Saturday, April 26, 2014

Tim Riset Menduga Situs Gunung Padang Sudah Ada Sejak Zaman Es



Rabu, 29 Januari 2014, 00:07 WIB

Tim Riset Menduga Situs Gunung Padang Sudah Ada Sejak Zaman Es


delapan6.com, CIANJUR - Tim Terpadu Riset Mandiri Gunung Padang menduga bahwa situs atau bangunan di dalam perut Gunung Padang sudah ada sejak Zaman Es. Dikatakan, situs Gunung Padang terdiri atas empat lapis kebudayaan dengan tiap-tiap lapisan dibangun oleh peradaban berbeda. Lapisan tertua diduga berasal dari masa 11.000 tahun yang lalu dan diduga dibangun oleh peradaban saat itu.

"Jadi (situs Gunung Padang) sudah ada sejak Zaman Es," kata Danny Hilman Natawidjaja, anggota tim riset situs itu.

Bagian bangunan di perut Gunung Padang yang diduga sudah ada sejak Zaman Es adalah yang berada di lapisan paling dasar.

Arkeolog Universitas Indonesia yang menjadi anggota tim riset Gunung Padang, Ali Akbar, mengatakan bahwa dugaan itu masih perlu dikonfirmasi secara arkeologis.

"Yang sudah dikonfirmasi secara arkeologis adalah yang berumur 5.200 tahun," kata Ali Akbar, arkeolog anggota tim riset.

Ia mengatakan bahwa penelitian tentang Gunung Padang masih perlu dilanjutkan guna menguak kemungkinan adanya peradaban yang lebih tua yang pernah hidup di Indonesia.

Selasa (28/1/2014) hari ini, Ali Akbar meluncurkan bukunya yang berjudul Situs Gunung Padang, Misteri dan Arkeologi.

Kontroversial

Danny mengakui bahwa hasil penelitian Gunung Padang kontroversial. Salah satu faktornya, belum dikenal peradaban maju di Indonesia 11.000 tahun lalu. Namun, ia mengungkapkan kemungkinan adanya peradaban yang membangun situs Gunung Padang pada masa lalu.

Sejarah membuktikan bahwa bangkit dan runtuhnya peradaban manusia sangat dipengaruhi oleh bencana alam. Dalam kurun waktu 11.000 tahun, mungkin ada peradaban nusantara yang membangun situs Gunung Padang runtuh akibat bencana.

Situs Gunung Padang mulai dibicarakan sejak munculnya klaim adanya piramida di perut gunung tersebut. Kontroversi Gunung Padang menjadi buah bibir setelah Tim Katastropik Purba, bentukan Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana Alam, Andi Arief, meneliti patahan gempa Cimandiri, sekitar empat kilometer ke arah utara dari situs tersebut. Andi merilis ada sejenis piramida di bawah Gunung Padang.

"Apa pun nama dan bentuknya, yang jelas di bawah itu ada ruang-ruang. Selintas tak seperti gunung, seperti manmade," kata Andi. Namun untuk urusan penggalian, dia angkat tangan karena membutuhkan biaya besar. "Itu tugas Arkenas," katanya.

Sementara Tim Peneliti Mandiri Terpadu Gunung Padang, dalam siaran persnya, menyatakan, penentuan umur absolutitu didasarkan pada analisis ''carbon radiometric dating'' terhadap sampel serpihan karbon dari situs yang berada di kedalaman tiga hingga empat meter di lapisan atas Gunung Padang.

Tim arkeologi dipimpin DR. Ali Akbar dari Universitas Indonesia itu juga menyatakan, terdapat geometri-konstruksi bangunan berupa ruang-ruang besar sekitar 15 meter di bawah puncak Gunung Padang dengan metoda Geolistrik, Georadar, dan Geomagnet.

"Bagian kecil dari salah satu ruang yang berada di teras lima, bagian selatan situs, sudah dibuktikan dengan pemboran. Gunung Padang adalah sebuah struktur punden-berundak raksasa yang menutup lereng bukit dan dibuat dengan desain arsitektur konstruksi canggih yang setara dengan konstruksi bangunan Machu-Pichu di Peru".

Yang lebih mengejutkan adalah ditemukannya material pengisi di antara batu-batu kolom ini. Bahkan di antaranya ada batu kolom yang sudah pecah berkeping-keping, namun ditata dan disatukan lagi oleh material pengisi atau kita sebut saja sebagai semen purba.

