Misteri Kapal Kuno Tersangkut Di Atas Krakatau
Tsunami Besar ketika Letusan Krakatau 1883 akibat Lautan Yang Terbelah
Hasil Penelitian Yang Telah dilakukan oleh peneliti Independent Sarjana Lulusan teknik Universitas Sumatera Utara telah mengungkap sebuah teori baru yang sebelumnya belum pernah diungkap oleh Ahli manapun.Teori yang diungkap adalah mengenai Berita kedahsyatan Letusan Gunung Krakatau tahun 1883 yang ia temukan setelah ia melakukan Penelitian Dampak Letusan Krakatau selama 2 tahun di sekitar Selat sunda. Riset yang peneliti lakukan pada awalnya hanya untuk mengungkap dan menemukan wilayah yang mengalami terjangan Tsunami tertinggi diwilayah pesisir Jawa dan Sumetera ketika letusan Terjadi.
Dalam melakukan Riset tersebut, langkah ilmiah yang ia terapkan sama seperti yang dilakukan oleh kebanyakan peneliti lain.Langkah pertama yang ia lakukan adalah mengumpulkan data-data mengenai Peristiwa Ledakan Krakatau 1883. Beberapa sumber penting yang dijadikan referensi riset ini adalah cataan Verbeck (1885) seorang ahli geologi yang telah melakukan penelitian dan survey langsung setelah kejadian Ledakan Krakatau , catatan Johanna Beijerink (istri Controlling belanda di wilayah ketimbang sekitar anak kaki Gunung Rajabasa di Sumatera) yang merupakan saksi hidup kejadian pada masa itu, catatan Johan Lindeman (Kapten kapal Loudon) yang merupakan satu-satunya kapal selamat pada saat kejadian dan catatan- catatan lain yang tidak diragukan kebenarannya. Selain mengumpulkan data literatur, peneliti juga mengamati hasil kajian simulasi ledakan Gunung Krakatau dari berbagai versi yang telah dipublish.
Dari Study literatur ini, maka peneliti menarik beberapa kesimpulan awal yang digunakan sebagai petunjuk awal Penelitian. Petunjuk-petunjuk penring Kejadian Ledakan Krakatau 1883 antara lain :
Dari rangkaian ledakan yang terjadi pada tanggal 26 dan 27 agustus 1883, Ledakan Besar yang terjadi adalah yang terjadi pada hari senin jam 10 20 WIB pada tanggal 27 -8-1883. Pada kejadian ini gunung Krakatau yang merupakan Gunung di tengah laut Sunda yang memiliki tiga Puncak berapi (rakata,danan, perboatan) mengalami ledakan besar sehingga ketiga puncak tersebut tercabut hingga menciptakan kawah bawah laut berdiameter 7 km menghamburkan sekitar 18-21 Milyar kubik material piroclastik. Volume sebanyak itu cukup untuk menimbun lautan sedalam 50 meter dengan luasan 10 km x 40 km.
ledakan Krakatau 1883 bersifat katastrofik yang arah ledakannya Lateral ke arah Utara ( menuju sekitar Gunung RajaBasa di Sumatera).
Wilayah Ketimbang yang lokasinya berada di sekitar anak kaki Gunung Rajabasa yaitu lokasi Johanna Beijerink beserta sekitar 3000 pengungsi dengan jarak sekitar 40 km dari gunung Krakatau ternyata masih mengalami terpaan debu batu apung piroclastik Krakatau. Pada kejadian ini sekitar 1000 orang tewas dan tertimbun debu batu apung.
Aliran Piroklastik juga menimbun Pulau Sebesi di utara Gunung Krakatau dengan jarak sekitar 15 km. Pulau sebesi yang merupakan bekas gunung api dengan ketinggian puncak sekitar 500 meter diatas permukaan laut tertimbun piroklastik Krakatau hingga menutupi puncak pulau tersebut ( catatan lindeman kapten kapal Loudon yang menyusuri kembali lokasi kejadian sehari setelah kejadian letusan).
Hampuran sekitar 18-21 milyar kubik Krakatau ini menciptakan dua buah Pulau timbunan batuan vulkanik Krakatau yang berada diantara pulau sebesi dan Krakatau. Pulau deposit timbunan krakatau ini lama kelamaan hilang terkikis air laut selama beberapa tahun setelah kejadian.
Dari beberapa Fakta penting ini, maka peneliti menyimpulkan bahwa wilayah yang mendapat paparan Tsunami tertinggi adalah wilayah bibir pantai disekitar kaki Gunung Rajabasa (sebelah utara Gunung Krakatau). Peneliti menduga kuat bahwa wilayah tersebut berada disebuah pangkal Teluk dan wilayah yang tak terhalang Pulau dari gunung krakatau menuju Sumatera. Alasan mengapa wilayah pangkal teluk dijadikan target penelitian adalah berdasarkan catatan verbeck yang mengungkapkan bahwa pada wilayah-wilayah pangkal teluk terjadi penetrasi tsunami yang lebih besar. Berdasarkan Kajian tersebut, peneliti menetapkan pangkal teluk disekitar Belebuk desa kelawi tepatnya di bukit kepayang sebagai target lokasi Penelitian.
