Monday, April 21, 2014

Mitos Modern Prof. Santos: Atlantis itu Indonesia

Mitos Modern Prof. Santos: 

Atlantis itu Indonesia


Tulisan saya di Harian Umum Pikiran Rakyat (7 Okt 2006: Sundaland = Benua Atlantis yang Hilang? ) membantah artikel di harian yang sama yang ditulis oleh Prof. Dr. H. Priyatna Abdurrasyid, Ph.D (2 Okt 2006) dengan judul “Benua Atlantis itu (Ternyata) Indonesia.” Prof. Priyatna tersanjung karena Indonesia dinyatakan sebagai benua Atlantis yang hilang menurut pendapat Profesor Brasil Arysio Santos melalui bukunya yang terbit pada 2005: “Atlantis: the Lost Continent Finally Found”. Akhirnya buku yang dijadikan acuan Prof. Priyatna untuk artikelnya itu, baru diterbitkan dalam bahasa Indonesia oleh Penerbit Ufuk pada tahun 2009 dan mulai diedarkan di awal 2010 ini.

Ketika pada tahun 2006 menulis artikel di PR itu, saya terus terang belum membaca bukunya Prof. Santos. Namun demikian saya berani membantah karena saya telah menduga sebelumnya bahwa mestinya bukti-bukti Indonesia sebagai Atlantis didasarkan pada temuan-temuan di bidang geologi dan arkeologi.

Dari sudut pandang dan temuan-temuan geologi dan arkeologi itulah sebenarnya telah sangat jelas bahwa penenggelaman Sundaland (yang menurut Prof Santos menjadi inti Atlantis di Indonesia) tidak terjadi dalam satu malam, waktu penenggelaman seperti diungkapkan Plato. Penenggelaman paparan luas itu terjadi secara evolutif memakan waktu ribuan tahun. Itupun bukan oleh suatu gempa bumi yang diikuti tsunami raksasa, tetapi akibat perubahan iklim berupa pemanasan global dari zaman es ke zaman antar es.

Dari sisi arkeologi, ketika Atlantis diperkirakan oleh Plato berjaya sampai sekitar 10.000 tahun yang lalu, kebudayaan Indonesia purba tidaklah semaju seperti yang digambarkan oleh Plato. Kehidupan purbakala saat itu masih berada pada Zaman Paleolitik. Masyarakatnya hidup terutama dari berburu dengan hanya menggunakan bahan-bahan alam dari batu, tulang, atau kayu/bambu. Hidup mereka diduga tinggal di tepi-tepi sungai dengan tempat berteduh sederhana dari ranting-ranting pohon, atau di gua-gua alami. Bandingkan di waktu yang sama, bangsa Mesir telah berperadaban tinggi, di antaranya sudah sanggup membuat piramid.

Setelah saya mendapatkan dan membaca buku itu dalam versi Bahasa Indonesia, rupanya kedua alasan kuat di atas dibantah habis oleh Prof. Santos. Tadinya saya pikir Prof. Santos akan berargumen dengan temuan-temuan baru geologis dan arkeologis di Indonesia. Namun alasannya rupanya lebih didasarkan argumen-argumen mitologi dan kebetulan-kebetulan atau kesamaan linguistik. Peta-peta dan buku-buku kuno Ramayana, Mahabarata, Iliad, dll. serta dongeng-dongeng yang tersebar di seantero dunia dari tradisi Yahudi Kuno, Kristiani Awal, kepercayaan-kepercayaan pagan yang menyembah berhala, adalah referensi untuk menyatakan argumennya bahwa akhirnya benua Atlantis yang hilang telah ditemukan (di Indonesia), seperti judul bukunya.