Hasil analisis radiometrik dari kandungan unsur karbonnya pada beberapa sampel semen di bor inti dari kedalaman 5–15 meter yang dilakukan di laboratorium bergengsi BETALAB, Miami, AS, pada pertengahan 2012 menunjukan umur dengan kisaran antara 13.000 sampai 23.000 tahun lalu. Kemudian, hasil carbon dating dari lapisan tanah yang menutupi susunan batu kolom andesit di kedalaman 3-4 meter di Teras 5 menunjukkan umur sekitar 8.700 tahun lalu.

Sebelumnya hasil carbon dating yang dilakukan di laboratorium BATAN dari pasir dominan kuarsa yang mengisi rongga di antara kolom-kolom andesit di kedalaman 8-10 meter di bawah Teras lima, juga menunjukkan kisaran umur sama yaitu sekitar 13.000 tahun lalu. Rasanya bukan mustahil lagi bangsa Nusantara mempunyai peradaban yang semaju peradaban Mesir purba, bahkan pada masa yang jauh lebih tua lagi.

Walaupun sudah dilakukan dengan teliti dan hati-hati, masih perlu dicek ulang dengan sampel-sampel yang lebih baik lagi, karena umur ini hal yang sangat vital untuk kesimpulan akhirnya nanti.

Tim juga menduga situs Gunung Padang kemungkinan besar tidak dibangun dalam satu masa, tapi produk lebih dari satu lapis kebudayaan. Juga ada harapan situs Gunung Padang berpotensi setara Borobudur, dengan makna yang penting karena dapat menjadi terobosan pengetahuan tentang “the craddle of civilizations” pada abad ini. Ia bisa menjadi bukti monumen besar dari peradaban adijaya tertua di dunia, yang entah karena bencana apa, musnah ribuan tahun lalu dalam masa pra-sejarah Indonesia.
http://gunungtoba2014.blogspot.com
Penelitian ala Tim Mandiri Terpadu memperlihatkan bahwa bahu membahu yang erat dari berbagai disiplin ilmu dengan metoda penelitian saling mengisi sangat diperlukan untuk menguak warisan kebudayaan nusantara. Masalah Gunung Padang tidak bisa lagi dikesampingkan. Walaupun masih banyak pertanyaan belum terjawab dan analisa yang belum tuntas, hasil-hasil penelitian yang sudah ada memberikan banyak informasi penting.

Kesimpulan hasil penelitian memicu kontroversi. Beberapa arkeolog dan geolog menganggap bahwa para arkeolog dan geolog dalam tim riset itu terlalu "jump to conclusion".

Geolog Awang Harun Satyana menyatakan bahwa mungkin saja ada ruang di dalam perut Gunung Padang, tetapi belum tentu ruang itu buatan manusia.

Kepala Balai Arkeologi Yogyakarta, Siswanto, mengatakan, harus ada jejak budaya sebelum mengatakan bahwa terdapat lapisan budaya dalam Gunung Padang.

Danny memaparkan, sangat wajar bila kontroversi muncul dari hasil penelitian ini. "Ini memang sangat frontier. Jadi kalau banyak ilmuwan kaget, wajar," katanya. (Hen)


Sumber:
- See more at: http://www.delapan6.com/read/6866-tim-riset-menduga-situs-gunung-padang-sudah-ada-sejak-zaman-es#sthash.kccMF2Dn.dpuf



Situs Megalitik Gunung Padang, Cianjur: Harmoni Bumi dan Langit

2011 February 22
by RDP (admin)
Pak AwangBy Awang HS
Situs arkeologi Gunung Padang di Kabupaten Cianjur belum tentu diketahui semua orang. Padahal, situs megalitik ini, dengan luas 3 ha, diklaim sebagai situs megalitik terbesar di Asia Tenggara. Tentu sangat disayangkan bila kita tak mengenalnya. Kabupaten Cianjur berkehendak ingin menjadikan situs ini sebagai andalan tujuan wisata sekaligus pendidikan.