Dengan panduan poto pencitraan satelit google earth dan GPS, peneliti mengadakan survey langsung kelokasi wilayah Bukit kepayang. Survey ini dimaksudkan untuk mendapatkan bukti-bukti forensik adanya terpaan tsunami disekitar puncak bukit dengan mencari sebaran batu karang laut yang ikut terbawa Tsunami ketika kejadian maupun untuk menemukan benda-benda laut lain yang mungkin masih berada di sekitar lokasi.Selain menemukan adanya koral laut, peneliti sangat terkejut setelah mengamati foto pencitraan satelit di sekitar puncak bukit kepayang. Bagi peneliti, penampakan pola pencitraan permukaan bumi seperti terlihat pada gambar.1 bukanlah penampakan permukaan bumi biasa.
Setelah dianalisa, penampakan satelit tersebut membuat suatu cerita ; Telah terjadi adanya Kapal yang menyangkut di puncak bukit Kepayang di ketinggian 155 meter di atas permuakaan laut, Selanjutnya kapal tersebut bergerak menuruni lereng Bukit yang memiliki kemiringan sebesar 20 derajat sejauh ekitar 150 meter di lereng bukit pada ketinggian 125 meter di atas permukaan laut.Tidak hanya sampai disitu, kapal mengalami longor kedua kalinya sejauh 150 meter hingga di dasar bukit. Di posisi terakhir ini, pola bayangan berbentuk mirip lambung sebuah kapal berada pada gundukan sepanjang 200 meter membentang dari utara ke selatan. puncak gundukan tempat berada pola bayangan kapal terkubur berada diketinggian 95 meter diatas permukaan laut.
Tentu saja fakta ini saja belum cukup kuat untuk mengindikasikan bahwa memang terdapat kapal tertimbun dibawah gundukan longsor. Untuk menguatkan hipotesa, Peneliti mencari fakta ilmiah lainnya untuk menguatkan dugaan tersebut. Pertama; peneliti melakukan serangkaian percobaan dengan eksprimen peraga berupa membuat miniatur Bukit kepayang dari bahan pasir yang dipadatkan dan membuat miniatur lambung kapal dari bahan kayu. peneliti melakukan ujicoba simulasi gerakan longsor kapal ketika menuruni lereng bukit. dari ujicoba tersebut, ternyata pola bentukan gerakan longsor antara hasil ujicoba peraga dan pola yang terlihat di poto satelit hasilnya sangat mirip. Kedua; peneliti mencoba mengkalkulasikan kedalaman timbunan longsor yang menutupi objek yang diduga kapal. Setelah memprediksikan bentuk lereng bukit kepayang sebelum terjadinya longsor dan setelah terjadinya longsor, maka kedalaman lubang penggalian yang harus digali untuk membuktikan kebenaran adanya Kapal dibawah timbunan longsor adalah sekitar 30 meter.
Setelah melengkapi dengan beberapa fakta ilmiah pendukung lainnya, Peneliti mencoba untuk melakukan penggalian secara manual dari puncak gundukan longsor dengan metode pembuatan sumur penggalian dengan peralatan Pahat batu. Proses penggalian ini berjalan hingga memakan setahun setengah lamanya. Fakta-fakta yang ditemukan Peneliti selama menggali lapisan demi lapisan Timbunan Longsor menemukan beberapa hal yang sangat mencengangkan Peneliti. Pada kedalaman 20 - 25 meter kedalaman penggalian, peneliti menemukan lapisan debu batu apung halus yang telah memadat. Debu batu apung halus ini disimpulkan oleh peneliti sebagai debu batu apung panas yang sejenis dengan debu yang menerpa Desa Ketimbang yang dialami oleh Johanna Beijerink 130 tahun yang lalu pada saat krakatau meletus.Pada kedalaman 25- 30 meter peneliti mendapatkan bongkahan-bongkahan batu andesit yang kondisinya hangus terbakar dan kondisi ini sangat di luar perkiraan Peneliti. pekerjaan Penggalian masih terus dilanjutkan hingga mencapai kedalaman 32 meter. Pada kedalaman 32 ini, penggalian tidak bisa lagi diteruskan dikarenakan pahat batu yang digunakan untuk memecah batu ternyata tidak sanggup lagi menembus plat baja tebal didasar lubang penggalian. Plat baja keras ini di duga sebagai dinding Kapal Kuno seperti yang telah diprediksikan oleh Peneliti.
Sumber:
Misteri Kapal Kuno Tersangkut Di Atas Krakatau
No comments:
Post a Comment