Inilah Para Pemburu Alien
Minggu, 2 Februari 2014 13:45 WIB
Repro Kompas
Inilah para pemburu alien.
Oleh Mawar Kusuma
WARTA KOTA, PALMERAH - Mereka percaya alam raya terlalu luas untuk hanya dihuni manusia. Laporan yang dikumpulkan dari para ”pelihat” menunjukkan sebaran penampakan benda melayang aneh di setiap wilayah di Indonesia. Benda-benda itu diyakini berasal dari planet lain.
Berawal dari rasa penasaran, anak-anak muda tersebut lalu bergabung dalam komunitas Beta-UFO, yang berdiri sejak 1997. Lewat investigasi lapangan, wawancara saksi, dan studi literatur, mereka aktif mendata serta mempelajari fenomena benda melayang misterius alias UFO.
Di antara derasnya fenomena UFO (Unidentified Flying Object) yang dilaporkan, anggota Beta-UFO yakin bahwa sebagian di antaranya layak dipercaya. Salah satunya adalah laporan pelukis Sudjana Kerton (almarhum). Dalam kesaksian yang dipajang di situs Beta-UFO, Kerton mengaku diculik UFO di Dago Pakar, Bandung.
Persentuhan Kerton dengan UFO diawali ketika ia bermukim di Denver, Amerika Serikat, pada 1953. Saat memandang ke arah langit dari sebuah taman, Kerton melihat benda berbentuk cerutu besar dengan banyak lampu berwarna hijau-kuning yang melayang diam sebelum kemudian melesat.
Begitu pulang ke Indonesia, Kerton lantas membangun rumah berbentuk mirip piring terbang di Perbukitan Dago Pakar, Bandung. Dari data yang dikumpulkan komunitas Beta-UFO, Bukit Dago memang menjadi salah satu titik dengan penampakan UFO terbanyak.
Suatu malam di Dago Pakar pada tahun 1979 atau 26 tahun setelah peristiwa di Denver, Kerton kembali melihat pesawat asing berwujud cakram. Kali ini, kesadarannya terhipnotis ketika ia merasa dibawa menuju pesawat dan berjumpa dengan empat alien berpakaian putih setinggi lebih dari 3 meter.
Laporan terbaru, anggota Beta-UFO sedang menyelidiki cerita dari seorang petani di Gunung Kidul, DI Yogyakarta, yang juga melihat UFO. Sama seperti Kerton, petani sederhana ini mengaku telah diculik makhluk asing.
Dikira santet
Sebagian dari anggota Beta-UFO punya pengalaman persentuhan dengan benda melayang aneh. Danish Putra Wara (25) yang baru dua tahun bergabung dengan Beta-UFO pernah beberapa kali melihat benda misterius di langit.
Pengalaman memancing bersama kakek pada usia tujuh tahun menjadi peristiwa tak terlupakan bagi Danish. Menjelang petang, ia tiba-tiba melihat benda berbentuk seperti periuk nasi melayang di atas danau.
Benda itu melayang sebelum kemudian melesat kencang. Danish menyimpan kenangan itu selama belasan tahun hingga dewasa.
”Bentuknya gepeng. Awalnya saya anggap enggak penting. Tapi enggak mungkin kalau layang-layang. Kepikiran terus,” katanya.
Ketika ia membagi pengalaman masa kecil itu, beberapa teman menganggapnya aneh. Begitu bergabung dengan Beta-UFO, ia berjumpa dengan orang-orang dengan pengalaman serupa. Bersama sesama anggota komunitas, mereka mengkaji dan meneliti setiap peristiwa penampakan UFO.
Setelah lulus kuliah Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dan bekerja di sebuah peternakan, Danish kembali dikejutkan dengan kejadian mutilasi domba yang tak terjelaskan logika. Domba itu ditemukan terpotong sangat rapi tanpa organ tubuh bagian dalam.
Warga sekitar menyebut peristiwa itu sebagai santet, sedangkan profesor di tempatnya bekerja tak bisa menemukan penjelasan ilmiah. Danish sendiri menduga si domba telah menjadi korban makhluk asing.
”Saya orang yang kritis, skeptis, dan enggak gampang percaya. Perang batin antara benar UFO atau enggak. Sekarang agak percaya,” tambah Danish.
Fajriantara Basuara (29) juga punya pengalaman menarik terkait UFO. Ketika sedang belajar mengaji di masjid, ia, guru mengaji, dan teman-temannya melihat benda berwarna merah melayang lalu melesat ke langit.
Pengalaman waktu SD itu membuat Fajriantara terus penasaran untuk mengenal UFO lebih lanjut. ”Kata pak kiai itu santet. Saksinya banyak. Pandangan tradisional bilang itu santet. Bagi yang lebih gaul dibilang UFO,” tambahnya.