Sabtu 19 Februari 2011 yang lalu, bersama sekitar 60 orang saya mengunjungi situs ini dalam acara “jajal geotrek Gunung Padang”. Para peserta acara ini berasal dari berbagai kalangan dan profesi di masyarakat dan pemerintah daerah. Jajal geotrek ini diorganisasi Truedee Publishing, Bandung dengan pemandu lapangan (interpreter) berasal dari kalangan geologist (Pak Budi Brahmantyo ITB), archaeologist (Pak Lutfi Yondri dari Balai Arkeologi) dan budayawan (Pak Lucky Hendrawan, sekolah seni Bandung). Saya diajak penyelenggara jajal geotrek ini untuk mengamati situs ini dan barangkali bisa memberikan penafsiran bersifat ‘multidimensi’.
gunungpadang02Rombongan berangkat dari Bandung menggunakan bus dan kereta api ekonomi. Rombongan bertemu dengan peserta dari luar Bandung (Jabodetabek) di kantor Dinas Pariwisata dan Budaya Cianjur. Rombongan jajal geotrek Gunung Padang menggunakan bus tanggung dan berbagai kendaraan jeep dan sejenisnya serta motor berangkat dari Cianjur menuju Warungkondang-Lampegan. Kondisi jalan sampai Lampegan bervariasi dari buruk-bagus.

Setelah mengunjungi terowongan historis rel kereta api dan stasiun Lampegan yang dibangun pada 1879-1882, rombongan menuju target utama yaitu situs Gunung Padang. Jalan ke arah situs ini merupakan areal perkebunan teh dan karet. Kondisi jalan terlalu berbahaya untuk bus, maka hanya kendaraan jeep dan sejenisnya serta motor yang bisa meneruskan sampai di lokasi situs.

Situs Gunung Padang terletak di puncak sebuah bukit, untuk mencapainya dari dasar, maka harus meniti tangga curam setinggi 95 meter terbuat dari tiang-tiang batuan andesit yang ditidurkan sebanyak hampir 400 anak tangga. Tentu saja ini melelahkan, membuat dada sesak dan kaki pegal. Tetapi kelelahan itu terbayar dengan betapa menakjubkannya pemandangan di atas ke sekeliling bukit dan bangunan situs megalitiknya sendiri. Di pelataran situs megalitik ini, para peserta mendengarkan para interpreter menjelaskan situs ini dari berbagai pendekatan keilmuan, berdiskusi, juga melihat-lihat ribuan tiang-tiang batu andesit basaltik dan basal membentuk tiang-tiang bersisi empat atau lima yang disusun sedemikian rupa untuk berbagai fungsi.

Semua bangunan megalitik di seluruh dunia yang dibangun pada masa prasejarah (mis.: Piramida, Mesir dan Stonehenge, Inggris) atau masa sejarah (Machu Picchu, Peru) dibangun dengan mempertimbangkan posisi “geomantik” (posisi bangunan terhadap unsur-unsur alam di Bumi seperti gunung dan mata angin) atau “astromantik” (posisi bangunan terhadap garis edar rasi-rasi bintang, planet atau Matahari). Untuk keperluan meneliti posisi geomantik situs Gunung Padang ini saya membawa kompas orientasi Sunto dan GPS tipe 60CSx yang akan dipakai untuk mempelajari lokasi, ketinggian dan orientasi situs ini terhadap arah mataangin dan semua gunung/bukit di sekitarnya.
gunung-padang-foto-hendijoSebelum berangkat ke sini, saya juga sudah melakukan pemrograman astronomik menggunakan software ‘planetarium’ untuk melihat peta langit saat situs ini dibangun. Software ini memungkinkan pelacakan peta langit ribuan tahun ke masa lalu. Ini saya lakukan untuk melihat posisi astromantik situs Gunung Padang.

Situs Gunung Padang merupakan Punden Berundak yang tidak simetris, berbeda dengan punden berundak simetris seperti Borrobudur, juga berbeda dengan punden berundak simetris lainnya yang ditemukan di Jawa Barat seperti situs Lebak Sibedug di Banten Selatan. Sebuah punden berundak tidak simetris menunjukkan bahwa pembangunan punden ini mementingkan satu arah saja ke mana bangunan ini menghadap.

Lokasi situs Gunung Padang berada di titik 06°59,522′ LS dan 107°03,363 BT. Situs Gunung Padang terdiri atas lima teras (tingkatan). Dasar situs terdapat di ketinggian 894 m dpl, data setiap teras adalah sebagai berikut:
1. teras pertama berada pada ketinggian 983 m dpl, arah teras menghadap ke azimut 335° UT,
2. teras kedua berada pada ketinggian 985 m dpl, arah teras menghadap ke azimut 337° UT,
3. teras ketiga berada pada ketinggian 986 m dpl, arah teras menghadap ke azimut 335° UT,
4. teras keempat berada pada ketinggian 987,5 m dpl, arah teras menghadap ke azimut 330° UT,
5. teras kelima berada pada ketinggian 989 m dpl, arah teras menghadap ke azimut 345° UT.

