Gunung Toba Pemusnah Peradaban
SITUS
arkeologi baru yang cukup spektakuler, ditemukan para ahli geologi di selatan
dan utara India. Di situs itu terungkap bagaimana orang bertahan hidup, sebelum
dan sesudah letusan gunung berapi (supervolcano) Toba, 74.000 tahun yang
lalu.
Tim peneliti multidisiplin internasional, yang
dipimpin oleh Dr. Michael Pe-traglia, mengungkapkan dalam suatu konferensi Pers
di Oxford, Amerika Serikat tentang adanya bukti kehidupan di bawah timbunan abu
Gunung Toba. Padahal sumber letusan berjarak 3.000 mil, dari sebaran abunya.
Selama tujuh
tahun, para ahli dari Oxford University tersebut meneliti projek ekosistem di
India, untuk mencari bukti adanya kehidupan, dan peralatan hidup yang mereka
tinggalkan di padang yang gundul. Daerah dengan luas ribuan hektare ini hanya ditumbuhi
sabana (padang rumput). Sementara, tulang belulang hewan berserakan. Tim
menyimpulkan, daerah yang cukup luas inf ternya-ta ditutupi debu dari letusan
gunung berapi purba.
Penyebaran debu
gunung berapi itu sangat luas, ditemukan hampir di seluruh dunia. Berasal dari
sebuah eruption supervokano purba, yaitu Gunung Toba. Dugaan mengarah ke Gunung
Toba, karena ditemukan bukti bentuk molekul debu vulkanik yang sama di 2100
titik.
Sejak kaldera
kawah yang kini jadi danau Toba di Indonesia, hingga 3.000 mil.dari sumber
letusan.Bahkan yang cukup mengejutkan, ternyata penyebaran debu itu sampai
terekam hingga ke Kutub Utara. Hal ini mengingatkan para ahli, betapa
dahsyatnya letusan super gunung berapi Toba kala itu. Bukti bukti yang ditemukan,
memperkuat dugaan, bahwa kekuatan letusan dan gelombang lautnya sempat
memusnahkan kehidupan di Atlantis.
Meski para ahli
masih mencari bentuk fosil manusia Atlantis secara definitif, temyata populasi
manusia yang hadir di India sebelum 74.000 tahun lalu, atau sekitar 15.000
tahun lebih awal berhasil ditemukan dalam beberapa bukti genetik. Wilayah
penelitian samp/ing-nya diambil dalam skala luas, meliputi beberapa negara
dengan skala penyebaran 12.000 mil dari titik letusan super gunung berapi Toba.
Penelitian ini
untuk mencari bukti, sampai sejauh mana manusia purba terhindar dari kepunahan
pada saat letusan supervolcano Toba terjadi,” kata Dr. Michael Petraglia,
senior Research Fellow di School of Archaeology Universitas Oxford.
Dari bukti lapangan diketahui alat-alat
Palaeolithic tengah, ditemukan tepat sebelum dan sesudah letusan Toba. “Hal ini
menunjukkan, orang-orang yang selamat dari letusan berasal dari populasi ras
yang sama,” kata Dr. Petraglia. Para peneliti setuju dengan bukti lapangan
bahwa nenek moyang manusia lainnya, seperti Neanderthal di Eropa dan makhluk
berotak kecil Hobbit di Asia Tenggara, mampu bertahan hidup setelah Toba
meletus. Beberapa ahli berspekulasi bahwa letusan gunung berapi Toba itu sangat
dahsyat, hingga menyebabkan kerusakan lingkungan yang sangat parah.
Penelitian di
India menunjukkan, sebuah mosaik ekologis tampak begitu jelas. Ada beberapa
daerah yang relatif cepat, mengalami recovery setelah peristiwa vulkanik.
Tetapi ada ribuan hektare lahan yang tidak bisa ditumbuhi tanaman keras hingga
saat ini, yang hanya bisa ditumbuhi oleh jenis rerumputan gersang.
Tim tidak menemukan banyak bukti tulang belulang
di padang rumput itu, tetapi justru penemuan terbesar terdapat dalam kompleks
gua “Billasurgam Kurnool”, di Provinsi Andhara Pradesh. Namun yang menjadi
keheranan para ahli, di padang rumput itu ditemukan bukti bahwa tanahnya
mengandung debu gunung berapi bercampur radioaktif.
Debu radio aktif bercampur dengan debu gunung
berapi itu, kini menjadi sebuah teka-teki yang cukup pelik. Apakah abu letusan
itu mengandung radioaktif, atau memang ada letusan lain dari sebuah senjata
yang mengandung radioaktif? Para peneliti juga menemukan sejumlah bukti lain
yang mereka yakini deposit (timbunan fosil) berbagai kehidupan dari setidaknya
100.000 tahun yang lalu.