Berburu UFO
Beberapa kali melihat benda melayang aneh di langit, Subhan Nur Hakim (35) selalu dihantui pertanyaan, ”apakah kita benar-benar sendirian di alam yang luas ini?” Memiliki bekal pengetahuan tentang astronomi dasar, Subhan percaya bahwa UFO yang pernah dilihatnya bukan sekadar fenomena alamiah.
Rindu kembali melihat UFO, Subhan terus berburu penampakan benda melayang aneh itu. Jika langit cerah, ia sering kali iseng membawa kamera dan binokuler sambil memandang bintang. Awalnya banyak orang menertawakan ”hobi” melihat langit itu. ”Sering kali dianggap aneh,” kata Subhan.
Meskipun belum pernah melihat, Riskawuni (23), Irfan Rasyid (29), dan Prawiro turut penasaran. Mereka pun lantas berburu UFO bersama teman-teman sesama anggota komunitas Beta-UFO. Selain memotret langit di tempat-tempat seperti kawasan Dago yang banyak dikunjungi UFO, mereka juga ikut berkunjung ke lokasi-lokasi lain seperti ke Candi Sukuh.
Relief candi di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, ini dinilai unik dengan gambar makhluk-makhluk aneh bersayap. ”Pendekatannya beragam dari science, budaya kosmologi, senang-senang. Terserah. Yang penting saling menghormati antaranggota. Yang tahu banyak malah justru lebih terbuka,” ujar I Wayan Sandi Setia Dharma (31).
Pengetahuan anggota Beta-UFO terkait UFO ternyata tak berhenti sekadar hobi. Mereka kini telah menjadi rujukan masyarakat terkait fenomena UFO di Indonesia. Penampakan UFO seperti kejadian menghebohkan di Monas beberapa waktu lalu dengan mudah bisa dinyatakan palsu oleh Beta-UFO.
Dari asal katanya, Beta merupakan kependekan dari benda terbang aneh yang identik dengan UFO. Di samping kopi darat, anggota Beta-UFO aktif membahas fenomena terkait UFO melalui diskusi online. Seluruh hasil penelitian mereka dipublikasikan melalui media website dan laporan tahunan.
Di luar sana, begitu banyak kemungkinan yang bisa terkuak kapan saja, di mana saja....
WARTA KOTA, PALMERAH - Mereka percaya alam raya terlalu luas untuk hanya dihuni manusia. Laporan yang dikumpulkan dari para ”pelihat” menunjukkan sebaran penampakan benda melayang aneh di setiap wilayah di Indonesia. Benda-benda itu diyakini berasal dari planet lain.
Berawal dari rasa penasaran, anak-anak muda tersebut lalu bergabung dalam komunitas Beta-UFO, yang berdiri sejak 1997. Lewat investigasi lapangan, wawancara saksi, dan studi literatur, mereka aktif mendata serta mempelajari fenomena benda melayang misterius alias UFO.
Di antara derasnya fenomena UFO (Unidentified Flying Object) yang dilaporkan, anggota Beta-UFO yakin bahwa sebagian di antaranya layak dipercaya. Salah satunya adalah laporan pelukis Sudjana Kerton (almarhum). Dalam kesaksian yang dipajang di situs Beta-UFO, Kerton mengaku diculik UFO di Dago Pakar, Bandung.
Persentuhan Kerton dengan UFO diawali ketika ia bermukim di Denver, Amerika Serikat, pada 1953. Saat memandang ke arah langit dari sebuah taman, Kerton melihat benda berbentuk cerutu besar dengan banyak lampu berwarna hijau-kuning yang melayang diam sebelum kemudian melesat.
Begitu pulang ke Indonesia, Kerton lantas membangun rumah berbentuk mirip piring terbang di Perbukitan Dago Pakar, Bandung. Dari data yang dikumpulkan komunitas Beta-UFO, Bukit Dago memang menjadi salah satu titik dengan penampakan UFO terbanyak.
Suatu malam di Dago Pakar pada tahun 1979 atau 26 tahun setelah peristiwa di Denver, Kerton kembali melihat pesawat asing berwujud cakram. Kali ini, kesadarannya terhipnotis ketika ia merasa dibawa menuju pesawat dan berjumpa dengan empat alien berpakaian putih setinggi lebih dari 3 meter.
http://gunungtoba2014.blogspot.com
Makhluk
itu diidentifikasikan mirip orang Mongol, bermata sipit, mulut sekadar
garis tipis melintang, hidung tajam, dan kepala gundul. Begitu
kesadarannya pulih, UFO itu telah lenyap. Di tanah pekarangan yang basah
dan gembur tampak tapak-tapak bekas kaki makhluk asing.Laporan terbaru, anggota Beta-UFO sedang menyelidiki cerita dari seorang petani di Gunung Kidul, DI Yogyakarta, yang juga melihat UFO. Sama seperti Kerton, petani sederhana ini mengaku telah diculik makhluk asing.