Begitupun alasan-alasan dari sisi geologi sama sekali tidak mendasar. Akhir Atlantis menurut Santos adalah letusan dahsyat G. Krakatau (Proto Krakatau) pada 11.600 tahun lalu, yang di geologi tidak pernah ada catatan penentuan umur produk letusan itu. Krakatau dianggap Pilar Herkules yang sesungguhnya dengan pendamping G. Dempo di Sumatera Selatan yang di geologi catatan tentang letusan G. Dempo sangatlah miskin dan juga belum pernah diketahui meletus dahsyat. Akhirnya Prof Santos menggunakan argumen letusan Toba 74.000 tahun lalu yang jelas tidak cocok dengan berakhirnya Atlantis yang menurut Prof. Santos sendiri berakhir 11.600 tahun yang lalu.

Pada awal-awal buku, saya sudah kehilangan selera untuk menamatkannya dengan argumen-argumen yang sangat tidak berdasar tersebut. Apalagi, pengakuannya bahwa penemuan Atlantis di Indonesia itu setelah melakukan riset selama 30 tahun, tetapi belum sekali pun Prof. Santos mengunjungi Indonesia.

Sebagai seorang doktor fisika nuklir (dan geolog? Seperti tertulis di sampul buku versi Bahasa Indonesia) — hasil dari penelusuran di internet — ternyata karya tulis Prof. Santos hanya di seputar Atlantis saja (yang jelas semua argumennya tidak mengacu kepada bidang fisika nuklir). Benar-benar hanya pakar Atlantologi rupanya.
http://gunungtoba2014.blogspot.com
Dan ini… Satu hal yang semakin meragukan lagi adalah bahwa di daftar referensinya ternyata tidak ada satu pun – sekali lagi TIDAK SATU PUN – mengacu pada literatur tentang geologi dan arkeologi Indonesia. Padahal telah sangat berjibun referensi tentang geologi, arkeologi, mitologi, sejarah, antropologi, dan lain sebagainya tentang Paparan Sunda, Sundaland, atau Indonesia, baik yang ditulis peneliti-peneliti Indonesia dalam bahasa Inggeris maupun mancanegara/internasional. Misalnya buku paling lengkap membahas prasejarah Indonesia oleh Peter Bellwood (Prehistory of the Indo-Malaysian Archipelago, 1985; edisi Bahasa Indonesia diterbitkan Gramedia, 2000) sama sekali tidak dirujuk.

Saya tidak sendiri membantah Prof. Santos. Berikut saya kutipkan juga pendapat geolog dari BP Migas, Awang Satyana, yang pengetahuan tentang geologinya sangat luar biasa. Pak Awang sempat didaulat untuk bedah buku Prof. Santos itu di akhir November 2009. Kutipan ini saya copy dari postingnya di milis iagi.net yang sangat panjang dan saya salin bagian resumenya saja sebagai berikut:

Tesis-tesis yang diajukan Prof. Santos dalam bukunya “Atlantis: the Lost Continent Finally Found” (2005) tidak mempunyai bukti dan argumentasi geologi. Sundaland adalah paparan benua stabil yang tenggelam pada 15.000 – 11.000 tahun yang lalu oleh proses deglasiasi akibat siklus perubahan iklim, bukan oleh erupsi volkanik. Erupsi supervolcano justru akan menyebabkan musim dingin dalam jangka panjang.

Tidak ada bukti letusan supervolcano Krakatau pada 11.600 tahun yang lalu. Letusan tertua Krakatau yang dapat diidentifikasi adalah pada tahun 460 AD. Gempa, erupsi volkanik dan tsunami tidak pernah disebabkan beban sedimen dan air laut pada dasar samudera, tetapi akibat interaksi lempeng-lempeng tektonik.

Migrasi manusia Indonesia (Sundaland) ke luar setelah penenggelaman Sundaland, bertolak belakang dengan bukti-bukti penelitian migrasi manusia modern secara biomolekuler.
Karena mekanisme-mekanisme geologi yang diajukan Prof. Santos tidak mempunyai nalar geologi yang benar, maka sangat diragukan bahwa Indonesia (Sundaland) merupakan benua Atlantis.

