springs. Pada saat itu, tulang itu diperkirakan berusia 10.000 tahun. Tetapi, 40 tahun kemu­dian, peneliti yang menggunakan teknik pe­nanggalan lebih canggih memastikan usianya 13.000 tahun—salah satu tulang manusia tertua yang pernah ditemukan di Amerika.
Jon Erlandson dari University of Oregon telah menggali banyak situs di kepulauan ter­sebut selama tiga dekade. Namun, dia tidak me­nemukan artefak yang setua manusia Arlington Springs. Tetapi, dia menemukan bukti kuat bahwa orang yang menetap di sana beberapa waktu kemudian, sekitar 12.000 tahun lalu, memiliki budaya maritim yang maju.
Erlandson berpendapat bahwa penduduk Kepulauan Channel mungkin berasal dari kelompok orang yang mengikuti jalur yang disebutnya “laluan lamun”—ekosistem padang lamun yang nyaris tidak terputus yang kaya dengan ikan dan mamalia laut—dari Asia ke Amerika, mungkin singgah cukup lama di Beringia. “Kita tahu bahwa 25.000 sampai 30.000 tahun lalu di Jepang sudah ada masyarakat pelaut yang menggunakan perahu. Jadi, saya kira kita dapat membuat argumen yang logis bahwa mereka mungkin terus ke utara, mengikuti Lingkar Pasifik hingga sampai ke Amerika.”
Sangat mudah untuk membayangkan pemburu dengan perahu kecil bergerak cepat menyusuri pantai, menikmati daging yang berlimpah. Namun, imajinasi tidak bisa menggantikan bukti yang sampai sekarang belum ditemukan. Permukaan laut saat ini 90 sampai 120 meter lebih tinggi daripada penghujung zaman es terakhir, yang berarti bahwa situs pesisir purba mungkin berada puluhan meter di bawah permukaan laut dan sekian kilometer dari garis pantai saat ini.
Ironisnya, bukti terbaik migrasi pantai tampaknya ditemukan di pedalaman. Sudah ada bukti sugestif mengenai hal ini di Oregon tengah, tempat proyektil ditemukan dalam serangkaian gua, bersama bukti yang paling kasar tentang keberadaan manusia pre-Clovis di Amerika Utara: fosil tinja.
Pada 2008, Dennis Jenkins dari University of Oregon melaporkan, dia menemukan koprolit manusia, istilah arkeologi untuk tinja purba, yang berusia 14.000 hingga 15.000 tahun dalam gua dangkal yang menghadap danau purba di dekat kota Paisley. Tes DNA mengidentifikasi koprolit itu berasal dari manusia.
Jenkins menyebutkan petunjuk menarik dalam koprolit itu: biji wortel Lomatium, tanaman kecil dengan umbi yang dapat dimakan, terpendam 30 sentimeter di bawah tanah. “Orang harus tahu bahwa tanaman itu me­miliki umbi, dan dia mesti memiliki alat peng­gali,” kata Jenkins. “Menurut saya ini menunjukkan bahwa orang tersebut sudah lama di sini.” Dengan kata lain, orang yang tinggal di sini tidak sekadar lewat; mereka sangat mengenal tanah ini dan sumber dayanya.
Selain di Gua Paisley, hal serupa juga ditemukan di Monte Verde dan situs Friedkin di Texas. Dalam setiap kasus, pemukim tampaknya telah menetap cukup lama, menyukai lingkungan mereka. Hal ini menunjukkan bahwa jauh sebelum budaya Clovis mulai menyebar ke seantero Amerika Utara, di Amerika sudah ada beragam komunitas—mungkin berasal dari beberapa gelombang migrasi. Mungkin sebagian lewat laut, sebagian lewat darat. Beberapa mungkin datang dalam jumlah yang sangat sedikit, sehingga jejak keberadaan mereka tidak pernah ditemukan.
“Ada banyak sekali hal yang tidak kita ketahui dan mungkin tidak akan pernah kita ketahui,” kata David Meltzer, ahli arkeologi di Southern Methodist University. “Akan tetapi, kita terus menemukan berbagai cara baru untuk mencari bukti dan mengungkap informasinya.”
Mantan staf National Geographic Glenn Hodges membahas pertanyaan besar kehidupan disoundingline.org.
Hibah Society Penelitian ini didukung dengan dana yang sebagian berasal dari keanggotaan National Geographic Society Anda.

