Thursday, August 28, 2014

Meneliti Geologi, Menggali Artefak dan Fosil (Sangiran, 6-8 September 2013)

Meneliti Geologi, Menggali Artefak dan Fosil (Sangiran, 6-8 September 2013)

Oleh: Awang Harun Satyana
Prof. Dr. Truman Simanjuntak, arkeolog terkenal, peneliti dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas), menelpon saya sekitar tiga minggu yang lalu menanyakan apakah saya bisa bergabung dalam suatu penelitian arkeologi di Sangiran. “Ada beberapa problem geologi yang barangkali bisa diteliti di lapangan dan didiskusikan dengan Tim semoga dapat menemukan jawabannya”, ucap Pak Truman. Sebuah ajakan yang sangat menarik bagi saya. Saya pun segera menerima ajakan itu meskipun saya hanya punya waktu sehari di lapangan dan diskusi dua malam di basecamp pada akhir pekan.
Pak Truman yang saya kenal sekitar empat tahun lalu di dalam sebuah seminar membahas Atlantis, tetapi telah saya baca buku-buku dan artikel-artikel ilmiahnya jauh sebelum itu, tentu tahu bahwa profesi saya sehari-hari adalah seorang geologist di kantor birokrat perminyakan (SKK Migas), profesi yang sangat jauh dari arkeologi. Namun demikian, Pak Truman pun tahu bahwa saya juga menyukai paleoantropologi, dan pernah diundang Pak Harry Widianto, saat itu Kepala Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran, pada tahun 2011 untuk mempresentasikan suatu hipotesis saya tentang Sangiran di pertemuan internasional paleoantropologi dan arkeologi di Solo dalam rangka memperingati 75 tahun penemuan Homo erectus di Sangiran. Pak Truman pun ternyata suka mengamati berbagai kiprah saya di dalam geologi Indonesia, seperti dikatakannya di depan Tim, sehingga cukup alasan untuk mengajak saya bergabung dalam Tim yang dipimpinnya.
Maka saya pun terbang ke Solo pada Jumat sore 6 September seusai bekerja di kantor. Saya tiba di Sangiran, Sragen menjelang pukul 19.00 dan menginap bersama Tim di guest house Sangiran di seberang menara/gardu pandang Sangiran. Setelah makan malam, acara rutin briefing dan evaluasi setiap malam yang digelar pak Truman bersama Tim kali ini berlangsung panjang sampai pukul 23.00 karena saya banyak bercerita dan terjadi diskusi-diskusi yang menarik. Sampai sekitar pukul 01.00 atau bahkan lebih ternyata para arkeolog di Tim ini masih bekerja memasukkan dan mengevaluasi data penelitian hari itu. Rupanya begitulah rutinitas di base camp ini.
Sabtu 7 September menjelang pukul 08.00 kami berangkat ke lokasi dua kotak ekskavasi yang telah digali sekitar tiga minggu terakhir. Ada juga satu ekskavasi di tebing yang menyingkapkan fosil utuh tanduk dan kepala kerbau purba. Lokasi-lokasi ekskavasi ini ada di kampung Grogolan, Sangiran. Sekitar tiga puluh orang pekerja dari kampung itu, yang sudah berpengalaman dalam pekerjaan ekskavasi sedang melakukan berbagai pekerjaan sesuai tugasnya. Beberapa arkeolog anggota Tim sesuai spesialisasi keahliannya melakukan berbagai pekerjaan sambil mengkoordinasi para pekerja.
Beberapa fenomena geologi segera nampak, yaitu stratigrafi dan struktur sedimentasi lubang ekskavasi dan singkapan-singkapan di tebing di sekitar kotak ekskavasi. Saya pun merekonstruksi lingkungan purba berdasarkan semua ciri yang nampak pada stratigrafi serta struktur sedimentasi seperti anatomi sungai purba, lokasi rawa, garis pantai, dan sebagainya. Di lapangan saya berdiskusi dengan para arkeolog di Tim juga geologist dari Museum Sangiran.
Hari itu juga saya, Pak Truman dan Pak Djatmiko (Puslit Arkenas), Meta (arkeolog), Wulan (geographer), Suwito (geologist) dan seorang teman lagi dari Museum Sangiran, disertai Yoan (National Geographic Indonesia) dan Pak Subur (guide) melakukan survei ke beberapa tempat di Kubah Sangiran yang menurut Pak Truman mempunyai problem geologi yang akan berimplikasi kepada arkeologi dan paleoantropologi Sangiran. Pak Truman mengharapkan saya dapat memberikan pendapat berdasarkan penelitian di lapangan. Maka sampai menjelang maghrib, kami masih di lapangan: meneliti masalah stratigrafi lempung hitam Formasi Pucangan di bawah Grenzbank, meneliti masalah kandungan moluska air tawar di lempung hitam Pucangan, meneliti stratigrafi Kabuh atau Notopuro atau yang lain di lokasi yang jauh ke selatan di luar Kubah Sangiran, juga mengunjungi mata air asin yang masih bergolak oleh semburan gas berbau belerang atau tekanan, dan fragmen-fragmen batuan eksotik serta lumpur yang menurut hemat saya dikeluarkan oleh erupsi gununglumpur Sangiran.
Setelah hari yang panjang itu, malam Minggu sampai menjelang tengah malam saya masih meneruskan berdiskusi dan membantu deskripsi batuan-batuan yang dikumpulkan para arkeolog dari kotak-kotak ekskavasi. Para arkeolog muda itu selalu bersemangat, ada pula kawannya yang sampai lewat tengah malam masih bekerja di Museum Sangiran menekuni deskripsi anatomi fosil yang ditemukannya guna identifikasi.
Begitulah akhir pekan lalu yang saya habiskan di Sangiran bersama para peneliti senior arkeologi seperti Pak Truman dan Pak Djatmiko yang memimpin dan mengawasi pekerjaan-pekerjaan ekskavasi arkeologi dan paleoantropologi yang sebagian besar secara teknis dilakukan oleh para peneliti muda dibantu puluhan pekerja ekskavasi.
Minggu 8 September sebelum terbang kembali ke Jakarta pada tengah hari, bersama Yoan (National Geographic Indonesia) dan Meta (arkeolog Museum Sangiran) saya sempatkan mengunjungi Museum Sangiran, tempat belajar terbaik paleoantropologi dan arkeologi Kubah Sangiran.
Demikian, sebuah pengalaman menarik dan berharga bagi saya, di kawasan sangat terkenal, warisan dunia, yang kaya akan fosil-fosil fauna, artefak dan Homo erectus: Sangiran.
Semoga kontribusi saya sebagai geologist dapat berguna untuk kawasan Indonesia yang sangat berharga ini.
Meneliti_Geologi-1       Meneliti_Geologi-2  Meneliti_Geologi-3       Meneliti_Geologi-4  Meneliti_Geologi-5       Meneliti_Geologi-6  Meneliti_Geologi-7 

No comments:

Post a Comment