Memang, akhirnya buku Prof Santos hanyalah buku yang penuh argumen yang tidak berdasarkan kepada temuan ilmiah. Seperti diungkapkan oleh Thomas Djamaluddin, peneliti/astronom dari LAPAN di http://nasional.vivanews.com/news/read/100793-ilmuwan_indonesia__atlantis_itu_pseudoscience, pendapat Santos hanya akan menjadi pseudoscience yang seolah-olah seperti sains tetapi cara pengungkapannya lebih hanya kepada opini-opini penulis sendiri yang didasarkan pada mitos dan legenda, dan tidak didukung bukti-bukti geologi atau arkeologi yang meyakinkan.
Hal itu, bagi saya, membuat penilaian pada buku Prof. Santos (yang telah meninggal dunia) menjadi sangat – sangat negatif dan meragukan. Akhirnya, buku yang sangat tebal ini menjadi begitu membosankan dengan argumen-argumen yang tidak masuk akal dan dipaksakan untuk cocok alias dicocok-cocokkan. Baru di buku inilah saya begitu banyak membuat coretan, catatan pinggir, dan catatan kaki.

Maaf, prof. Semoga engkau mendapatkan apa yang engkau cari tentang Atlantis yang sebenarnya di alam kubur!

Foto Prof. Santos diunduh dari http://www.videoperu.org/vide


Sumber:
http://blog.fitb.itb.ac.id/BBrahmantyo/?p=418       Prof.Arysio Nunes dos Santos: Atlantis berada di indonesia


“Atlantis The Lost Continents Finally Found”. Dimana ditemukannya ?Secara tegas dinyatakannya bahwa lokasi Atlantis yang hilang sejak kira-kira 11.600 tahun yang lalu itu adalah di Indonesia (?!). Selama ini, benua yang diceritakan Plato 2.500 tahun yang lalu itu adalah benua yang dihuni oleh bangsa Atlantis yang memiliki peradaban yang sangat tinggi dengan alamnya yang sangat kaya, yang kemudian hilang tenggelam ke dasar laut oleh bencana banjir dan gempa bumi sebagai hukuman dari yang Kuasa. Kisah Atlantis ini dibahas dari masa ke masa, dan upaya penelusuran terus pula dilakukan guna menemukan sisa-sisa peradaban tinggi yang telah dicapai oleh bangsa Atlantis itu.


Pencarian dilakukan di Samudera Atlantik,Laut Tengah,Karibia, sampai ke kutub Utara. Pencarian ini sama sekali tidak ada hasilnya, sehingga sebagian orang beranggapan bahwa yang diceritakan Plato itu hanyalah negeri dongeng semata. Profesor Santos yang ahli Fisika Nuklir
ini menyatakan bahwa Atlantis tidak pernah ditemukan karena dicari di tempat yang salah. Lokasi yang benar secara menyakinkan adalah Indonesia, katanya..


Prof. Santos mengatakan bahwa dia sudah meneliti kemungkinan lokasi Atlantis selama 29 tahun terakhir ini. Ilmu yang digunakan Santos dalam menelusur lokasi Atlantis ini adalah ilmu Geologi, Astronomi, Paleontologi, Archeologi, Linguistik, Ethnologi, danComparative
Mythology. Buku Santos sewaktu ditanyakan ke ‘Amazon.com’ seminggu yang lalu ternyata habis tidak bersisa. Bukunya ini terlink ke 400 buah sites di Internet,dan websitenya sendiri menurut Santos selama ini telah dikunjungi sebanyak 2.500.000 visitors. Ini adalah iklan gratis untuk mengenalkan Indonesia secara efektif kedunia luar, yang tidak memerlukan dana 1 sen pun dari
Pemerintah RI.


Plato pernah menulis tentang Atlantis pada masa dimana Yunani masih menjadi pusat kebudayaan Dunia Barat (Western World). Sampai saat ini belum dapat dideteksi apakah sang ahli falsafah ini hanya menceritakan sebuah mitos, moral fable, science fiction,ataukah sebenarnya dia menceritakan sebuah kisah sejarah. Ataukah pula dia menjelaskan sebuah fakta secara jujur bahwa Atlantis adalah sebuah realitas
absolut ?