sumber: http://nationalgeographic .co.id/

Peneliti Gua Harimau Kejar Singkapan Sejarah Lebih Tua Lagi


Peneliti Gua Harimau Kejar Singkapan Sejarah Lebih Tua Lagi
Rabu, 15 April 2015 , 10:57:00 WIB

Laporan: Muhammad Wiwin

PROF TRUMAN DI GUA HARIMAU /RMOLSUMSEL
  
RMOL. Tim arkeologi nasional (Arkenas) pimpinan Prof Truman Simanjuntak mengejar singkapan budaya lebih tua lagi, untuk itu penggalian lebih fokus vertikal.

"Ekskavasi kita lakukan vertical, untuk mengejar tinggalan budaya yang lebih tua lagi.” ungkap Prof Truman.

Ia mengatakan, pada ekskavasi sebelumnya, tim sudah mendapat tinggalan berupa artefak yang diperkirakan berusia sekitar 15 ribu tahun. 

Pihaknya optimis bisa mendapat kerangka atau tinggalan budaya dengan usia 50-60 ribu tahun. Sebab, di daerah Jawa telah ditemukan kerangka usia sekitar 45 ribu tahun. 

Di Kalimantan juga ditemukan kerangka berusia sekitar 47 ribu tahun. Begitu juga di daerah lain. 

Sedangkan Sumatera sebagai pintu gerbang ke beberapa Negara luar mengalami kekosongan sejarah di periode  itu. 

Truman mengaku sangat penasaran, sebab mustahil Pulau Sumatera tidak ada sejarah di periode 60 tahun silam apabila Sumatera merupakan pintu gerbang perdagangan antar Negara.

Inilah  yang menjadi mimpi besar Prof Truman untuk mengungkap fakta sejarah yang selama ini masih menjadi tanya besar mengapa belum ada temuan yang bisa mematahkan paradigma di kalangan arkeolog.

Disisi lain, Tim Biologi Molekuler Eijkman (Lembaga Analisis DNA-) Jakarta sudah mendata sebanyak 104 warga Marga Aji yang akan mengambil sample darahnya untuk dicocokkan dengan DNA manusia prasejarah yang hidup 3.500 tahun yang lalu.  

Tes DNA ini akan dilakukan Rabu (hari ini,red). Hal itu dikatakan  Principal Investigator Deputy Director Prof Dr Herawati Sudoyo MD PhD. 
Tim yang akan melakukan tes DNA terdiri dari Director Complexity Institute Nanyang Technological University, Prof John Stephen Lansing (dari Singapura). Wuryantari Setiadi MBiomed. Windy Joanmawanti MFor SC, Gludhug Aryo Puromo SSI, Ketua.

Untuk kepentingan dan kelancaran proses pengambilan sampel darah  yang dibutuhkan tim, TU UPTD Gua Puteri Riswan Dinata bersama Camat Semidang Aji, Tampun, sudah melakukan sosialisasi  kepada masyarakat yang terindikasi memiliki hubungan kekerabatan dengan kerangka manusia di Gua Harimau yang hidup ribuan tahun yang lalu.

”Alhamdulillah saya siap menjadi juru bicara warga dalam proses pengambilan sample darah untuk kepentingan tes DNA ini,” terang Riswan dengan nada senang. 

Menurut Riswan, pihaknya sangat bersyukur karena penelitian ini sangat penting untuk kemajuan ilmu pengetahuan bagi masyarakat OKU khususnya dan Indonesia umumnya.