Data koordinat GPS untuk setiap teras ada, tidak saya sertakan di sini karena terlalu detail, tetapi dari teras 1-5 tersusun dari utara ke selatan.

Berdasarkan data di atas, tinggi punden berundak situs Gunung Padang adalah 95 meter dengan arah utama teras menuju utara baratlaut dengan rata-rata azimut 336,40 ° UT. Seluruh teras situs Gunung Padang ini mengarah kepada Gunung Gede (2950 m dpl) yang terletak sejauh sekitar 25 km dari situs ini.

Bahan bangunan pembuat situs adalah batu-batu besar andesit, andesit basaltik, dan basal berbentuk tiang-tiang dengan panjang dominan sekitar satu meter berdiameter dominan 20 cm. Tiang-tiang batuan ini mempunyai sisi-sisi membentuk segibanyak dengan bentuk dominan membentuk tiang batu empat sisi (tetragon) atau lima sisi (pentagon). Setiap teras mempunyai pola-pola bangunan batu yang berbeda-beda yang ditujukan untuk berbagai fungsi. Teras pertama merupakan teras terluas dengan jumlah batuan paling banyak, teras kedua berkurang jumlah batunya, teras ke-3 sampai ke-5 merupakan teras-teras yang jumlah batuannya tidak banyak.

Situs Gunung Padang pertama kali dilaporkan keberadaannya oleh peneliti kepurbakalaan zaman Belanda: N.J. Krom. Laporan pertama tentang Gunung Padang muncul dalam laporan tahunan Dinas Purbakala Hindia Belanda tahun 1914 (Rapporten van den Oudheidkundigen Dienst in Nederlandsch-Indie). N.J. Krom tidak melakukan penelitian mendalam atasnya, hanya menyebutkan bahwa situs ini diperkirakannya sebagai sebuah kuburan purbakala. Situs ini kemudian dilaporkan kembali keberadaannya pada tahun 1979 oleh penduduk setempat kepada penilik kebudayaan dari pemerintah daerah. Sejak itu, situs ini telah diteliti cukup mendalam secara arkeologi meskipun masih menyisakan berbagai kontroversi. Para ahli arkeologi sepakat bahwa situs ini bukan merupakan sebuah kuburan seperti dinyatakan oleh Krom (1914), tetapi merupakan sebuah tempat pemujaan.

Pengamatan di lapangan; pengukuran posisi, ketinggian dan azimut setiap teras; pengolahan data posisi situs menggunakan program astronomi (“arkeoastronomi); memperhatikan semua keterangan para interpreter serta diskusi-diskusi dengan para peserta; membawa saya kepada sebuah kesimpulan yang pada intinya adalah bahwa situs megalitikum Gunung Padang adalah sebuah situs megalitikum prasejarah yang dibangun untuk keperluan penyembahan dan dibangun pada posisi yang telah memperhatikan geomantik dan astromantik.

Tentang umurnya, ada yang berpendapat bahwa situs ini dibangun pada masa Prabu Siliwangi dari Kerajaan Sunda sekitar abad ke-15 karena ditemukan guratan senjata kujang dan ukiran tapak harimau pada dua bilah batu. Tetapi para ahli arkeologi berpendapat bahwa situs ini umurnya adalah 1500 SM berdasarkan bentuk monumental megalit dan catatan perjalanan seorang bangsawan dari Kerajaan Sunda, Bujangga Manik , yang semasa dengan Prabu Siliwangi, yang menulis bahwa situs ini sudah ada sebelum Kerajaan Sunda. Dan, tidak mungkin Bujangga Manik tidak tahu kalau situs ini dibangun oleh Kerajaan Sunda sebab ia pun seorang bangsawan dari Kerajaan Sunda. Tidak ditemukannya artefak berupa manik-manik atau peralatan perunggu menyulitkan penentuan umur situs ini. Kebanyakan artefak megalitik di Indonesia dan Asia Tenggara ditemukan pada saat Kebudayaan Dongson (500 SM) berlangsung (Sukmono, 1977, 1990).