Plato bercerita bahwa Atlantis adalah sebuah negara makmur dengan emas, batuan mulia, dan ‘mother of all civilazation’ dengan kerajaan berukuran benua yang menguasai pelayaran, perdagangan, menguasai ilmu
metalurgi, memiliki jaringan irigasi, dengan kehidupan berkesenian, tarian, teater, musik, dan olahraga.

Warga Atlantis yang semula merupakan orang-orang terhormat dan kaya, kemudian berubah menjadi ambisius. Yang kuasa kemudian menghukum mereka dengan mendatangkan banjir, letusan gunung berapi,
dan gempa bumi yang sedemikian dahsyatnya sehingga menenggelamkan seluruh benua itu.

Kisah-kisah sejenis atau mirip kisah Atlantis ini yang berakhir dengan bencana banjir dan gempa bumi,ternyata juga ditemui dalam kisah-kisah sakral tradisional di berbagai bagian dunia, yang diceritakan dalam bahasa setempat. Menurut Santos, ukuran waktu
yang diberikan Plato 11.600 tahun BP (Before Present), secara tepat bersamaan dengan berakhirnya Zaman Es Pleistocene, yang juga menimbulkan bencana banjir dan gempa yang sangat hebat.

Bencana ini menyebabkan punahnya 70% dari species mamalia yang hidup saat itu, termasuk kemungkinan juga dua species manusia : Neandertal dan Cro-Magnon.
Sebelum terjadinya bencana banjir itu, pulau Sumatera,pulau Jawa, Kalimantan dan Nusa Tenggara masih menyatu dengan semenanjung Malaysia dan benua Asia.


Posisi Indonesia terletak pada 3 lempeng tektonis yang saling menekan, yang menimbulkan sederetan gunung berapi mulai dari Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, dan
terus ke Utara sampai ke Filipina yang merupakan bagian dari ‘Ring of Fire’.


Gunung utama yang disebutkan oleh Santos, yang memegang peranan penting dalam bencana ini adalah Gunung Krakatau dan ‘sebuah gunung lain’ (kemungkinan Gunung Toba). Gunung lain yang disebut-sebut (dalam kaitannya dengan kisah-kisah mytologi adalah Gunung Semeru, Gunung Agung, dan Gunung Rinjani.


Bencana alam beruntun ini menurut Santos dimulai dengan ledakan dahsyat gunung Krakatau, yang memusnahkan seluruh gunung itu sendiri, dan membentuk sebuah kaldera besar yaitu selat Sunda yang jadinya memisahkan pulau Sumatera dan Jawa.
Letusan ini menimbulkan tsunami dengan gelombang laut yang sangat tinggi, yang kemudian menutupi dataran-dataran rendah diantara Sumatera dengan Semenanjung Malaysia, diantara Jawa dan Kalimantan,
dan antara Sumatera dan Kalimantan. Abu hasil letusan gunung Krakatau yang berupa ‘fly-ash’ naik tinggi ke udara dan ditiup angin ke seluruh bagian dunia yang pada masa itu sebagian besar masih ditutup es (Zaman Es Pleistocene) .Abu ini kemudian turun dan menutupi lapisan es. Akibat adanya lapisan abu, es kemudian mencair sebagai akibat panas matahari yang diserap oleh lapisan abu tersebut.
Gletser di kutub Utara dan Eropah kemudian meleleh dan mengalir ke seluruh bagian bumi yang rendah,termasuk Indonesia. Banjir akibat tsunami dan lelehan es inilah yang menyebabkan air laut naik sekitar 130
meter diatas dataran rendah Indonesia. Dataran rendah di Indonesia tenggelam dibawah muka laut, dan yang tinggal adalah dataran tinggi dan puncak-puncak gunung berapi.

