Gunung Padang Perlu Penelitian Multidisiplin Ilmu
Penggalian memperlihatkan struktur Situs Gunung Padang.
JAKARTA - Penelitian lanjutan Situs Gunung Padang perlu melibatkan
berbagai disiplin ilmu. Upaya mengungkap hal-hal terkait situs purbakala
tersebut tak bisa dilakukan bila peneliti hanya menggunakan ilmu
arkeologi, geologi, maupun astronomi semata.
“Penelitian sangat membutuhkan dukungan disiplin ilmu yang lain, seperti ilmu biologi dan ilmu antropologi,” kata
Budianto Ontowirjo, salah satu anggota Tim Terpadu Riset Mandiri (TTRM) Situs Gunung Padang, kepada SH, Sabtu (4/10).
Ada beberapa temuan yang perlu ditindaklanjuti dengan penelitian disiplin ilmu lain yang memiliki kapasitas untuk melakukan penelitian. Contohnya, sejumlah temuan yang belum dapat dideskripsikan oleh peneliti terkait usia kandungan tinggalan organik pada kedalaman tertentu lapisan situs.
“Penggalian yang dilakukan oleh tim peneliti, baru-baru ini, telah memperlihatkan struktur Situs Gunung Padang,” kata Budianto.
Ia mengatakan, masyarakat dapat melihat langsung struktur galian tersebut karena dibuka untuk umum sebagai area konservasi. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), menurut Budianto, juga telah mengalokasikan sejumlah anggaran, baik untuk penelitian maupun untuk konservasi pascapenelitian. Jumlah anggaran untuk penelitian sekitar Rp 3 miliar. Anggaran untuk konservasi akan diberikan menyusul sesudah pencairan anggaran untuk penelitian.
“Setahu saya, sampai sekarang anggaran untuk konservasi belum dicairkan,” kata Budianto.
Perencanaan Matang
Terkait konservasi, ia menyarankan, Tim Peneliti Nasional dari Kemendikbud mendokumentasikan secara lengkap hasil-hasil temuannya. Dengan begitu, proses konservasi, bahkan pemugaran akan berjalan dengan baik dan memberikan hasil maksimal.
Budianto mengingatkan pemugaran Situs Gunung Padang perlu dilakukan dengan persiapan yang matang. Setidaknya, tim peneliti dan tim pemugar perlu belajar dari proses pemugaran Candi Borobudur. Pemugaran Candi di kawasan Muntilan, Jawa Tengah, tersebut menurut sejarah memerlukan waktu hingga 20 tahun. Situs Gunung Padang yang memiliki luas wilayah jauh lebih besar dari Borobudur, tentu membutuhkan waktu pemugaran yang tidak sebentar pula.
“Oleh karena itu, perencanaan pemugaran harus dilakukan secara matang,” ujar dia.
Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Wamendikbud) Bidang Kebudayaan Wiendu Nuryanti mengatakan hal senada. Menurut Wiendu, penelitian Situs Gunung Padang telah banyak menghasilkan temuan-temuan yang menarik dari sisi ilmu pengetahuan. Sebagian dari penemuan-penemuan tersebut umumnya menimbulkan berbagai interpretasi yang tidak cukup hanya dijelaskan oleh beberapa bidang ilmu.
Cakupan Cukup Luas
“Temuan Situs Gunung Padang sangat unik. Skopnya juga cukup luas,” kata dia kepada SH via telepon akhir pekan silam.
Ia mengatakan, keunikan dan luasnya cakupan penelitian yang mendasari Kemendikbud membentuk Tim Nasional untuk penelitian Situs Gunung Padang. Menurut Wiendu, Tim Nasional dibentuk karena penelitian Situs Gunung Padang memerlukan keterlibatan keilmuan secara interdisipliner.
Selain dilakukan oleh para ahli dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, riset juga akan diperluas dengan melibatkan berbagai ahli lain, termasuk ahli lingkungan, arsitektur, geodesi, dan sejarah. Para ahli akan diambil dari berbagai institusi, antara lain Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan universitas atau perguruan tinggi.