DNA yang akan diteliti ini akan membawa informasi genetic makhluk hidup, sehingga puluhan tahun kedepan akan menjadi acuan bagi dunia kesehatan maupun ilmu pengetahuan yang bisa diwariskan kepada anak cucu.[sri]


Sumber:
http://www.rmolsumsel.com/read/2015/04/15/27158/Peneliti-Gua-Harimau-Kejar-Singkapan-Sejarah-Lebih-Tua-Lagi-

Monday, May 18, 2015

Tim Peneliti Ambil Sempel Darah 112 Warga di Sekitar Gua Harimau

Tim Peneliti Ambil Sempel Darah 112 Warga di Sekitar Gua Harimau
Rabu, 15 April 2015 15:31


Seorang tim dari Arkeologi Nasional saat melakukan penelitian kerangka manusia purba yang hidup 3000 tahun lalu.
TRIBUNSUMSEL.COM, BATURAJA -Tim Biologi Molekuler Eijkman (Lembaga Analisis Deoxyribonucleic acid (DNA), Jakarta sekitar 112 warga desa Kecamatan Semidang Aji, KabupatenOgan Komering Ulu (OKU), Rabu (15/4).
Kepala UPTD Musium Sipahit Lidah dan Gua Putri, Riswan Dinata menjelaskan ada 112 masyarakat dari 7 desa di Kecamat Semidang aji di ambil sempel darah untuk dilakukan test DNA. Usua mulai 18 tahun - 67 tahun.
"Jenis kelamin 10 wanita 102 laki-laki. Semuanya warga asli ogan," tegasnya.
Test DNA yang dilakukan terhadap penduduk asli sekitar Gua Harimau ini untuk mengetahui, apakah ada garis keturunan dan kekerabatan antara warga sekitar dengan kerangka manusia prasejarah berusia ribuan tahun yang ditemukan di Gua Putri.
Test DNA ini dinilai, bermanfaat bagi para ilmuwan dan kemajuan di bidang medis dan lainnya.
Principal Investigator Deputy Director, Prof Dr Herawati Sudoyo MD PhD dan Director Complexity Institute Nanyang Technological University, Prof John Stephen Lansing ( dari Singapura) , mengatakan, DNA merupakan biomolekul menyimpan dan manyandi instruksi-isntruksi genetika setiap organisme dan banyak virus.
Tes DNA ini sangat penting karena fungsi dari DNA sebagai pembawa informasi genetic, DNA sebagai bentuk kimiawi gen merupakan pembawa informasi genetic makhluk hidup.
DNA pembawa instruksi bagi pembentukan ciri dan sifat makhluk hidup. DNA juga berperan pada duplikasi dan pewarisan sifat. DNA juga mengandung semua informasi sifat mahluk hidup.
"Ini juga bisa mengetahui hubungan kekerabatan, hasil tes DNA ini juga akan bermanfaat untuk kepentingan mengetahui jenis penyakit dan bermanfaat bagi kepentingan Lembaga Penelitian di bidang kedokteran," katanya.


Sumber:
http://sumsel.tribunnews.com/2015/04/15/tim-peneliti-ambil-sempel-darah-112-warga-di-sekitar-gua-harimau

Penemuan Kerangka Ibu & Anak Berpelukan Di Gua Harimau, Warga OKU Tes DNA

Penemuan Kerangka Ibu & Anak Berpelukan 

Di Gua Harimau, Warga OKU Tes DNA

   Selasa, 14/04/2015 23:56 WIB
Kerangka di Gua Harimau
arkeologi.palembang.go.id
Bisnis.com, BATURAJA - Sejumlah warga dari delapan desa di Kecamatan Semidang Aji, Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan, akan tes DNA guna memastikan keterkaitan hubungan kekerabatan antara fosil purbakala yang ditemukan di Gua Harimau beberapa waktu lalu.