Tekanan air yang besar ini menimbulkan tarikan dan tekanan yang hebat pada lempeng-lempeng benua,yang selanjutnya menimbulkan letusan-letusan gunung
berapi selanjutnya dan gempa bumi yang dahsyat.Akibatnya adalah berakhirnya Zaman Es Pleitocene secara dramatis.

Dalam bukunya Plato menyebutkan bahwa Atlantis adalah negara makmur yang bermandi matahari sepanjang waktu. Padahal zaman pada waktu itu adalah Zaman Es, dimana temperatur bumi secara menyeluruh
adalah kira-kira 15 derajat Celcius lebih dingin dari sekarang.


Lokasi yang bermandi sinar matahari pada waktu itu hanyalah Indonesia yang memang terletak di katulistiwa.

Plato juga menyebutkan bahwa luas benua Atlantis yang hilang itu “….lebih besar dari Lybia (Afrika Utara) dan Asia Kecil digabung jadi satu…”. Luas ini persis sama dengan luas kawasan Indonesia ditambah dengan luas Laut China Selatan.
Menurut Profesor Santos, para ahli yang umumnya berasal dari Barat, berkeyakinan teguh bahwa peradaban manusia berasal dari dunia mereka. Tapi realitas menunjukkan bahwa Atlantis berada di bawah perairan Indonesia dan bukan di tempat lain.Walau dikisahkan dalam bahasa mereka masing-masing,ternyata istilah-istilah yang digunakan banyak yang merujuk ke hal atau kejadian yang sama.Santos menyimpulkan bahwa penduduk Atlantis terdiri dari beberapa suku/etnis, dimana 2 buah suku terbesar adalah Aryan dan Dravidas.

Semua suku bangsa ini sebelumya berasal dari Afrika 3 juta tahun yang lalu, yang kemudian menyebar ke seluruh Eurasia dan ke Timur sampai Auatralia lebih kurang 1 juta tahun yang lalu. Di Indonesia mereka menemukan kondisi alam yang ideal untuk berkembang,yang menumbuhkan pengetahuan tentang pertanian serta peradaban secara menyeluruh. Ini terjadi pada zaman Pleistocene.Pada Zaman Es itu, Atlantis adalah surga tropis dengan padang-padang yang indah, gunung, batu-batu mulia,metal berbagai jenis, parfum, sungai, danau, saluran irigasi, pertanian yang sangat produktif, istana emas dengan dinding-dinding perak, gajah, dan bermacam hewan liar lainnya. Menurut Santos, hanya Indonesialah yang sekaya ini (!). Ketika bencana yang diceritakan diatas terjadi, dimana air laut naik setinggi kira-kira 130 meter, penduduk Atlantis yang selamat terpaksa keluar dan pindah ke India, Asia Tenggara, China, Polynesia,dan Amerika.


Suku Aryan yang bermigrasi ke India mula-mula pindah dan menetap di lembah Indus. . Karena glacier Himalaya juga mencair dan menimbulkan banjir di lembah Indus,mereka bermigrasi lebih lanjut ke Mesir, Mesopotamia,Palestin, Afrika Utara, dan Asia Utara.Di tempat-tempat baru ini mereka kemudian berupaya mengembangkan kembali budaya Atlantis yang merupakan akar budaya mereka.Catatan terbaik dari tenggelamnya benua Atlantis ini dicatat di India melalui tradisi-tradisi cuci di daerah seperti Lanka, Kumari Kandan, Tripura, dan lain-lain.Mereka adalah pewaris dari budaya yang tenggelam tersebut.

Suku Dravidas yang berkulit lebih gelap tetap tinggal di Indonesia. Migrasi besar-besaran ini dapat menjelaskan timbulnya secara tiba-tiba atau seketika teknologi maju seperti pertanian, pengolahan batu mulia, metalurgi,agama, dan diatas semuanya adalah bahasa dan abjad di seluruh dunia selama masa yang disebut Neolithic Revolution.Bahasa-bahasa dapat ditelusur berasal dari Sansekerta dan Dravida. Karenanya bahasa-bahasa di dunia sangat maju dipandang dari gramatika dan semantik.Contohnya adalah abjad. Semua abjad menunjukkan adanya “sidik jari” dari India yang pada masa itu merupakan bagian yang integral dari Indonesia.

