Sunday, May 18, 2014

Asia Benua Supranatural?

Asia Benua Supranatural?

Stigma Inferioritas Asia

Selama kurun beberapa abad belakangan ini kita silau memandang benua barat (Eropa & Amerika) lebih superior dibanding benua kita, Asia. Ilmu pengetahuan, filsafat, dan ketatanegaraan (demokrasi) seakan berkiblat ke benua barat. Kita merasa warisan budaya dan sains yang kita miliki hanya seujung kuku dari apa yang mereka punya. Dan, kita menganggap apapun yang bersumber dari barat, selalu lebih baik dari apa yang berasal dari tanah sendiri.

Sadar ataupun tidak, selama puluhan bahkan ratusan tahun kita dikungkung perasaan inferior, rendah diri. Apa sebabnya? Salah satunya akibat imperaliesme dan kolonialisme, sehingga benua Asia, khususnya Asia Tenggara, dijuluki sebagai benua “pinggiran”. Tiga abad lebih, tanah air kita dibelenggu penjajahan “kumpeni”. Bukan waktu yang sebentar untuk menancapkan indoktrinasi inferior hingga berakar, dan buahnya kita rasakan sekarang. Dimana kepercayaan diri sebagai bangsa yang besar, dengan warisan budaya dan kekayaan alam yang luar biasa, tergerus dan menumpul. Produk penjajahan itu kita rasakan sampai kini kita merasa tetap “inlander”.

Propaganda filosofi, kemajuan sains, dan branding culture bangsa benua lain yang sungguh dahsyat, itu juga menjadikan rahsa kebangsaan kita jadi menciut. Kita memandang begitu megah peradaban sejarah bangsa Aztec, Maya, Nordic, Yunani, dan Romawi. Atau pula, kita kerap lebih terkesima dengan kemewahan produk sejarah bangsanya “Cleopatra” dan fir’aun, manakala menonton sequel film The Mummy. Bahkan kurang begitu bangga terhadap Borobudur ketika membuka “Atlas” yang terdapat 7 keajaiban dunia-nya. Sehingga kita menjadi kurang sadar bahwa kita memiliki warisan Padjajaran, Majapahit, Sriwijaya.

Ah, kalaupun bangga, bahkan sangat bangga, mungkin cuma dimiliki oleh segelintir orang yang notabene sebagai pewaris budaya dan kekayaan itu. Misalnya kaum ningrat, bangsawan, yang bergelar Raden dan pengamat budaya. Sedangkan kaum jelata? Paling-paling hanya kebanggan kolektif, chauvinisme. Mengapa begitu? Itu karena konspirasi politik kaum penjajah, dan mungkin konspirasi politik segelintir orang yang punya kepentingan “khusus”. Sehingga kebesaran budaya dan peradaban kita ditutup-tutupi agar kita merasa “kecil”.


Lemuria & Atlantis

Lemuria adalah peradaban kuno yang hadir lebih dulu sebelum peradaban Atlantis. Pendapat ahli yang meneliti berdasar referensi literatur penelitian situs purbakala bangsa Maya di Yucatan yang dilakukan Agustus Le Plongeon (1826-1908), menyatakan bahwa bangsa Lemuria hidup di era 75.000 SM – 11.000, era itu sebelum Atlantis ada, dan bersamaan dengan perkembangan peradaban Atlantis 9.500 SM.

Lemuria hingga kini masih menjadi polemik. Masing-masing ahli dan peneliti menyampaikan hipotesis berbeda mengenai kebenaran dan letak geografis keberadaan Benua Lemuria ini. Belakangan banyak ahli menyimpulkan peradaban Lemuria berlokasi di sekitar Samudera Pasifik, tepatnya mengarah sekitar Indonesia di masa sekarang. Hal itu disimpulkan atas bukti-bukti arkeologis yang menjadi rujukan, seperti yang digambarkan Augustus Le Plongeon.

Peradaban Lemuria digambarkan memiliki tanah yang subur, masyarakat yang makmur dengan kekayaan alam berlimpah. Bangsa Lemuria di masa kejayaan peradabannya sudah menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang lebih canggih dari masa sekarang. Selain itu, bangsa Lemuria dipercaya diisi oleh masyarakat yang sangat cinta damai, bermoral, dan kehidupannya lekat dengan nilai spiritualitas yang tinggi.