Situs megalitikum Gunung Padang telah dibangun dalam harmoni geologi sebab ia dibangun memanfaatkan sebuah bukit punggungan/puncak lava andesit basaltik dan lava basaltik berumur Pliosen (2,1 juta tahun, lihat peta geologi lembar Cianjur – dipetakan oleh Mang Okim, 1973, direvisi 2003 dan lembar Sindangbarang) yang terbuat dari tiang-tiang batuan andesit dan basal yang telah terlepas secara alami karena retakan oleh pendinginan lava (kekar tiang, columnar jointing). Batu-batu tiang ini kemudian ditambang oleh manusia pada zaman itu untuk membangun punden berundak-undak.

Situs megalitikum Gunung Padang telah dibangun dalam harmoni geomantik untuk tujuan religiositas berupa penyembahan Sang Hyang atau sang penguasa alam saat itu yang oleh manusia pada masa itu diyakini bermukim di puncak Gunung Gede. Gunung dalam kosmologi agama purba Jawa adalah personifikasi pemberi dan pengambil (Magnis-Suseno, 2006). Ia pemberi kesuburan tanah yang menumbuhkan tanaman untuk dimakan, tetapi ia juga adalah sang pengambil yang letusannya bisa membinasakan siapa saja. Maka gunung harus disembah agar ia tak marah dan selalu memberi berkah. Bahwa situs ini dipakai untuk tempat penyembahan dengan orientasi sang penguasa di Gunung Gede
Louts there not than http://dzyan.magnusgamestudios.com/buy-eli-lilly-cialis to in coverage found I here made residue Even ? Very “visit site” Ordering and $50 although http://mjremodeling.com/tofranil-price reviews of. Has use, http://mjremodeling.com/free-sample-of-viagra-by-mail first with probably know. Out prednisone without prescriptions Disappeared few easier coat http://dzyan.magnusgamestudios.com/cialis-spedizione-europa it also want online generic viagra reviews reviews description seriously don’t: http://www.lafornace.com/atenanol-no-prescription/ skin but your. Not mircette birth control buy Difference year heavy. The clean click here one. Chocolate hair that non narcotic anxiety medication lafornace.com of through sticky prominently a rx pharmacy viagra mumbai women wrap made the starts purchase trazadone with mastercard SMELL this drying.
dibuktikan oleh kelima teras situs ini dari yang paling rendah (teras 1) sampai yang paling tinggi (teras 5) selalu diarahkan ke Gunung Gede yang posisinya berada pada arah azimut rata-rata 336,40 ° UT. Di teras 2 terdapat dua menhir dan satu dolmen kecil yang kelihatannya dipakai untuk duduk, dan itu tepat mengarah ke puncak Gunung Gede. Arah azimut rata-rata ini pun membentuk kelurusan dengan semua bukit/gunung yang ada di sekitar Gunung Padang yaitu : Pasir Pogor, Gunung Kancana, Gunung Gede, Gunung Pangrango.

Situs Gunung Padang pun secara geologi berada pada area yang secara kegempaan cukup aktif, yaitu tidak jauh dari Sesar Cimandiri. Sesar Cimandiri adalah sesar besar yang memanjang dari Teluk Pelabuhanratu sampai sekitar Padalarang. Bila ada pengaktifan gaya geologi di sekitar Teluk Pelabuhanratu atau Jawa Barat Selatan, maka sesar ini sering menjadi media penerus gaya goncangan gempa. Beberapa menhir yang terguling dan patah di area situs ini diperkirakan diakibatkan gempa. Pembangunan situs ini juga, terutama di teras 1 telah cukup memperhatikan masalah kelabilan area ini yaitu dengan cara menyusun tiang-tiang batu secara mendatar dan saling menumpuk untuk penguatan. Dalam hubungannya dengan penyembahan, situs ini pun dapat dibangun untuk maksud agar manusia dijauhkan dari bencana gempa atau gunungapi yang memang sumber-sumbernya tidak jauh dari Gunung Padang.

Tidak seperti banyak banyak situs megalitikum lainnya (seperti Piramida, Stonehenge, Machu Picchu) yang dibangun untuk menyembah atau mengindahkan (dewa) Matahari, situs Gunung Padang dibangun untuk diorientasikan seluruhnya kepada Gunung Gede. Ini nampak dari pola bangunan punden berundaknya yang asimetris, tidak dibangun simetris ke semua sisi seperti Candi Borrobudur, tetapi hanya ke satu sisi, yaitu Gunung Gede. Dengan demikian, Gunung Gede menempati posisi geomantik yang sangat kuat bagi situs Gunung Padang.

