Friday, December 5, 2014

Ukiran berumur 540.000 tahun mungkin menjadi seni tertua leluhur manusia


Ukiran berumur 540.000 tahun 

mungkin menjadi seni tertua leluhur manusia


Kerabat manusia moderen bertubuh besar tidak hanya memakan kerang air tawar, tapi juga mengukir cangkangnya dan menggunakannya sebagai alat.
Penelitian di Jawa, Indonesia, menemukan ukiran pada kerang yang berusia antara 540.000 hingga 430.000 tahun yang lalu. Seni kuno tersebut bisa menjadi ukiran geometrik tertua oleh leluhur manusia, kata peneliti.
Belum jelas apa maksud ukiran beberapa garis miring berbentuk “M” tersebut, leluhur manusia moderen mungkin lebih cerdas dari apa yang kita pikirkan sebelumnya.
“Kita sebagai manusia cenderung untuk menjadi spesies yang sedikit berpusat pada kita berpikir bahwa kita sangat baik dan mereka harus sedikit lebih bodoh daripada kita, tapi saya tidak yakin,” kata pemimpin study, Josephine Joordens, seorang peneliti pasca doktoral arkeologi di Universitas Leiden, di Belanda. “Kita harus sedikit lebih menghargai kemampuan leluhur kita”.

Penelitian kerang

Peneliti mempelajari 166 kerang yang digali di Jawa pada tahun 1980 tapi sekarang tersimpan di museum Naturalis di Belanda. Salah satu kerang memiliki tepi seperti digosok hingga halus, menunjukan bahwa mungkin kerang tersebut pernah digunakan sebagai alat untuk memotong atau menyobek. Kerang lainnya, salah satunya dengan ukiran, terlihat seperti diukir dengan benda tajam, seperti gigi hiu.
Ukiran kali ini, sepertinya tempurung kerang memiliki penutup gelap, dan goresannya akan nampak sebagai garis putih, kata Joordens. Timnya mencoba untuk mengukir pada kerang air tawar seharian dan merasakan tugas tersebut begitu sulit.
“Kamu harus menggunakan banyak kekuatan pada tanganmu,” kata Joordens. “Kamu harus membuat sudut-sudut dengan tepat. Jika kamu mengukir permukaan gelap dan yang muncul berwarna putih, hal itu sudah cukup mengejutkan untuk Homo Erectus.”
ukiran M pada kerang
ukiran pada kerang
tampilkan lebih besar
Homo Erectus dikenal menggunakan perkakas dari batu, tapi ini adalah bukti pertama bahwa mereka juga menggunakan kerang sebagai perkakas, kata Joordens. Di Jawa, peneliti kurang menemukan bukti penggunan batu sebgai perkakas, dan penemuan kerang menjelaskan alasannya.
“Mereka cenderung terlihat tidak sepenuhnya menggunakan batu sebagai perkakas, ini sangat menaruik untuk menemukan galian yang dengan kuat menunjukan bahwa mereka menggunakan perkakas yang terbuat dari jenis bahan lain,” kata Pat Shipman, seorang profesor pensiunan antropologi dari Universitas Negeri Pennsylvania, yang tidak terlibat dalam penelitian. “Itu memperluas apa yang kita ketahui tentang keanekaragaman perilaku mereka.”

Penemuan kerang

Pada akhir abad ke-19, Eugene Dubois, seorang dokter asal Belanda, tertarik dengan ide Darwin tentang evolusi. Dubois ingin menemukan spesies peralihan antara manusia dengan kera, dan memutuskan untuk melakukan perjalanan bersama dengan tentara ke Hindia Belanda (sekarang Indonesia) untuk mencari petunjuk.
Kegigihannya terbayar. Pada tahun 1891 dia menemukan “Manusia Jawa”, sekarang dikenal sebagai Homo Erectus (artinya, “manusia tegak”), spesies yang hidup antara 1,9 juta tahun hingga 100.000 tahun yang lalu. Dubois menggali apapun yang dia bisa, termasuk kerang rapu yang digunakan pada penelitian terbaru.
“Dubois dan materialnya menjadi sangat penting dalam sejarah antropologi,” kata Shipman. “Hal ini menunjukkan bahwa, ya, Anda dapat kembali ke koleksi lama.”
Sekitar sepertiga kerang memiliki lubang kecil yang tidak terbentuk oleh binatang, seperti berang-berang, tikus, burung, monyet, atau siput. Sekitar 80 persen lubang-lubang tersebut dibuat pada lokasi yang sama, dekat engsel kerang, dan lebarnya sekitar 0,2 hingga 0,4 inci, atau sekitar 0,5 hingga 1 centimeter.
Ini adalah cara cerdas untuk mendapatkan cemilan, “tanpa memukul kerang, sehingga kamu memiliki semua puing dan pecahan dalam daging hewan tersebut,” kata Joordens. Mungkin Homo erectus menusuk cangkang kerang dengan benda tajam, seperti gigi hiu yang ditemukan di Trinil, situs arkeologi di Jawa, kata Joordens. Sebuah percobaan pada zaman modern menggunakan gigi hiu pada moluska menunjukkan bahwa sekali cangkang bolong, maka hewan tersebut hilang kendali terhadap ototnya dan cangkang bisa dengan mudah dibuka secara paksa.
Ini sangat memungkinkan jika Homo Erectus memakan kerang dan menggunakan sisa-sisa cangkangnya sebagai perkakas.
“Kami menemukan setidaknya satu yang benar-benar sengaja dimodifikasi jadi tepi yang tajamnya dibuat menjadi bisa digunakan seperti pisau,” kata Joordens. “Ada kerang lain dalam kumpulan yang juga memiliki penampilannya seperti alat tersebut.”
Tapi ukiran pada cangkang adalah “bagian yang paling spektakuler”. “Ini membuatmu bertanya-tanya kenapa hal ini dibuat dan apa tujuannya, atau siapa ingin hal membuat hal itu. Dan itu adalah pertanyaan yang sangat sulit.”
Malah dengan menebak-nebak maknanya, peneliti hanya menunjukan temuan. “karena kami tidak bisa mengatakan apa yang terjadi di kepala Homo erectus pada saat itu,” kata Joordens.

Sisa-sisa kerangka

Dubois juga menemukan beberapa tulang yang memfosil di situs Trinil, termasuk femur (tulang paha) yang terlihat lebih moderen daripada Homo erectus. Tapi tulang paha tersebut terlihat berbeda karena manusia tersebut memilki masalah atau penyakit, kata Joordens.
Tempurung kepalanya memiliki otak berukuran terlalu kecil untuk menjadi bagian dari manusia moderen, yang juga berasal dari lapisan yang sama seperti halnya tulang paha, kata peneliti.
Mungkin penelitian akan lebih terdorong pada makanan, perkakas, dan budaya Homo erectus di Indonesia, kata Frank Huffman, sesama peneliti antropologi dari Universitas Texas di Austin, yang tidak terlibat dalam penelitian.
“Subsistensi dan budaya apa yang telah dipraktekan Homo erectus di Jawa telah menjadi misteri selama 120 tahun,” kata Huffman. “(Penelitian ini) telah memberi kita beberapa bukti perilaku yang paling menarik.”

Sumber:
http://www.livescience.com/48991-homo-erectus-shell-tools.html
http://ridwanblog.com/ukiran-tertua-manusia-pada-cangkang-kerang.html

No comments:

Post a Comment