Ketua Tim Arkeologi Nasional Prof Dr Truman Simanjuntak mengatakan, warga delapan desa yang akan diuji sempel darahanya tersebut berasal dari Desa Panggal-Panggal, Padang Bindu, Niursya, Sukamerindu, Batanghari, Sukarame, Tanjung Kurung, dan Kuripan.

"Tim akan mengambil sampel darah sejumlah penduduk asli di delapan desa itu," katanya, Selasa (14/4/2015). Pihaknya menargetkan sebanyak 100 orang penduduk asli di delapan desa itu akan dilakukan tes DNA.

"Kita akan tes tiga generasi untuk mengetahui apakah ada hubungan kekerabatan penduduk setempat dengan manusia prasejarah yang ditemukan terkubur di Gua Harimau," jelasnya. Hasil tes DNA bisa diketahui tergantung waktu dan prioritas, namun untuk isolasi sempel darah hasil pengujian tidak terlalu lama bisa dilihat.

"Kalau menggunakan metode konvensional membutuhkan waktu tiga minggu, namun saat ini ada metode sudah baku yang hasilnya lebih cepat lagi bisa diketahui," ujarnya. Penelitian dengan mengajak serta Tim Biologi Molekuler Eijkman (Lembaga Analisis DNA) Jakarta sangat penting untuk mengungkap sejarah khususnya wilayah setempat.

Selain untuk mengetahui asal usul dan kekerabatan di Ogan Komering Ulu, kata dia, penelitian itu juga untuk kepentingan ilmu pengetahuan. "Tes DNA ini sangat penting karena fungsinya sebagai pembawa informasi genetic mahluk hidup, serta pembawa instruksi bagi pembentukan ciri dan sifat mahluk hidup," ujarnya.

DNA juga berperan pada duplikasi dan pewarisan sifat, selain itu reflikasi DNA juga memberikan jalan untuk diwariskan dari satu sel ke sel lainnya. "Hasil tes DNA akan dicocokan dengan DNA milik manusia pra sejarah yang hidup ribuan tahun lalu yang ditemukan di Gua Harimau," ungkapnya.

Menurut Truman, pihaknya juga sangat bersyukur karena beberapa ahli ikut bergabung meneliti di Situs Padang Bindu Kabupaten Ogan Komering Ulu tersebut. "Saat ini juga ikut bergabung Director Complexity Institute Nanyang Technological University, Prof John Stephen Lansing dari Singapura yang sudah menjadi acuan dunia," ujarnya.

Sementara, Tim Arkeologi Nasional (Arkenas) Jakarta dalam penelitian di Gua Harimau Desa Padang Bindu Kabupaten Ogan Komering Ulu, pada 27 Mei 2014 menemukan kerangka manusia purba yang diperkirakan ibu dan anak, terkubur dalam satu lubang yang sama.

"Ini sangat menarik dan mempunyai cerita yang sangat mengharukan karena posisi kerangka sang ibu memeluk anaknya di atas perut," kata Prof Trauman Simanjuntak. Hasil temuan kerangka yang diprakirakan ibu dan anak tersebut merupakan salah satu penemuan dari 78 kerangka di Gua Harimau.

Menurut dia, ada 78 kerangka manusia purba yang ditemukan dan diperkirakan hidup antara 3.000 hingga 14.000 tahun silam berasal dari dua ras berbeda, yaitu Ras Austronesia dan Austromelanesid. "Bahkan, kemungkinan kerangka manusia purba itu hidup 20.000 tahun silam, sebab galian dua meter saja diprakirakan berusia 14.000 tahun. Sekarang kami sudah menggali dengan kedalaman lebih dari empat meter," ungkapnya.

Sumber:
http://sumatra.bisnis.com/read/20150414/7/56858/penemuan-kerangka-ibu-anak-berpelukan-di-gua-harimau-warga-oku-tes-dna