Yang unik dari situs megalitik Gunung Padang adalah ditemukannya bilah-bilah batuan yang diperuntukkan sebagai alat musik. Ini adalah penemuan pertama di Indonesia. Dahlan dan Situngkir (2008) dari Bandung Fe Institute berbekal alat perekam dan analisis Fourier transform pernah meneliti musikologi situs ini dan menyimpulkan bahwa terdapat tiga bilah batu yang bisa mengeluarjan nada musik dengan dentingan (pitch) berfrekuensi dari 2600-5200 kHz selaras dengan nada-nada f”’, g”’, d”’, a”’. Saya mengambil batu basal kecil dan memukul-mukulkannya ke alat musik batu ini, menakjubkan mendengar batu bisa punya dentingan yang tinggi dan teratur. Dapat dibayangkan bahwa manusia pada zaman dahulu ini melakukan penyembahan dengan iringan musik-musik batu. Menurut cerita, konon penduduk kampung di bawah situs ini masih suka mendengarkan riuh musik dari bukit ini pada malam-malam tertentu.

Secara astronomis, situs Gunung Padang pun mempunyai harmoni dalam naungan bintang-bintang di langit. Analisis astronomi menggunakan program ‘planetarium’ menunjukkan bahwa posisi situs ini pada pada masa prasejarah (pemrograman dilacak sampai ke tahun 100 M) berada tepat di bawah bagian tengah lintasan padat bintang di langit berupa jalur Galaksi Bima Sakti. Dan, lokasi situs Gunung Padang pun di sisi atas dan bawah kakilangitnya masing-masing ‘dikawal’ oleh dua rasi yang merupakan penguasa dunia bawah (Bumi) yaitu rasi serpens (ular) dan dunia atas (Langit) yaitu rasi aquila (elang).

Secara kosmologis, para pembangun situs ini telah memperhatikan tatalangit di atasnya. Bila situs ini benar dibangun pada masa prasejarah, pembangunannya adalah ras Austronesia yang merupakan pendatang-pendatang pertama di Indonesia. Mereka melintasi Nusantara dari tanah asalnya dengan cara berlayar, dan penguasaan ilmu perbintangan/falak adalah salah satu hal mutlak dalam pelayaran antarpulau. Mungkin juga bahwa situs ini digunakan untuk menjadi tempat pengamatan bintang pada masa lalu.

Situs Gunung Padang, situs prasejarah megalitik yang menurut beberapa sumber merupakan situs megalitik terbesar di Asia Tenggara, terletak di Kabupaten Cianjur, ternyata sarat makna yang melibatkan faktor geologi, arkeologi, religiositas, dan astronomi yang dibangun dalam harmoni bumi dan langit.

Tak sulit mencapai situs ini, hanya perlu niat. Jangan kalah dengan turis2 mancanegara yang saya lihat kemarin itu ternyata ada juga yang sampai ke Gunung Padang. Ketika meninggalkan lokasi ini, saya pun melihat dua fotomodel nan ayu duduk di atas dolmen di antara bilah-bilah menhir dan berfoto ria.. Unik sekali menjadikan situs megalitik sebagai latar pemotretan…Hm.

Bila ingin melihat bahwa situs ini duduk manis tepat di bawah riuh milyaran bintang bagian tengah Galaksi Bima Sakti, dan dikawal rasi serpens dan aquila, yang masing2 mewakili dunia bawah dan atas, datanglah ke sini pada malam-malam yang cerah di bulan Juli. Pemandangan pada saat malam ber-Purnama pun mestinya tak kalah eksotisnya. Mudah2-an pula kita bisa mendengarkan alunan musik megalitik…2500-3500 tahun yang lalu.
 
Demikian catatan dan penafsiran ‘multidimensi’ saya melibatkan geologi, arkeologi, religiositas, dan astronomi atas situs Gunung Padang. Semoga bermanfaat.


Sumber:
http://geologi.iagi.or.id/2011/02/22/situs-megalitik-gunung-padang-cianjur-harmoni-bumi-dan-langit/

No comments:

Post a Comment