Tak ada kelanjutan sustainabilitas alias ketahanan peradaban Lemuria hingga kini, jejaknya terputus. Banyak versi yang menyatakan sebab-sebabnya, di antaranya Lemuria dianggap lenyap berbarengan dengan lenyapnya peradaban Atlantis, yang hilang akibat bencana katastrofi dahsyat yang melanda. Sebagian lagi menyatakan, hilangnya peradaban bukan lantaran disebabkan bencana alam, namun karena invasi atlantis yang membuat separuh bangsa berguguran, dan separuh lagi mengungsi. Mengingat penguasan ilmu pengetahuan dan teknologi bangsa Lemuria sudah sangat maju, akan tetapi mereka cenderung cinta damai dan tidak menggunakan kemajuan teknologi untuk membuat alat perang, sebagian lagi memilih bermigrasi ke berbagai tempat, termasuk menembus dimensi lain. Hingga dikatakan, sebagian bangsa Lemuria berpindah ke planet lain yang disebut-sebut Planet Lemurian, sebuah planet di sisi luar galaksi Bimasakti berdekatan dengan galaksi Andromeda.

Setelah serangan Atlantean, wilayah Lemuria jatuh ke tangan kekuasaan bangsa Atlantis. Selepas berakhir peradaban Lemuria, peradaban Atlantis mengambil alih hampir keseluruhan peradaban Lemurian. Sebagian Lemurian mengungsi dalam pecahan-pecahan kelompok ke berbagai pelosok dunia, mereka mengembangkan peradaban-peradaban baru yang didasari warisan peradaban leluhurnya.

Hampir serupa dengan peradaban Lemuria, banyak spekulasi dan hipotesis mengenai keberadaan peradaban Atlantis. Dimana persisnya letak Atlantis, hingga masih menjadi perdebatan. Berbagai penelitian untuk mengungkap kedua peradaban besar masa lalu di beberapa tempat, dan berdasar beberapa literatur sampai saat ini belum mencapai kesepakatan dimana bangsa Mu dan Atlantean membangun peradabannya. Masing-masing temuan ahli di beberapa lokasi penelitian saling melengkapi dan saling menyanggah.

Literatur yang paling banyak dijadikan rujukan untuk mengungkap teka-teki keberadaan peradaban Atlantis adalah catatan Plato yang tertuang dalam buku: Timaeus and Critias. Namun, literatur buatan Plato itu pun banyak yang meragukan dan menganggap sebuah mitos, fiksi ilmiah, bahkan dianggap prosa historis yang dibaliknya tersimpan agenda politis tertentu.

Digambarkan Plato dalam bukunya, Atlantis adalah sebuah kerajaan besar yang menguasai lebih dari separuh bumi dengan penguasaan ilmu pengetahuan yang sudah sedemikian canggih, masih berbanding jauh lebih canggih dibanding jaman sekarang. Ciri-ciri geografis, kondisi alam, tipikal masyarakat, kekayaan alam dan keragaman hayati yang banyak digambarkan pendapat mengenai kedua peradaban itu, persis, seperti representasi dari Indonesia. Benua dan peradaban Atlantis yang dikisahkan Plato 2.500 tahun lalu itu digambarkan tengelam ke dasar laut disapu oleh bencana banjir dan gempa bumi yang dahsyat.

Sampai di sini saja gambaran mengenai Lemurian dan Atlantis, sebab meskipun Dewan Kehormatan dan jajaran tutor MASAGI Fraternity yang tergabung dalam MASAGI Avatar meneliti eksistensi dan peninggalan kedua peradaban besar itu melalui mekanisme supranatural, “astral travelling” menembus dimensi masa lalu, namun fakta yang didapatkan hanya akan menambah keruh polemik hipotesis dua peradaban itu. Akan tetapi, suatu waktu akan kami babarkan sebagai suatu persepsi yang akan memperkaya khazanah penelitian dua peradaban besar itu.

Inilah beberapa clue atau kewyord yang dapat dijadikan rujukan atau referensi mengenai keberadaan peradaban lemuria dan Atlantis yakni:
- Book of Henokh alias Kitab Enoch
- Augustus Le Plongeon
- Plato: Timaeus & Critias
- Atlantis: The Lost Continent Finally Found, thesis Prof. Arysio Santos
- Kumari Kandam
- Sundaland

Yang digarisbawahi disini adalah beberapa hal :
1. Temuan-temuan para ahli peneliti mengenai Lemurian dan Atlantis mengarah pada Indonesia.
2. Sadarkah kita bahwa apa yang terjadi yang digambarkan dalam literatur ataupun temuan arkeologi mengenai dua peradaban besar itu, merepresentasikan Indonesia. Bencana alam yang melanda Atlantis, tidakkah sama seperti yang dialami Indonesia?
3. Apakah kita akan seterusnya merasa menjadi bangsa “inferior”?