Dari Indonesialah lahir bibit-bibit peradaban yang kemudian berkembang menjadi budaya lembah Indus,Mesir, Mesopotamia, Hatti, Junani, Minoan, Crete, Roma,Inka, Maya, Aztek, dan lain-lain. Budaya-budaya ini mengenal mitos yang sangat mirip. Nama Atlantis diberbagai suku bangsa disebut sebagai Tala, Attala,Patala, Talatala, Thule, Tollan, Aztlan, Tluloc, dan lain-lain.Itulah ringkasan teori Profesor Santos yang ingin membuktikan bahwa benua atlantis yang hilang itu sebenarnya berada di Indonesia. Bukti-bukti yang menguatkan Indonesia sebagai Atlantis, dibandingkan dengan lokasi alternative lainnya disimpulkan Profesor Santos dalam suatu matrix yang disebutnya sebagai ‘Checklist’.

Terlepas dari benar atau tidaknya teori ini, atau dapat dibuktikannya atau tidak kelak keberadaan Atlantis di bawah laut di Indonesia, teori Profesor Santos ini sampai saat ini ternyata mampu menarik perhatian orang-orang luar ke Indonesia. Teori ini juga disusun dengan argumentasi atau hujjah yang cukup jelas.

Kalau ada yang beranggapan bahwa kualitas bangsa Indonesia sekarang sama sekali “tidak meyakinkan”untuk dapat dikatakan sebagai nenek moyang dari bangsa-bangsa maju yang diturunkannya itu, maka ini adalah suatu proses maju atau mundurnya peradaban yang memakan waktu lebih dari sepuluh ribu tahun.Contoh kecilnya, ya perbandingan yang sangat populer tentang orang Malaysia dan Indonesia; dimana 30 tahunan yang lalu mereka masih belajar dari kita, dan sekarang mereka relatif berada di depan kita.


Allah SWT juga berfirman bahwa nasib manusia ini memang dipergilirkan. Yang mulia suatu saat akan menjadi hina, dan sebaliknya. Profesor Santos akan terus melakukan penelitian lapangan lebih lanjut guna membuktikan teorinya. Kemajuan teknologi masa kini seperti satelit yang mampu memetakan dasar lautan,kapal selam mini untuk penelitian (sebagaimana yang digunakan untuk menemukan kapal ‘Titanic’), dan beragam peralatan canggih lainnya diharapkannya akan mampu membantu mencari bukti-bukti pendukung yang kini diduga masih tersembunyi di dasar laut di Indonesia. Apa yang dapat dilakukan oleh pemerintah dan bangsa Indonesia ? Bagaimana pula pakar Indonesia dari berbagai disiplin keilmuan menanggapi teori yang sebenarnya “mengangkat” Indonesia ke posisi sangat terhormat : sebagai asal usul peradaban bangsa-bangsa seluruh dunia ini ?

Coba kita renungkan penyebab Atlantis dulu
dihancurkan : penduduk cerdas terhormat yang berubah menjadi ambisius serta berbagai kelakuan buruk lainnya (mungkin ‘korupsi’ salah satunya). Nah, salah-salah Indonesia sang “mantan Atlantis” ini bakal kena hukuman lagi nanti kalau tidak mau berubah seperti yang ditampakkan bangsa ini secara terang-terangan sekarang ini.

Demikian kutipan dari Catatan Bang Ferdy Dailami Firdaus tentang Teori Santos secara ringkas. Bagi yang berminat untuk membaca lebih jelas, dapat langsung ke website Profesor Arysio Nunes Dos Santos – Atlantis The Lost Continent Finally Found
  http://www.kaskus.co.id/thread/518ee458542acfde5a000013/profarysio-nunes-dos-santos-atlantis-berada-di-indonesia   

No comments:

Post a Comment