Saturday, September 27, 2014

Gunung Padang, Bukti Tatar Sunda Dihuni Bangsa yang Unggul? (bagian 2)

Gunung Padang, Bukti Tatar Sunda Dihuni Bangsa yang Unggul? (bagian 2)

Oleh Egi GP

Kita lalu beranjak ke teras 3. Di teras 3 kita bisa menemukan batu yang berlobang menyerupai telapak tangan. Menurut Kang Jae, batu tersebut disebut Sanghyang Tapak. Lobang pada batu ini ada telapak tangan kanan, tumit kaki kiri dan kanan serta tempat menaruh senjata. Jika kita mengikuti lobang yang ada kita akan benar-benar menghadap ke barat. Di teras 3 ini menurut Kang Aje digunakan untuk urusan keagamaan. Selain batu Sanghyang Tapak, ada juga batu Tapak Kujang.

Kemudian, di teras 4 dulunya terdapat batu yang sering digunakan untuk latihan semacam beladiri. Wisatawan sering kali mencoba mengangkat batu ini. Konon, kalau fikiran dan hati kita bersih kita akan mudah untuk mengangkat batu ini. Tapi kalau sebaliknya, batu ini akan terasa sangat berat.
DI teras 5, terdapat batu singgasana. Konon di batu itu merupakan titik tengah antara bulan dan bumi. Jadi dari situ kita bisa menentukan kapan bulan baru. Banyak wisatawan yang katanya melakukan ritual seperti sembahyang di teras ini.

Uniknya, di Gunung Padang signal handphone penuh. Menurut Kang Jae, itu merupakan fenomena Gunung Padang yang menyerap energi positif, jadi signal bisa penuh padahal gunung ini jauh dari tower. Banyak hal lain yang menakjubkan dari Gunung Padang yang patut kita syukuri sebagai bangsa. Tidak hanya disyukuri, tetapi juga dipelajari dan dijaga sehingga member dampak positif terhadap kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.

Gunung Padang, “Indonesia Tua"

Pertanyaan mengenai apakah orang-orang Nusantara, Sunda khususnya, merupakan salah satu bangsa tertua di dunia, pastinya akan sulit dijawab. Namun, kebanggaan itu setidaknya harus menjadi motivator agar kita mau lebih baik lagi ke depan, mengejar ketertinggalan dari bangsa-bangsa lain di dunia.

Menurut cerita masyarakat setempat, mereka tak menyebut Gunung Padang sebagai situs purbakala. Yang mereka tahu tempat tempat itu keramat. Setelah daerah itu ditetapkan sebagai cagar budaya untuk bukti keluhuran kebudayaan lokal dan ketinggian peradaban asli Indonesia, mereka mulai sadar pentingnya Gunung Padang.

Gunung Padang diperkirakan dibangun sekitar 2.400 tahun sebelum kerajaan Nusantara pertama berdiri di Kutai, Kalimantan, atau kira-kira 2.800 tahun sebelum Candi Borobudur dibangun.
Sumber material bangunan dan kualitasnya yang terpilih, serta orientasinya pada simbol-simbol keilahian khas era purbakala, seperti gunung dan samudera, membuat pengunjung menerawang bahwa betapa agung dan berperspektifnya peradaban purba Nusantara.

Jika dicermati lebih dalam, situs berisi serakan batu hitam bermotif itu, ternyata memuatkan keteraturan geometris, selain pesan kebijaksanaan kosmis yang tinggi, sebelum agama-agama modern masuk ke Nusantara.

Geometri ujung batu dan pahatan ribuan batu besar dibuat sedemikian teratur rata-rata berbentuk pentagonal. Simbol "lima" ini mirip dengan tangga nada musik sunda pentatonis, da mi na ti na.
Kalau Babylonia menganggap sakral angka 11 atau Romawi Kuno dengan angka 7, maka di Gunung Padang, bangsa kuno Nusantara yang mendiami tanah Pasundan ini "memuja" bilangan lima. Pancasila, kah? Wallahualam!

100 undakan dengan luas 25 hektar

Awalnya, situs megalitikum Gunung Padang diperkirakan hanya memiliki empat hingga lima undakan. Penelitian lebih lanjut yang dilakukan hampir seratus tahun sejak laporan mengenai situs Gunung Padang ditulis ilmuwan Belanda pada 1914 menemukan fakta baru yang mencengangkan: situs megalitikum itu memiliki setidaknya 100 undakan.

Adalah Tim Bencana Katastropik Purba yang dibentuk Kantor Staf Khusus Presiden bidang Bantuan Sosial dan Bencana (SKP BSB) yang dalam dua tahun terakhir ini meneliti ulang situs megalitikum itu dengan tingkat keseriusan yang cukup tinggi.

Dengan demikian bangunan yang selama ini dianggap hanya terdapat pada sisi utara sampai selatan ternyata mempunyai sisi timur dan barat. Luas bangunan dari utara ke selatan mencapai sekitar 4 ribu meter persegi. Dengan sisi timur dan barat yang seperti itu maka bangunan di situs ini dapat mencapai minimal 250 ribu meter atau 25 hektar. Sebagai perbandingan, Candi Borobudur luasnya 15.129 meter persegi atau 1,5 hektar.

Terasering merupakan konstruksi bangunan yang digunakan sebagai penyangga bangunan yang dibuat di sebuah bukit atau gunung. Contoh bangunan yang menggunakan konstruksi terasering untuk bagian sisi dari bangunan adalah Machu Picchu di Peru. (data dari berbagai sumber)


Sumber:
http://sukabumi-utara.com/index.php/94-gunung-padang-bukti-tatar-sunda-dihuni-bangsa-yang-unggul-bagian-2

No comments:

Post a Comment