Sundaland

Berdasar beberapa temuan arkeologi, literatur dan hipotesis ahli yang dijadikan rujukan para peneliti dari Indonesia memunculkan pendapat bahwa Lemurian dan Atlantis itu merupakan benua yang dahulu dikenal dengan Sundaland (Paparan Sunda). Sundaland meliputi wilayah bagian barat Indonesia; jawa, Sumatera, Kalimantan, dan membentang hingga sebagian besar Asia Tenggara.

Stephen Oppenheimer, dokter ahli genetik dan spesialis expert sejarah peradaban, di dalam Buku Eden in The East (diterbitkan th 1999) menyebutkan tunas peradaban masa lampau adalah di wilayah Sundaland, bukan di benua Eropa atau Afrika. Pernyataan itu dilandasi kajian etnografi, oceanologi, mitologi, arkeologi, dan analisa DNA yang menyimpulkan bahwa orang-orang Sundaland adalah nenek moyang yang menurunkan peradaban di lembah Sungai Indus, China, juga Mesopotamia, dan wilayah lain di bumi ini.

Oppenheimer menjelaskan teorinya mengenai Sundaland, pada masa akhir zaman es 20.000 tahun lalu, saat itu permukaan laut masih rendah, jauh berbanding rendah 150 meter di bawah permukaan laut saat ini. Di masa itu kepulauan Indonesia bagian barat masih menyatu dengan benua Asia, sehingga menjadi daratan sangat besar, dan ini disebut Paparan Sunda. Ketika pemanasan bumi sedang gencar, es di kutub utara dan selatan mencair sehingga merendam sebagaian kawasan, hingga Paparan Sunda terpisah menjadi pulau-pulau yang kini dikenal Pulau Jawa, Bali, Sumatera, dan Kalimantan.

Pernyataan Prof. Santos pun dalam thesisnya mengemukakan Atlantis terletak di kawasan yang paling banyak terdapat gunung berapi. Yang paling mendekati pernyataan Profesor Santos adalah Indonesia, sebab negara ini terletak pada posisi geografis dengan 3 lempeng tektonis di dalam bumi yang saling menekan hingga banyak terdapat gunung berapi dari Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, hingga ke utara Pilipina. Deretan gunung berapi ini dikenal dengan cincin api alias “Ring of Fire”.

Hipotesis dua ahli tersebut mengenai Atlantis, dilengkapi dengan teori difusi yang menandaskan sebagian Atlantean yang selamat dari bencana besar itu mengungsi dan menyebar ke berbagai pelosok bumi. Hal itu sedikitnya mematahkan anggapan bahwa nenek moyang bangsa Indonesia adalah “expatriat” dari Yunani, atau pendatang dari bangsa lain.


Asia (Special Sunda) Benua Supranatural

Bila supranatural diinterpretasikan sebagai sesuatu yang belum mampu dijabarkan oleh ilmu pengetahuan masa kini, atau diidentikan dengan mistis-mitos, maka fenomena keberadaan dan teknologi-teknologi dari dua peradaban besar itu (Lemuria & Atlantis) merupakan supranatural, sebab belum terjabarkan dengan pandangan ilmu pengetahuan (logika) namun nyata adanya. Dengan demikian bisa dikatakan dua peradaban itu masih menjadi kajian supranatural, dan hingga saat ini kajian supranatural dua peradaban besar itu sedang dikaji dengan ilmu pengetahuan (logika), dan kita tunggu hasilnya.

Eropa dikatakan benua supranatural, sebab memiliki beragam mitologi-supranatural seperti Scandinavia (Nordic), Greek, Romawi. Bandingkan dengan Asia. Kekayaan mitologi-supranatural Asia yang saking banyaknya hingga susah dihitung, dan berlandaskan temuan kedua ahli di atas, itu akan mempertanyakan kembali. Jangan jauh-jauh lingkup Asia, yang kecil saja negara Indonesia dengan ratusan suku yang masing-masing suku punya mitologi-supranatural, kira-kira apa Asia bisa disebut benua Supranatural?

