Jejak Sungai Sunda
Sebuah berita bertajuk: Ditemukan, Jejak Sungai Purba di Utara Laut Jawa
Sabtu, 18 Februari 2012 , di-posting seorang rekan di FB sebuah Group malam ini. Dilaporkan bahwa sungai2 purba ini ditemukan Tim Bencana Katastrofi Purba. Mungkin wartawannya ngawur ya…
Perlu klarifikasi serius atas berita ini, meskipun ditulis Februari 2012. Sungai2 purba atau lebih tepatnya sungai2 tenggelam di Laut Jawa sampai Selat Malaka adalah isu lama, tentu saja penemunya bukan Tim Bencana Katastrofi Purba dan jejaknya juga bukan ditemukan oleh Dr. Wahyu Triyoso. Sungai-sungai purba di Laut Jawa dan Selat Malaka itu sudah ditemukan hampir 100 tahun lalu dan sudah dipublikasikan oleh GAF Molengraaff dan M Weber pada tahun 1919 dalam makalah berjudul “Het verband tusschen den plistoceenen ijstijd en het ontstaan der Soenda-Zee en de invloed daarvan op de verspreiding der koraalriffen en on de land- en zoetwater fauna” (Wis- en Nat. Afd. Kon. Akad. v. Wetensch., Amsterdam, 29 Nov 1919, 28, 497-544). Molengraaff adalah seorang ahli geologi dan Weber adalah seorang ahli biologi pada zaman Belanda di Indonesia. Garis Weber, garis kesetimbangan fauna Asiatik dan Australia di Indonesia bagian tengah adalah berasal dari namanya.
Di Laut Jawa itu dan Selat Malaka itu, Molengraaff dari tahun 1919 telah memetakan alur-alur sungai yang tenggelam (drowning river system) yang terbagi menjadi dua alur sungai utama, yang dinamainya Sungai Sunda Utara di bawah Selat Malaka dan Sungai Sunda Selatan di bawah Laut Jawa. Nama lain kedua alur utama sungai itu juga sering disebut sebagai Sistem Sungai Molengraaff, mengikuti nama penemunya.
Sungai Sunda Utara mempunyai daerah hulu di Sumatra dan Kalimantan Barat, dan bermuara ke Laut Cina Selatan, sedangkan Sungai Sunda Selatan mempunyai hulu di Jawa dan Kalimantan Selatan dengan muara di Selat Makassar. Lembah-lembah sungai yang terbenam ini sebagian sudah tertimbun lumpur. Tetapi penelitian geologi kelautan sejak akhir 1950-an oleh beberapa ekspedisi kelautan bekerja sama dengan pihak asing telah dapat mengenal keberadaan sungai2 besar ini. Dua lembah sungai besar di selatan Kalimantan Selatan, sebelah selatan Sampit, misalnya ditunjukkan di buku bagus tentang oseanografi Indonesia tulisan Anugerah Nontji (Djambatan, 1987): “Laut Nusantara”. Lebar lembah2 sungai ini antara 400-500 meter, dasar sungai purba ini 17-24 meter lebih dalam daripada dasar laut sekitarnya, dan terisi oleh endapan setebal 8-15 meter.
Karena glasiasi-deglasiasi yang terus terjadi secara siklus di wilayah Paparan Sunda, sehingga saat glasiasi air laut menyurut dan turun lalu menyingkapkan paparan menjadi daratan (Sundaland) sebab air laut tertarik ke kutub2 Bumi menjadi es; dan saat deglasiasi terjadi pencairan es di kutub2 Bumi lalu air laut di mana2 naik, maka Sundaland kembali tenggelam menjadi Paparan Sunda (Sunda Shelf).
Hasil penelitian geologi dapat menunjukkan jejak sejarah Paparan Sunda dan Sundaland. Kira2 170.000 tahun lampau muka laut berada kira-kira 200 meter lebih rendah dari sekarang, tersingkaplah Sundaland. Lalu dalam 125.000 tahun terakhir, air laut ini secara bertahap naik, tetapi belum mencapai posisi seperti sekarang. Pada sekitar 7000 tahun yang lalu, posisinya seperti sekarang, 4000 tahun yang lampau 5 m melampaui posisi sekarang, lalu turun lagi dan sejak 1000 tahun yang lalu posisinya sudah seperti sekarang.
Yang namanya siklus glasiasi dan deglasiasi tak pernah terjadi mendadak turun atau naik, apalagi terjadi dalam semalam seperti banjir dalam dongeng Atlantis yang dituturkan Plato. Dan yang namanya sistem sungai2 Sunda tak berhubungan dengan peradaban tinggi ala dongeng Atlantis. Kecuali kalau submarine archaeology kelak menemukan banyak bukti2 kebudayaan tinggi terkubur di lembah2 sungai2 Sunda itu tetapi bukan berasal dari kapal karam modern, bolehlah kita mendiskusikannya lagi soal kaitan lembah sungai tenggelam ini dengan peradaban tinggi itu.