“Kami mungkin juga akan melibatkan ahli dari pusat-pusat atau kelompok-kelompok penelitian lainnya,” kata dia.
“Penelitian sangat membutuhkan dukungan disiplin ilmu yang lain, seperti ilmu biologi dan ilmu antropologi,” kata
Budianto Ontowirjo, salah satu anggota Tim Terpadu Riset Mandiri (TTRM) Situs Gunung Padang, kepada SH, Sabtu (4/10).
Ada beberapa temuan yang perlu ditindaklanjuti dengan penelitian disiplin ilmu lain yang memiliki kapasitas untuk melakukan penelitian. Contohnya, sejumlah temuan yang belum dapat dideskripsikan oleh peneliti terkait usia kandungan tinggalan organik pada kedalaman tertentu lapisan situs.
“Penggalian yang dilakukan oleh tim peneliti, baru-baru ini, telah memperlihatkan struktur Situs Gunung Padang,” kata Budianto.
Ia mengatakan, masyarakat dapat melihat langsung struktur galian tersebut karena dibuka untuk umum sebagai area konservasi. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), menurut Budianto, juga telah mengalokasikan sejumlah anggaran, baik untuk penelitian maupun untuk konservasi pascapenelitian. Jumlah anggaran untuk penelitian sekitar Rp 3 miliar. Anggaran untuk konservasi akan diberikan menyusul sesudah pencairan anggaran untuk penelitian.
“Setahu saya, sampai sekarang anggaran untuk konservasi belum dicairkan,” kata Budianto.
Perencanaan Matang
Terkait konservasi, ia menyarankan, Tim Peneliti Nasional dari Kemendikbud mendokumentasikan secara lengkap hasil-hasil temuannya. Dengan begitu, proses konservasi, bahkan pemugaran akan berjalan dengan baik dan memberikan hasil maksimal.
Budianto mengingatkan pemugaran Situs Gunung Padang perlu dilakukan dengan persiapan yang matang. Setidaknya, tim peneliti dan tim pemugar perlu belajar dari proses pemugaran Candi Borobudur. Pemugaran Candi di kawasan Muntilan, Jawa Tengah, tersebut menurut sejarah memerlukan waktu hingga 20 tahun. Situs Gunung Padang yang memiliki luas wilayah jauh lebih besar dari Borobudur, tentu membutuhkan waktu pemugaran yang tidak sebentar pula.
“Oleh karena itu, perencanaan pemugaran harus dilakukan secara matang,” ujar dia.
Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Wamendikbud) Bidang Kebudayaan Wiendu Nuryanti mengatakan hal senada. Menurut Wiendu, penelitian Situs Gunung Padang telah banyak menghasilkan temuan-temuan yang menarik dari sisi ilmu pengetahuan. Sebagian dari penemuan-penemuan tersebut umumnya menimbulkan berbagai interpretasi yang tidak cukup hanya dijelaskan oleh beberapa bidang ilmu.
Cakupan Cukup Luas
“Temuan Situs Gunung Padang sangat unik. Skopnya juga cukup luas,” kata dia kepada SH via telepon akhir pekan silam.
Ia mengatakan, keunikan dan luasnya cakupan penelitian yang mendasari Kemendikbud membentuk Tim Nasional untuk penelitian Situs Gunung Padang. Menurut Wiendu, Tim Nasional dibentuk karena penelitian Situs Gunung Padang memerlukan keterlibatan keilmuan secara interdisipliner.
Selain dilakukan oleh para ahli dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, riset juga akan diperluas dengan melibatkan berbagai ahli lain, termasuk ahli lingkungan, arsitektur, geodesi, dan sejarah. Para ahli akan diambil dari berbagai institusi, antara lain Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan universitas atau perguruan tinggi.
“Kami mungkin juga akan melibatkan ahli dari pusat-pusat atau kelompok-kelompok penelitian lainnya,” kata dia.
Sumber : Sinar Harapan
No comments:
Post a Comment