Dikira santet
Sebagian dari anggota Beta-UFO punya pengalaman persentuhan dengan benda melayang aneh. Danish Putra Wara (25) yang baru dua tahun bergabung dengan Beta-UFO pernah beberapa kali melihat benda misterius di langit.
Pengalaman memancing bersama kakek pada usia tujuh tahun menjadi peristiwa tak terlupakan bagi Danish. Menjelang petang, ia tiba-tiba melihat benda berbentuk seperti periuk nasi melayang di atas danau.
Benda itu melayang sebelum kemudian melesat kencang. Danish menyimpan kenangan itu selama belasan tahun hingga dewasa.
”Bentuknya gepeng. Awalnya saya anggap enggak penting. Tapi enggak mungkin kalau layang-layang. Kepikiran terus,” katanya.
Ketika ia membagi pengalaman masa kecil itu, beberapa teman menganggapnya aneh. Begitu bergabung dengan Beta-UFO, ia berjumpa dengan orang-orang dengan pengalaman serupa. Bersama sesama anggota komunitas, mereka mengkaji dan meneliti setiap peristiwa penampakan UFO.
Setelah lulus kuliah Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dan bekerja di sebuah peternakan, Danish kembali dikejutkan dengan kejadian mutilasi domba yang tak terjelaskan logika. Domba itu ditemukan terpotong sangat rapi tanpa organ tubuh bagian dalam.
Warga sekitar menyebut peristiwa itu sebagai santet, sedangkan profesor di tempatnya bekerja tak bisa menemukan penjelasan ilmiah. Danish sendiri menduga si domba telah menjadi korban makhluk asing.
”Saya orang yang kritis, skeptis, dan enggak gampang percaya. Perang batin antara benar UFO atau enggak. Sekarang agak percaya,” tambah Danish.
Fajriantara Basuara (29) juga punya pengalaman menarik terkait UFO. Ketika sedang belajar mengaji di masjid, ia, guru mengaji, dan teman-temannya melihat benda berwarna merah melayang lalu melesat ke langit.
Pengalaman waktu SD itu membuat Fajriantara terus penasaran untuk mengenal UFO lebih lanjut. ”Kata pak kiai itu santet. Saksinya banyak. Pandangan tradisional bilang itu santet. Bagi yang lebih gaul dibilang UFO,” tambahnya.
Berburu UFO
Beberapa kali melihat benda melayang aneh di langit, Subhan Nur Hakim (35) selalu dihantui pertanyaan, ”apakah kita benar-benar sendirian di alam yang luas ini?” Memiliki bekal pengetahuan tentang astronomi dasar, Subhan percaya bahwa UFO yang pernah dilihatnya bukan sekadar fenomena alamiah.
Rindu kembali melihat UFO, Subhan terus berburu penampakan benda melayang aneh itu. Jika langit cerah, ia sering kali iseng membawa kamera dan binokuler sambil memandang bintang. Awalnya banyak orang menertawakan ”hobi” melihat langit itu. ”Sering kali dianggap aneh,” kata Subhan.
Meskipun belum pernah melihat, Riskawuni (23), Irfan Rasyid (29), dan Prawiro turut penasaran. Mereka pun lantas berburu UFO bersama teman-teman sesama anggota komunitas Beta-UFO. Selain memotret langit di tempat-tempat seperti kawasan Dago yang banyak dikunjungi UFO, mereka juga ikut berkunjung ke lokasi-lokasi lain seperti ke Candi Sukuh.
Relief candi di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, ini dinilai unik dengan gambar makhluk-makhluk aneh bersayap. ”Pendekatannya beragam dari science, budaya kosmologi, senang-senang. Terserah. Yang penting saling menghormati antaranggota. Yang tahu banyak malah justru lebih terbuka,” ujar I Wayan Sandi Setia Dharma (31).
Pengetahuan anggota Beta-UFO terkait UFO ternyata tak berhenti sekadar hobi. Mereka kini telah menjadi rujukan masyarakat terkait fenomena UFO di Indonesia. Penampakan UFO seperti kejadian menghebohkan di Monas beberapa waktu lalu dengan mudah bisa dinyatakan palsu oleh Beta-UFO.
Dari asal katanya, Beta merupakan kependekan dari benda terbang aneh yang identik dengan UFO. Di samping kopi darat, anggota Beta-UFO aktif membahas fenomena terkait UFO melalui diskusi online. Seluruh hasil penelitian mereka dipublikasikan melalui media website dan laporan tahunan.
Di luar sana, begitu banyak kemungkinan yang bisa terkuak kapan saja, di mana saja....
Editor: Andy Pribadi
Sumber: KOMPAS
http://wartakota.tribunnews.com/2014/02/02/inilah-para-pemburu-alien
No comments:
Post a Comment