Sumber:
http://geologi.iagi.or.id/2012/09/16/jejak-sungai-sunda/
Sabtu, 18 Februari 2012 , di-posting seorang rekan di FB sebuah Group malam ini. Dilaporkan bahwa sungai2 purba ini ditemukan Tim Bencana Katastrofi Purba. Mungkin wartawannya ngawur ya…
Perlu klarifikasi serius atas berita ini, meskipun ditulis Februari 2012. Sungai2 purba atau lebih tepatnya sungai2 tenggelam di Laut Jawa sampai Selat Malaka adalah isu lama, tentu saja penemunya bukan Tim Bencana Katastrofi Purba dan jejaknya juga bukan ditemukan oleh Dr. Wahyu Triyoso. Sungai-sungai purba di Laut Jawa dan Selat Malaka itu sudah ditemukan hampir 100 tahun lalu dan sudah dipublikasikan oleh GAF Molengraaff dan M Weber pada tahun 1919 dalam makalah berjudul “Het verband tusschen den plistoceenen ijstijd en het ontstaan der Soenda-Zee en de invloed daarvan op de verspreiding der koraalriffen en on de land- en zoetwater fauna” (Wis- en Nat. Afd. Kon. Akad. v. Wetensch., Amsterdam, 29 Nov 1919, 28, 497-544). Molengraaff adalah seorang ahli geologi dan Weber adalah seorang ahli biologi pada zaman Belanda di Indonesia. Garis Weber, garis kesetimbangan fauna Asiatik dan Australia di Indonesia bagian tengah adalah berasal dari namanya.
Di Laut Jawa itu dan Selat Malaka itu, Molengraaff dari tahun 1919 telah memetakan alur-alur sungai yang tenggelam (drowning river system) yang terbagi menjadi dua alur sungai utama, yang dinamainya Sungai Sunda Utara di bawah Selat Malaka dan Sungai Sunda Selatan di bawah Laut Jawa. Nama lain kedua alur utama sungai itu juga sering disebut sebagai Sistem Sungai Molengraaff, mengikuti nama penemunya.
Sungai Sunda Utara mempunyai daerah hulu di Sumatra dan Kalimantan Barat, dan bermuara ke Laut Cina Selatan, sedangkan Sungai Sunda Selatan mempunyai hulu di Jawa dan Kalimantan Selatan dengan muara di Selat Makassar. Lembah-lembah sungai yang terbenam ini sebagian sudah tertimbun lumpur. Tetapi penelitian geologi kelautan sejak akhir 1950-an oleh beberapa ekspedisi kelautan bekerja sama dengan pihak asing telah dapat mengenal keberadaan sungai2 besar ini. Dua lembah sungai besar di selatan Kalimantan Selatan, sebelah selatan Sampit, misalnya ditunjukkan di buku bagus tentang oseanografi Indonesia tulisan Anugerah Nontji (Djambatan, 1987): “Laut Nusantara”. Lebar lembah2 sungai ini antara 400-500 meter, dasar sungai purba ini 17-24 meter lebih dalam daripada dasar laut sekitarnya, dan terisi oleh endapan setebal 8-15 meter.
http://gunungtoba2014.blogspot.com
Weber juga menunjukkan bahwa adanya sistem sungai-sungai Sunda ini
dibuktikan oleh banyaknya persamaan jenis ikan tawar di sungai2 pesisir
timur Sumatra dengan ikan2 di pesisir barat Kalimantan, padahal antara
Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur tidak ada persamaan.Karena glasiasi-deglasiasi yang terus terjadi secara siklus di wilayah Paparan Sunda, sehingga saat glasiasi air laut menyurut dan turun lalu menyingkapkan paparan menjadi daratan (Sundaland) sebab air laut tertarik ke kutub2 Bumi menjadi es; dan saat deglasiasi terjadi pencairan es di kutub2 Bumi lalu air laut di mana2 naik, maka Sundaland kembali tenggelam menjadi Paparan Sunda (Sunda Shelf).
Hasil penelitian geologi dapat menunjukkan jejak sejarah Paparan Sunda dan Sundaland. Kira2 170.000 tahun lampau muka laut berada kira-kira 200 meter lebih rendah dari sekarang, tersingkaplah Sundaland. Lalu dalam 125.000 tahun terakhir, air laut ini secara bertahap naik, tetapi belum mencapai posisi seperti sekarang. Pada sekitar 7000 tahun yang lalu, posisinya seperti sekarang, 4000 tahun yang lampau 5 m melampaui posisi sekarang, lalu turun lagi dan sejak 1000 tahun yang lalu posisinya sudah seperti sekarang.
Yang namanya siklus glasiasi dan deglasiasi tak pernah terjadi mendadak turun atau naik, apalagi terjadi dalam semalam seperti banjir dalam dongeng Atlantis yang dituturkan Plato. Dan yang namanya sistem sungai2 Sunda tak berhubungan dengan peradaban tinggi ala dongeng Atlantis. Kecuali kalau submarine archaeology kelak menemukan banyak bukti2 kebudayaan tinggi terkubur di lembah2 sungai2 Sunda itu tetapi bukan berasal dari kapal karam modern, bolehlah kita mendiskusikannya lagi soal kaitan lembah sungai tenggelam ini dengan peradaban tinggi itu.
Sumber:
http://geologi.iagi.or.id/2012/09/16/jejak-sungai-sunda/
No comments:
Post a Comment