Keturunan bangsa Lemuria dan Atlantis yang dianggap hingga kini masih eksis melanjutkan tatanan peradabannya, walaupun dinilai hanya sebagian kecilnya termasuk filosofi dan kultur, sedangkan ilmu pengetahuan yang canggihnya tidak terlalu kentara terlihat, adalah Sunda Wiwitan dan Dayak Segandu. Sunda Wiwitan identiknya untuk istilah yang merujuk pada suatu ajaran filosofi, atau dikatakan agama. Namun, Sunda Wiwitan disini adalah menujuk pada orang-orang di masa awal peradaban Sunda (Sunda purba, sebelum Padjajaran, bahkan sebelum Salakanagara atau Tarumanagara). Suku Baduy di Banten dan beberapa suku di nusantara lain misalnya, dianggap sebagai sisa keturunan para Lemurian dan Atlantean. Khazanah Sunda Wiwitan dan Dayak Segandu dikatakan sebagai warisan ajaran-ajaran spiritual bangsa Lemuria. Banyak ahli, ilmuwan dan budayawan menilai Sunda Wiwitan dan Dayak Segandu kehidupannya sangat kental dengan spiritual supranatural.


Lemuria dan Atlantis itu di Nusantara (Sunda)

Asumsi dari kami, sedikit memperkaya khazanah penelitian peradaban Lemuria dan Atlantis, setidaknya dengan mengajukan asumsi yang walaupun tidak melalui instrumen akademis baku, kami yakin Lemuria dan Atlantis (Sundaland) itu ada di bumi Nusantara, dan Sunda memiliki bagian besar di dalamnya. Tentu bukan sekedar asumsi biasa yang tanpa latar belakang alasan. Kami mengajukan asumsi atau boleh dikata hipotesis itu berdasar persamaan:
- Pertama, catatan sejarah menceritakan kebesaran Padjajaran (kerajaan turunan Salakanagara dan Tarumanagara) yang dikatakan wilayah kekuasaan luas, kekayaannya besar, namun fakta dan bukti-bukti peninggalannya hanya sedikit saja yang terkuak. Dimana keraton besar, makam Siliwangi raja besar temasyhur Padjajaran, dan dimana bukti peninggalan lainnya berada? Itu masih menjadi polemik. Sadarkah kita, bukankah Padjajaran sama persis dengan Lemurian dan Atlantean, yang bukti keberadaan dan peninggalan masih meninggalkan teka-teki belum terpecahkan semuanya. Apa itu hanya kebetulan semata?
- Kedua, masa akhir kejayaan dan putusnya jejak Padjajaran dikatakan para ahli sejarah adalah dilatari oleh invasi Demak lalu dilanjutkan dengan era kejayaan kerajaan Islam (Demak, Mataram Islam). Sebagian orang-orang Padjajaran yang loyal pada leluhurnya mengungsi dan menyebar ke berbagai tempat hingga membidani lahirnya kerajaan baru (contoh: Sumedang Larang, Kasepuhan Cirebon, dll), sebagian lagi konon “tilem” atau “ngahiyang” (mythology Hutan Sancang) ke dimensi lain atau konon mancala putra-mancala putri jadi Harimau, dan sebagian lagi mengisolasikan diri ke hutan (misal: suku Baduy dalam). Bukankah ini mirip temuan ahli peneliti yang menyatakan Lemuria diinvasi Atlantis, sebagian Lemurian menyebar ke pelosok bumi lain dan membangun peradaban baru meneruskan warisan peradaban leluhurnya, serta dikatakan sebagian Lemurian lagi bermigrasi ke planet lain. Apa itu juga kebetulan persis, atau itu semacam rotasi sejarah berulang-ulang (déjà vu)?
- Ketiga, sejarah Padjajaran yang persis Lemuria dan Atlantis, hampir sama versinya menyebar di Nusantara ini, dan memiliki kesaman sejarahnya seperti di; Majapahit, Sriwijaya, dan kerajaan-kerajaan besar lainnya di tanah air kita.

Jadi, asumsi di atas tersebut apakah hanya kebetulan semata? Ini yang patut kita kaji kembali. Dan, Ada yang menggelitik kami, mengkaji fakta dan bukti-bukti otentik Padjajaran saja dalam lingkup kecil di tanah air kita itu sebegitu sulitnya, diwarnai polemik hipotesis dan penelitian panjang, apalagi mengungkap teka-teki peradaban Lemuria dan Atlantis. Atau mungkin, acuannya kita mulai dengan menguak misteri Padjajaran, sebab terdapat relevansi historical, dan mungkin bisa jadi “galur” alias jalur sinkron Padjajaran dengan peradaban Lemuria dan Atlantis.

Sampai di sini, dari babaran di atas anda mendapat sedikit clue, itu bisa menjadi pencerahan sekaligus membuat dahi anda mengkerut. Selamat berpolemik!

Salam hangat,


Luthfi 'Vei' Kosimsaputra
[Chairman of MASAGI]

No comments:

Post a Comment