Kisah Tengkorak-tengkorak Manusia di Kawasan Karst, Konawe Utara
KONAWE UTARA, Media Sultra.com-Bumi Konawe Utara, Sulawesi Tenggara tidak hanya menyimpan seabrak kisah dan jejak perjalanan Kahar Muzakkar. Namun di balik itu, banyak gua di sana yang menyimpan tengkorak dan tulang belulang manusia. Kini, jejak itu telah menjadi kekayaan Arkeologis yang abadi.Salah satu yang paling dikenal adalah situs gua prasejarah yang berada di kawasan Karst Wawontoaho, Kecamatan Wiwirano. Oleh masyarakat setempat, gua itu dikenal sebagai Gua Tengkorak. Lokasinya berada pada jarak 196 kilometer dari Kota Kendari. Lokasi itu dilintasi Jalan Trans-Sulawesi yang menghubungkan Sultra dan Sulawesi Tengah (Sulteng). Bukit itu juga dikepung perkebunan sawit warga dan PTPN XIV.
Di kawasan perbukitan Karst itu banyak ditemukan tengkorak-tengkorak manusia. Nenek moyang suku Culambacu, salah satu suku asli Sultra yang sejak ribuan tahun lalu mendiami wilayah tersebut, memiliki tradisi penguburan jenazah di gua-gua, termasuk di Wawontoaho.
Menurut La Ode Ali Ahmadi, Arkeolog di Sulawesi Tenggara, kompleks Situs Gua Prasejarah Konawe Utara memperlihatkan bukti-bukti arkeologis yang merupakan evidensi arkeologis dan faktor pemukiman maupun faktor lainnya.
Berdasarkan hasil penelitian Balai Arkeologi (Balar) Makassar tahun 2009, temuan-temuan arkeologis yang berhasil dikumpulkan baik variabilitas, ciri maupun fungsional maka dapat dipastikan bahwa gua-gua prasejarah Konawe Utara yang teridentifikasi berjumlah 7 (tujuh) situs, di manfaatkan oleh manusia pendukungnya sebagai tempat penguburan, mulai dari masa prasejarah hingga masa kemudian (sekurang-kurangnya hingga abad-15 M).
Selanjutnya dari beberapa jenis dan ciri benda arkeologis yang ditemukan, baik di permukaan gua maupun dari penggalian, seperti alat serpih, tatal batu, batu inti, beliung, gerabah, kerang dan arang, memberi keterangan bahwa sebelum menjadi lokasi penguburan situs-situs tersebut terlebih dahulu menjadi tempat bermukim.
“Masa hunian gua-gua prasejarah di Konawe Utara, tampaknya berlangsung secara bergelombang. Kemungkinan gua-gua tersebut pertama kali dihuni oleh kelompok manusia yang sudah mengenal tradisi lukis didinding gua, seperti lukisan-lukisan gua, yang terdapat di gua Asera,” ujarnya.
Tradisi melukis ini oleh para ahli di tempatkan pada masa Mesolitik (40.000-10.000 tahun yang lalu) yang didukung oleh kelompok manusia dari ras Austro-Melanid. Sementara temuan Beliung (kapak batu yang diasah) dan gerabah yang didapatkan di Gua Tengkorak, Wiwirano adalah tradisi yang berkembang pada masa bercocok tanam (sekitar 3.000 tahun yang lalu) yang didukung oleh kelompok manusia dari ras Austronesia (Mongoloid).
Pernyataan ini didukung oleh tradisi tutur masyarakat setempat (suku Tolaki) yang mengatakan bahwa sebelum leluhur mereka tiba di daratan Sulawesi Tenggara, terlebih dahulu wilayah ini didiami oleh sekelompok manusia yang bertubuh besar. Bisa jadi penduduk asli yang dimaksud dalam ceritera itu adalah migrasi awal manusia moderen dari ras Austo-Melanid yang bermukim di gua-gua dengan mengembangkan tradisi melukis dinding gua (seperti lukisan cap tangan di Gua Asera).
Gelombang selanjutnya adalah Manusia Mongoloid Selatan (Penutur Austronesia) yang menyebar sekitar 4.000 tahun yang lalu dari Taiwan melalui pulau-pulau di Asia Tenggara (Philipina, Kalimantan) hingga sampai di Daratan Sulawesi dengan mengembangkan tradisi pertanian padi-padian dan memelihara binatang dan teknologi alat batu (serpih dan beliung) serta tekhnologi gerabah.
“Keberadaan Situs Gua Prasejarah Konawe Utara ini sangat penting sebagai kekayaan budaya daerah. Perlu perhatian khusus sekaligus proteksi guna pengamanannya dari aktivitas (transformasi Budaya) yang berpotensi merusak situs,” imbuhnya.
Sebelumnya, Kepala Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Makassar Andi Muhammad Said, yang juga membawahi wilayah Sultra, mengatakan, situs goa prasejarah di Konawe Utara itu memiliki kaitan dengan goa-goa purbakala serupa yang berada di poros Maros-Pangkep, Sulawesi Selatan.
Goa-goa itu diduga menjadi peninggalan peradaban manusia pertama yang menetap di Sulawesi. Kehidupan di goa-goa mengindikasikan sejarah awal manusia pada fase ke-2 setelah fase nomaden.
Sayangnya, goa-goa itu saat ini minim pengawasan sehingga sangat rentan terhadap perusakan dan penjarahan. Salah satu goa bahkan sudah dicemari vandalisme berupa coret-coretan iseng. Goa Tengkorak juga belum mendapat status perlindungan dari pemerintah kabupaten, provinsi, maupun pusat. (MI)
Source: Iwan Le Fante
http://www.mediasultra.com/news/kisah-tengkorak-tengkorak-manusia-di-kawasan-karst-konawe-utara.html/
No comments:
Post a Comment