Deposit ini
mengandung kekayaan berbagai jenis tulang hewan, manusia, sapi liar, dan
berbagai karnivora dan monyet purba. Para ahli juga mengidentifikasi, sejumlah tanaman
yang diduga jadi bahan pokok makanan mereka. Gua-gua itu menghasilkan informasi
penting, tentang upaya menyelamatkan diri dari letusan super gunung berapi
Toba.
Berdasarkan studi dan bukti baru hasil analisis,
carbon radio isotop yang tak terbantahkan dari para ahli menyatakan letusan
super gunung berapi Toba di Pulau Sumatra terjadi sekitar 73.000 tahun yang
lalu. Letusan itu menyemburkan debu sekitar 800 kilometer kubik abu ke
atmosfer.
Meninggalkan kawah (sekarang danau vulkanik
terbesar di dunia), dengan panjang 100 kilometer dan lebar 35 kilometer.
Penyebaran abu dari letusan ini telah ditemukan di India, Samudera Hindia,
Teluk Bengala, dan Laut Cina Selatan bahkan terjebak di lapisan es Greenland,
Kutub Utara.
Kata Stanley
Ambrose , profesor antropologi Universitas Illinois, dan seorang kepala
peneliti Studi-studi Kasus Baru, Profesor Martin AJ. Williams, dari University
of Adelaide, Australia, letusan gunung berbelerang aerosol tersebut, sempat
menutup radiasi matahari selama enam tahun.
Jadi dunia saat
itu, benar-benar gelap gulita, yang diduga berdampak pada sebagian dari mahluk
hidup yang mati karena tidak ada sinar matahari,” ujarnya. Sebuah Instant Ice
Age yang terdapat dalam inti es yang diambil di Greenland mengungkapkan, dampak
letusan berlangsung sekitar 1.800 tahun hingga kembali ke seperti sekarang ini.
Selama zaman es instan ini, suhu turun hingga 16
derajat Celcius (28 derajat Fahrenheit). Begitu dingin-nya udara.di beberapa
daerah Indonesia juga tertutup salju. Prof. Williams menemukan lapisan abu Toba
pertama kali di pusat India, pada 1980. Pada tim investigasi ini, ia juga
bertidak sebagai pemimpin dan penanggungjawab penelitian.
Efek iklim Toba
telah menjadi sumber kontroversi selama bertahun-tahun, seperti dampaknya
terhadap populasi manusia dan ekosistem. Pada tahun 1998, Ambrose mengusulkan
dalam Journal of Human Evolution bahwa efek dari letusan Toba dan Ice Age
menjelaskan terjadinya penurunan drastis pada populasi manusia.
Terutama pengaruh genetikanya, terlihat antara
50.000 dan 100.000 tahun kemudian. Kurangnya keragaman genetik di antara
manusia yang hidup hari ini, menjadi suatu bukti bahwa selama periode itu ada
sejumlah ras manusia yang punah.
Selain itu, di muka bumi ini diduga telah terjadi
kekeringan yang cukup panjang, hingga menunjukkan adanya penurunan suhu
ekstrem,” kata Ambrose. Analisis isotop karbon pada sejumlah temuan,
menunjukkan bahwa hutan tertutup di India tengah. Setelah letusan terjadi,
muncul rumput sebagai tanaman pionir. Setidaknya mulai merambah, selama l.ooo
tahun setelah letusan kemudian menjadi hutan. “Ini adalah bukti jelas, bahwa
Toba juga menyebabkan deforestasi di beberapa daerah tropis untuk waktu yang
lama,” kata Ambrose.
Hasil penelitian
lainnya, akan diterbitkan dalam jurnal Nature Geoscience 25 Mei 2010. Dari
sejumlah letusan gunung berapi di dunia, temyata letusan Gunung Tambora di
Indonesia pada 1815 tercatat sebagai letusan terkuat kedua setelah Toba.
Dalam letusan itu, Tambora melemparkan abu
volcano hingga sejauh 70 km abunya ke udara. Gunung ini, menurut para ahli,
adalah satu-satunya jetusan supervolcano yang dikenal setelah letusan super
gunung berapi Toba dalam sejarah modern. Menurut ukuran kekuatan, letusan
tersebut 10 kali lebih kuat dari letusan Krakatau, dan 100 kali lebih kuat
daripada Vesuvius atau Gunung St. Helens.
Sumber:
http://bondstravolta.blogspot.com/2011/12/gunung-toba-pemusnah-peradaban.html
No comments:
Post a Comment