Gunung Padang, Buktikan Ras Indonesia Unggul
“Kita harus bangga terdapat ras kita dan nenek moyang kita punya kemampuan ini.”
Sabtu, 23 Juni 2012, 05:13 WIB
Arfi Bambani Amri, Permadi (Sukabumi)
“Kita harus bangga terdapat ras kita dan nenek moyang kita punya kemampuan ini. Seperti Hitler yang bangga akan ras arya atau para yahudi yang bangga akan garis keturunannya. Gunung Padang membuktikan kita juga keturunan ras yang sangat luar biasa,” kata geolog dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia itu.
Menurut Danny, semangat itulah yang memotivasi para peneliti untuk terus melakukan riset dan pembuktian di Gunung Padang. Semangat ini memompa mereka untuk terus mencari kehebatan nenek moyang di nusantara yang berhasil membuat struktur modern di eranya, yang diperkirakan pada era prasejarah.
Selama ini, kata Danny, catatan sejarah peradaban dunia selalu melihat pada peradaban Mesir yang diperkirakan ada sekitar 5.000 tahun sebelum Masehi atau peradaban sungai Indus yang tumbuh pada 3.000 tahun sebelum Masehi. “Dari hasil penelitian hingga hari ini, kami masih yakin peradaban Gunung Padang adalah yang tertua dan lolos dari catatan sejarah,” katanya.
Sementara, Erick Rizky menjelaskan kemungkinan Gunung Padang tidak sempat tertulis dalam catatan sejarah karena sistem sosial masyarakat Gunung Padang saat itu menggunakan budaya lisan sendiri, tidak menggunakan budaya lisan seperti yang tercatat saat ini. “Asumsi ini yang menyebabkan peradaban Gunung Padang sepertinya luput dari catatan sejarah peradaban dunia. Kami yang akan terus berupaya memasukkan temuan ini sebagai catatan peradaban dunia,” katanya.
Maret lalu, Tim Bencana Katastropik Purba yang membawahi tim penelitian telah melakukan pengeboran di situs megalitikum Gunung Padang, di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Hasil carbon dating memperlihatkan hasil yang mengejutkan. Menurut salah satu anggota tim, Boedianto Ontowirjo, carbon dating menunjukkan Gunung Padang lebih tua dari piramida Giza di Mesir.
Dari sampel hasil pengeboran yang diambil dari teras 5 di titik bor 2 dengan kedalaman 8 hingga 10 meter, hasilnya menunjukkan 11.060 thn +/- 140 tahun Before Present. “Kalau dikonversikan ke umur kalender setara dengan 10 ribu SM,” ucap Boedianto, dalam keterangan tertulis yang diterima VIVAnews, 4 Maret 2012.
• VIVAnews
Pintu masuk situs megalit Gunung Padang ditemukan
Minggu, 24 Juni 2012 19:30 WIB |Cianjur (ANTARA News) – Tim arkeologi di bawah kordinator Ali Akbar menyatakan menemukan pintu masuk ke Situs Megalit Gunung Padang, Campaka, Cianjur, Jawa Barat (Jabar), berupa batu tegak dan punden berundak. pada Minggu.
“Ada kesamaan dan perbebedaan dengan struktur yang selama ini diteliti. Bebatuan yang ditemukan, seperti ada garis tegas horizontal berjumlah tiga garis,meskipun sudah rubuh namun ini menjadi salah satu kunci utama,” katanya.
Adanya kelainan pada temuan kali ini, ungkap dia, di mana untuk temuan sebelumnya batu bergaris tersebut berada di kedalaman tebing sekitar 40 meter, dan sejajar dengan teras ke tiga.
Batu yang disekelilingnya masih ditutupi belukar, dan diduga kuat menuju rongga yang berada di perut situs megalitik Gunung Padang. Temuan itu diperkuat dengan temuan dua batu tegak di bawahnya yang berjarak 50 meter dari lokasi dan sejajar dengan teras ke lima.
“Dua batu dengan tinggi satu meter lebih dengan diameter 40 centimeter, berdiri sejajar dengan jarak sekitar dua meter. Ada garis yang sama di kedua bebatuan ini, seperti batu bergaris di atasnya,” ujarnya.
Batu berdiri tersebut, jelas dia, diperkirakan sebagai pintu masuk dengan susunan tangga yang berada di bawahnya. Penemuan anak tanga pada punden berundak yang lebih kecil sisi timur situs, diperkuat dengan temuan sumber mata air yang tidak jauh dari temuan itu.
http://gunungtoba2014.blogspot.com
“Ini memperkuat bagaimana sumber mata air, menjadi kesatuan dari
struktur dan konstruksi Situs Gunung Padang. Mata air alur religi
masayarakat purba yang mengarah pada pemujaan di di situs pada masanya,”
tuturnya.Saat ini, menurut dia, tim memfokuskan diri untuk mencari titik dan upaya membuka rongga yang diduga sebagai pintu masuk kedalam perut situs itu. Hasil geo listrik dan geo radar menegaskan pengalaman Dadi, juru pelihara situs, yang sempat masuk ke sebuah rongga mirip goa yang terdiri dari batuan sekira 40 tahun lalu.
“Kontruksi situs yang terdiri tanah dan bebatuan yang mulai lapuk dan labil menjadi pertimbangan, sehingga menghambat tim untuk melakukan eskavasi,” katanya.
Meskipun mendapat kendala, tim yang terdiri dari 15 orang itu tetap melakukan pencarian. Tim arkeologi bekerja menyebar secara berkelompok, dan dibagi menjadi empat kelompok mengunakan alat kerja sederhana.
(T.KR-FKR)
Editor: Priyambodo RH
No comments:
Post a Comment